third note

124 64 18
                                        

PLAK!!

Aku merintih kesakitan. Ku rasa ragaku kian ringkih karena dihantam beberapa cambukan. Dunia ini tuli, tidak ada yang mendengar tangisanku. begitupun dengan Papa. Orang bilang, ayah adalah cinta pertama putrinya. Tapi itu tidak berlaku denganku. Ku rasa kalimat itu harus diperbaiki karena hanya sebagian ayah yang bisa menjadi cinta pertama putrinya sebagian lagi mungkin akan menjadi sumber patah hati pertama putrinya.

Tidak ada kesempatan kedua. Hukuman ini bukannya membuatku jera, justru membuatku semakin gila.

Dunia memang keras, jadi jangan heran.

"Papa, maaf.."

PLAK!

Satu tamparan lagi mendarat dipipi kananku.

"Mau jadi apa kamu hah?! DASAR ANAK GAK BERGUNA!!"

"PAPA SAKIT PA, JANGAN HUKUM SENJA PA... AMPUN PA."

"INI HUKUMAN KARENA KAMU BODOH, ANAK GAK BERGUNA!"

"KAMU CUMA JADI BEBAN DIKELUARGA INI!!"

PLAKK

Satu tamparan lagi dipipi kiriku.

BLAKK

Satu cambukan dipunggungku.

Ini kenyataan, kenyataan yang membuatku enggan menghadapi dunia ini. Bukannya aku mudah putus asa. Karena bertahun tahun aku mengalami seperti ini, wajarkan kalau aku lelah?

Disekolah ditindas, dirumah ditinju. Begitu terus siklus hidupku setiap harinya.

BRAK!

Satu tendangan.

"PAPA?!!!"

Lagi-lagi Kak Renjana yang menyelamatkanku.

"PAPA BISA GAK SIH JANGAN NYAKITIN SENJA TERUS? APA SALAHNYA KALAU NILAINYA RENDAH?"

"DULU NILAI SENJA TINGGI PAPA GAK PEDULI, SEKARANG NILAI SENJA RENDAH PAPA HUKUM DIA. KENAPA SENJA SALAH TERUS DIMATA PAPA?"

Papa hanya diam sambil menatap ganas Kak Ren karena membelaku.

Aku meringkuk, memeluk lututku. Takut, aku takut....Tubuhku rasanya remuk sekarang. Pa, Senja hanya ingin disayang apa itu jadi sebuah kesalahan?

BRAK!!

Papa keluar dari ruangan ini. Menyisakan aku dengan Kak Ren.

Kak Ren berjalan mendekatiku, matanya berkaca-kaca.

"Hey, lo gapapa? Maaf kakak lambat nolongnya."

"Gapapa kok kak, kan gue kuat. Kakak jangan nangis dong ah masa cengeng sih."

"Bodo amat kakak dikatain cengeng. Ayo ke kamar, kakak obati lukanya."

Sesampainya dikamar, kakak mengobati luka yang ada dipunggung dan pipiku.

"Kak udah dong nangisnya. Gue gapapa kok, percaya deh."

Bohong, bohong banget gue bilang gapapa ke kakak, batinku.

"Sen, kakak kepikiran buat ngelaporin papa ke polisi."

"Kak?! Kakak apaan sih, biar gimanapun papa itu papa kita. Papa ngasih hukuman itu biar gue jera, lagian gue juga gapapa kok."

"Maaf, gue cuma khawatir sama lo. Kalo lo gak kuat, bilang ya? Biar kita bisa pergi dari rumah ini."

"Ck, aku kuat kok santai aja. Sini peluk dulu dong."

Kak Ren memelukku begitu erat. Cuma dia harapan satu-satunya untuk menolongku.

"Kak makasih banyak ya."

"Gak usah bilang makasih, gue kan kakak lo. Udah gih tidur, udah malem nih."

Mind Rewind ꒰ On Going ꒱Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum