Tiga Puluh Lima

2.2K 156 44
                                    

Spesial chapter dengan 3500+ words karena sudah menghilang lama :) Maaf lagi dan lagi, dan selamat membaca!

Kalo lupa alur bisa intip chapt sebelah yaw! Hihi.

• • • •

Sudah seminggu setelah malam dimana Yuza dan Putra bertemu. Keduanya tidak bicara banyak, apalagi mengingat hubungan mereka sedikit merenggang. Hah. Hubungan apanya.

Seseorang yang punya komitmen dengan orang lain itu bisa disebut hubungan gak sih?

Yuza berusaha keras untuk tidak memikirkan hal ini lebih jauh. Lebih tepatnya ia tidak mau hal ini menganggu fokusnya untuk belajar.

Hello, dia ini sudah mau menginjak semester dua loh. Yuza gak sebodoh itu membiarkan dirinya larut untuk bergalau ria. Enggak. Waktunya cukup berharga daripada melakukan hal yang sia-sia itu.

“Za. Gue bingung deh antara stay disini atau ke Bandung,” celetuk Tika. Walau matanya fokus kepada laptop, namun sejak tadi bibirnya tak berhenti mengoceh.

Sudah dua jam mereka sibuk menyiapkan dokumen untuk masuk kuliah. Tika bilang dia sudah milih beberapa kampus di Jakarta, dan entah kapan pula ia sudah memilih kampus di Bandung. Padahal katanya mau mengabdi sama ibu kota Jakarta.

“Kok tiba-tiba Bandung?” tanya Yuza seraya menyisir rambutnya. Ia juga sedang bersiap-siap melakukan photoshoot untuk pas fhotonya.

Tika terdiam. Matanya memutar keatas seolah berpikir. Padahal dia lagi ngehalu aja sih. “Penasaran aja hidup disana kaya mana.”

Kepala Yuza menggeleng tak heran. Namanya juga Tika. Segala hal yang ia lakukan selalu beralasan dengan rasa penasarannya. Contohnya kaya punya perasaan ke Alan. Awalnya penasaran ceunah rasanya suka sama guru itu kaya gimana. Kalau kalian mau testimoninya bisa sih tanya ke Tika.

“Oiya, Za,” Tika meletakkan laptopnya, tubuhnya memutar untuk menghadap ke Yuza yang sibuk menata kamera dengan tripod, “lo jadi ke Jepang?”

Gerakan tangan Yuza terhenti mendengar negara itu disebut. Kemudian dia menggeleng. “Bahasa jepang susah juga ternyata. Gue prefer English aja deh.”

“So, jadinya lo kemana?”

“Bandung.”

“Lahh lo mau jadi busun? Terus kenapa ngikut-ngikut gue aja sih!”

“Busun apaan?”

“Bule sunda!” seru Tika dengan gemas.

Yuza terbahak mendengar singkatan ngaco yang dibuat Tika. “Itu baru pilihan doang elah, Tik. Takut banget sih bakal gue intilin.”

Tring!

Nada notifikasi dari laptop membuat fokus Tika Kembali ke benda satu itu. Matanya berbinar Ketika membaca pemberitahuan yang masuk ke emailnya. “Yes! Gue masuk seleksi buat ikut test selanjutnya!”

“Demi?!” Mendengar itu Yuza terperanjat kemudian dengan gesit mendekati Tika dan ikut melihat layar laptop tersebut. “AAACIEE CONGRASTTT,” jeritnya sambil memeluk sobatnya itu, “gila, gak nyangka banget kan? Lo tuh ternyata pinter!”

Tika hanya tergelak menanggapi kelakuan temannya. Padahal dia belum dinyatakan lulus dan menjadi mahasiwi disana. Kalau nanti dia diterima, bisa-bisa Yuza bakalan kayang nih sanking gak percayanya.

Whats Wrong With Om-Om?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang