sixth note

21 3 0
                                        

"Aelah senja anjing masuk lagi."

"Ngerusak pemandangan aja cuih."

"Woi orang gila gak pantes sekolah disini."

"Dibenci papanya, dibenci satu sekolah pula. Kalo gue jadi lo sih mending mati aja," ujar Giselle, teman Karana

Aku berusaha tidak menghiraukan mereka, tapi rasanya sulit. Emosiku naik turun mendengar hinaan mereka.

"Lo lemah," ucapku dingin pada Giselle

Akhhh

Giselle mendekat dan menjambak rambutku, "Apa lo bilang? Gue lemah?"

Sedangkan murid - murid lain berkerumunan mengelilingi kami.

"Iya lo lemah. Tadi lo kan yang bilang kalo lo jadi gue lo mending mati, dan ya gue akuin lo lemah."

"LO?!"

Giselle mengambil ancang - ancang untuk menamparku. Aku menutup mataku pasrah.

"Giselle lo dipanggil Pak Agus, disuruh ke ruangannya," ucap murid yang tak ku ketahui namanya.

Pak Agus yang merupakan kepsek sekolah ini, sekaligus Ayah Giselle.

"Selamet lo sekarang. Awas aja besok."

"Huuuuu!!!" sorak murid - murid yang mengelilingi kami.

Tuhan kenapa jahat banget sama aku? Kenapa hidupku serumit ini? Kenapa harus aku? Tuhan gak adil.

"Senja lo gak pantes hidup. Lo gak pantes bahagia."

"Kasian banget keluarganya hancur."

Aku berlari menuju taman belakang, suara-suara itu memenuhi telingaku.

Sakit, sesak, marah, sedih. Bercampur menjadi satu. Dunia memang benar-benar tidak menginginkanku.

****

"Papa jangan,"

"Kamu seharusnya mati, sama seperti ibumu."

Mundur, aku terus memundurkan langkahku. Di depanku papa membawa ikat pinggang sambil menatapku tajam.

"PAPA BERHENTI, JANGAN SIKSA AKU PA!"

"Sudah berani melawan kamu?"

Aku menggigit bibir takut, tubuhku gemetar sebab menyentuh tembok yang artinya tidak ada ruang lagi untuk menjauh dari papa.

Mataku terpejam erat saat papa mengambil ancang-ancang untuk memecutku.

Tok...tok...tok

"Permisi."

Ada orang diluar, hufttt setidaknya papa menunda menyiksaku.

Papa menggertakkaan rahangny dan segera ke pintu utama untuk melihat tamu itu.

Sedangkan aku, aku duduk memeluk lutut sambil menangis ketakutan. Fisik dan mentalku terluka.

"Senja," suaranya pelan dan terdengar bergetar.

Aku menoleh kesamping.

"Lhoh, Jeno? Lo kenapa bisa disini?"

"Gue juga gak tau, kaki gue yang bawa gue kesini. Gue ngedenger suara teriakan dari luar dan gue berinisiatif buat ngetok pintu rumah ini."

"Jen makasih banget, lo udah nyelametin gue dari siksaan papa. Dan lo kenapa bisa masuk? Kenapa papa ngijinin lo masuk dan ketemu gue?" ucapku sesenggukan

"Iya sama-sama, tapi lo gak papa kan? Pintunya kebuka sendiri, gue gak ada liat papa lo."

"Gue gak papa kok, sekali lagi makasih ya."

"Gue seneng kok bantu lo," Jeno tersenyum dan menarikku kedalam dekapannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 12, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mind Rewind ꒰ On Going ꒱Where stories live. Discover now