02 | Asmanya Yang Rupawan

145 31 37
                                    

2018. Pertama kali mereka bertemu.

Ada satu insan berlabel anak baru gede tengah menyiapkan beberapa peralatan tuk melukisnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada satu insan berlabel anak baru gede tengah menyiapkan beberapa peralatan tuk melukisnya. Hari itu, ia tengah berlomba. Bukan tingkat desa, maupun tingkat kabupaten. Pria dengan senyum manis bak gulali itu tengah menggeluti perlombaannya di tingkat kota.

Pihak sekolah sangat mempercayai Jaevon sebagai tongkat estafet untuk kejayaan sekolahnya. Bagaimana pun juga, lukisan Jaevon memang tidak ada tandingannya.

Ini bukan lomba khusus untuk melukis saja. Namun ini universal kesenian. Ada melukis, menyanyi, seni kriya, bahkan menggambar.

Kanvas besar---bahkan tak kalah besar dari punya Jaevon di rumah itu--- seolah menjadi sorot imajinya, bahwa ia harus menjadi pemenang.

Ah, Pemuda Bagaskara jadi lupa sesuatu. Dimana letak kuas itu berada?

Ia mengobrak-abrik seluruh isi tasnya, namun nihil. Raut wajahnya menjadi kusut, air mukanya seakan menyiratkan kepanikan. Ia harus cari kuas itu kemana?

Mau tak mau, segan tak segan, Jaevon harus berkeliling kepada orang sekitarnya seraya memasang muka melas, seperti bocah yang tak dapat kado ulang tahun di umurnya yang ke sebelas.

"Permisi, punya kuas lebih?"

Terpampang diatas meja ada 5 jenis kuas. Mulai dari kecil, hingga besar.

Orang itu menggeleng sirah sebagai jawabannya. "Gak ada. Semua kuas ini, aku butuh."

Jaevon balas dengan anggukan. "Oke. Makasih." katanya singkat.

Lalu, ia bertanya lagi ke orang yang berbeda, tak berdiri jauh dari posisinya berada. "Eh, kamu punya kuas lebih gak?"

"Gak."

"Jangan bohong."

"YA ALLAHHH SEJELEK APASI MUKA GUE SAMPE DIKATA BOONG BEGITUUU???"

Jaevon terperanjat kaget, pair jantungnya ketika ia membelungsang dirinya tanpa aba-aba. Sorot matanya tajam bak klangkyang, apalagi ketika Jaevon mendengar deru napasnya yang semakin anggara. Dia bisa mati gaya lama-lama

"Y-yudah biasa aja, wong gue cuma guyon." cicit Jaevon seraya memposisikan tubuh tunduk seratus delapan puluh derajat.

"Guyonanmu iku ra ono lucu-lucune blas. Ngotak."

Jaevon meringis dalam hati. Selain kasar, ucapan pemuda ini cukup pedas juga. Ia tak kuasa tuk adu mulut dengan pandawa dihadapannya ini. Berseragam kotak-kota merah, dengan rompi hitam ala sekolah elit. Ah, Jaevon macam tahu seragam ini.

"Nama lo siapa?"

"Ngapain nanya? Naksir lo sama gue?"

Jaevon menepuk keningnya, "Kalo gue jadi cewek juga, gue bakal milih cowok lain asalkan orangnya bukan lo." katanya, beralasan.

Seandainya ─najaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang