09 | Retisalya Paduka Jaevon

42 15 10
                                    

Retisalya : Luka dalam hati (Sansekerta).

maaf telat update,
soalnya aku lagi bawaan mood gitu :")
(r : berdarah)
cewek tulen psti ngerti lah ya,,

. . .

"UMAAAA, JAEVON MENANG LOMBA NIH, MAA!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"UMAAAA, JAEVON MENANG LOMBA NIH, MAA!"

Memekik kencang bak guntur yang datang siang-siang bolong macam dina ini. Bukan Jaevon si pemborong medali oknumnya, namun Jevano lah yang punya nyali tinggi tuk memanggil umanya, berteriak kegirangan.

Rendra tidak ikut pulang bersama. Katanya, dia ada urusan penting buat kepanitiaan.

Jaevon menggeleng kecil mengingat Jevano itu adalah kakaknya. Tingkah dan rona mulus bak pantat bayi seperti dia, menjadi kakaknya? Buana memang senang sekali bercanda.

Alangkah senandikanya kali ini. Jevano membawa Uma ke dalam dekapnya, seraya memamerkan senyum lebar lima jarinya.

"Nih, Ma. Jaevon, juara dua!" katanya sambil menarik medali yang masih bertengger manja di ceruk leher Jaevon.

Uma tertawa kecil. Kemudian mengusak pucuk kepala Jaevon gemas. "Emang pinter anak Uma ini," katanya, lalu beralih tuk mencubit pipi Jevano. "Jevano juga pinter, semuanya pinter!"

Jevano terkekeh geli, menampakkan semburat senyum malunya dengan mata sabit yang menjadi sorot semaraknya

Jaevon menyalimi tangan Uma sambil tersenyum padu. "Uma, makasih udah doain Adek dari sini pas Adek lagi di Bandung," katanya. "Aa' juga. Hehe, nuhun atuh."

Jevano memutar bola matanya malas. "Yeuu, barang gini mah, sempet-sempetnya manggil gua Aa', tiap detik juga manggilmya asu mulu."

"Jevano mulutnya!"

"Hehehe, enggak, Ma, ampun atuh." kekeh Jevano, membentuk kedua jarinya menjadi abjad V.

Jaevon melirik ke arah dalam rumah, "Abah kamana?"

Uma menggendikkan bahunya, tak tahu. "Gatau, kayaknya keluar dari pagi tadi deh, Uma baru aja bangun pas jam sepuluh tadi." tuturnya seraya tersenyum geli.

Jaevon mencibir. "Tuh kan, uma aja sering bangun siang,"

"Baru kali ini, Jaevon." katanya. "Yaudah gih sana, gantung medalinya di tempat biasa."

Jaevon mencetuskan kurva manis gula-gulanya itu. "Hehe, iya, Ma," katanya. "Oh, iya, Ma. Rendra ada urusan di sekolah, jadi pulangnya agak telat dikit."

Seandainya ─najaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang