22 | Ranyah yang Meranyau

22 8 1
                                    

maaf atas keterlambatannya😭💚

. . .

pretty banner by,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

pretty banner by,

laviendier <33!

-

Bukan Rendra jenamanya kalau mulutnya tidak meracau bak cerobong asap kereta api. Eksistensi Rendra menunjukan bahwa, tidak selamanya orang yang bertubuh kecil—untuk seukuran lelaki awam—pun nyalinya ikutan kecil. Justru Rendra ini punya segudang nyali berbekal dari mulutnya yang tajam bak belati, Jevano yang notabenenya berbadan besar pun dibuat mala sebab mulut tajam Narendra. Ah, kalau Jaevon sih jangan ditanya. Nyerocos mulu, gak ada rem, begitu juluknya; kata Jevano.

"Ndra, buwong apa tu, Ndra? Buwong puyuh, iya?"

"Sekali lagi lu ngomong kayak gitu, bakal gua pindahin tuh mulut ke dengkul."

Jaket dan training adidas hitam membaluti tiap kerangka tulang si tuan, menambahkan kesan gagah—tak lupa dengan paras yang rupawan. Pula kasut putih tanpa cela, membuat tungkai jenjangnya kian anindita laksana Zeus yang palapa. Rahang tajam dan hidung bangir si tuan, anggap saja itu kelebihan Tuhan. Entah bagaimana yang Maha Esa memahat rupa si citrakara sampai-sampai seluruh rupanya memancarkan afeksi yang amerta.

Namun tetap saja, dibalik kelebihan paras yang paripurna, sifat lelet yang sedari kecil ia tanam menjadi sebuah saksi kalau tampan itu cuma tambahan. Lihat saja, Jevano dan Rendra yang notabenenya sudah siap dengan sandang olahraganya hanya bisa menilik pelik si mitra, ceweknya aja segudang—tapi akhlak budi pekertinya eobseo.

"Butuh berapa abad lagi, Jae?"

"Ntar dulu. Gue lupa cara ngiket sepatu gimana."

Rendra menimpali, "Keseringan pake sepatu yang gak ada talinya, sih. Jadi ya gitu."

"Bentar napa," decak Jaevon yang masih berkutat dengan temali kasutnya. "Mana kaki gue kotor gini lagi," monolognya seraya memandang telapak kakinya yang duli sebab tak sengaja berpijak pada tanah tanpa kaos kaki.

Selang tiga menit mereka menunggu, Jaevon dengan urusan pribadinya akhirnya selesai ditangani. Pemuda itu lantas mengambil posisi berdiri, seraya menepuk bokongnya yang kotor bukan main lagi.

"Dah, yuk."

Jevano melirik sekilas, dan langsung mengalihkan perhatiannya lagi pada ponsel di genggamannya. "Ini kita mau kemana dulu, nih? Gue cari di google map, yang keluar malah Bundaran Senayan." jelasnya, diakhiri dengan netra yang menatap Rendra dan Jaevon bergantian.

Rendra mengangkat bahu, "Gatau gua. Jakarta terlalu luas buat gua yang sekecil beras," rendahnya.

"Jae, tanyain ke doi lo sono, bundaran yang dimaksud Bundaran Senayan apa bundaharan kelas?"

Seandainya ─najaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang