Tiga Puluh Tujuh

1.4K 81 13
                                    

⚠️Warning : 4K+ words hadir untuk mengisi kerinduan. Harap dibaca satu-satu ya. Jangan lupa beri jejak agar aku tahu kalau masih ada yang menanti ceritaku.  Thanks and luv!⚠️

• • •

“Yuz!"

Suara seseorang yang sudah sangat familiar membuat langkah sang pemilik nama terhenti. Yuza membalikkan badan dan mendapati Tika sedang berlari. Kebiasaan. Kalau misalkan kesandung batu dan—

Dukk!

Tuh kan baru juga diomongin.

Tika hanya menyengir seperti bocah polos, padahal ia baru saja tersandung batu karena tanah yang ia pijaki ini tidak rata. Salahnya juga sih, sudah tau jalanan bobrok begitu masih saja lari-larian. Namanya juga Tika.

Tak habis pikir dengan yang ada dipikiran Tika, sebagai teman yang baik Yuza langsung membalikkan badan lalu kembali melanjutkan langkahnya ke sekolah. Melihat dirinya ditinggalkan, Tika langsung berteriak seolah urat malunya sudah putus.

“Yuza kampret! Tungguin aingggg.. “

Lengkingan suara Tika selalu sukses menarik perhatian banyak orang. Bahkan seorang pria paruh baya yang dilewati Yuza sampai menegur hingga langkah Yuza terhenti. “Neng, itu temennya manggilin.”

Yuza hanya merenspon dengan senyum menahan malu. “Saya mah gak kenal sama dia, Pak, hehe. Duluan ya, Pak.”

Dengan kemampuan berlari cepat yang dimiliki Tika, tentu sangatlah mudah mengejar langkah Yuza yang terlampau sangat pendek untuk diraih. “Yuz! Astagfirullah zholim banget manusia yang meninggalkan temannya ini.”

Mendengar sabdaan ngaco Tika barusan membuat Yuza tertawa. “Bisa gak sih lo gak bertingkah aneh sehariiii aja?!”

“Gak bisa dong. Diri gue memang sudah terlahir seperti ini.” Tika langsung menolak permintaan Yuza dengan menggelengkan kepalanya dengan tegas.

“Sableng!”

Sekali lagi dengan baik hati Yuza langsung berlari menuju sekolah yang sudah didepan mata. Mengerjai Tika seperti ini adalah salah satu hobi yang Yuza miliki. Walaupun resikonya ia jadi olahraga pagi-pagi begini sih.

• • • •

Satu hal yang sejak dulu tidak pernah Yuza sukai adalah ketika dirinya harus berjalan menyusuri lorong sekolah menuju kelas. Entah sejak kapan lorong sekolah terasa mencekam karena selalu diisi oleh manusia-manusia yang suka membicarakan kehidupan orang lain, bahkan sampai menghinanya.

Ya. Sungguh banyak manusia yang seperti itu.

Manusia yang menurut Yuza kurang bahagia. Karena manusia yang bahagia tidak akan memiliki waktu untuk mengurusi hidup orang lain.

Manusia yang bahagia tidak akan punya waktu untuk membenci orang, bahkan jika sampai berniat menjatuhkan.

Hari ini pun Yuza merasa ada yang berbeda dari perilaku anak-anak sekolah. Setiap ia lewat, selalu ada pasang mata yang menatap, kemudian saling berbisik ke teman sebelahnya. Entah membicarakan apa, namun firasat Yuza mengatakan itu bukan hal yang baik.

Beberapa saat setelah Yuza bertempur dengan pikirannya sendiri, Tika kembali muncul dengan suara nafasnya yang sangat berisik. Ia membungkukkan tubuh sambil mengatur udara yang dengan gaduh memasuki pernafasannya.

Salahkan pada gadis dihadapannya yang dengan tega meninggalkannya barusan. Padahal ia sudah jomblo, masa iya berangkat sekolah harus sendiri juga sih.

“Capek, Bu?” Ledek Yuza ketika melihat Tika yang baru saja sampai. Namun melihat keringat membanjiri wajah sahabatnya itu ternyata cukup membuatnya tak tega. Dasar Yuza.

Whats Wrong With Om-Om?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang