Pengumuman

83 22 4
                                    

2 minggu kemudian...

Pagi ini langit menampakkan wajah masamnya, tidak seperti biasanya terlihat cerah dan memberikan aroma pagi yang membuat manusia semangat untuk menjalani hari-harinya.

Sial sekali hari ini, gadis itu lupa membawa sesuatu yang harus disediakan sebelum hujan. Apalagi kalau bukan payung? Sepertinya kiasan itu benar, sedia payung sebelum hujan, atau tubuhmu akan basah kuyup.

Sebenarnya belum hujan, sih. Hanya rintik-rintik malu saja. Tapi tetap saja Roha ini benci dengan kiriman air dari langit tersebut.

Dilihatnya jalan di depan, mungkin membutuhkan dua menit lagi untuk masuk di fakultasnya. Dia berlari cepat sembari menggenggam erat tali sling bag-nya. Tak peduli betapa lelahnya kaki dan berkurangnya pasokan oksigen di paru-parunya, gadis itu tetap melaju kencang.

Universitas apa 'sih ini? Luas sekali dan mengapa tidak menyediakan ojek untuk menuju calon fakultasnya yang di ujung kulon itu.

Ditengah langkahnya yang mulai melambat tidak seperti tadi, dia merasakan rintikan hujan itu tak lagi menyentuh dirinya. Roha menghentikan langkah, melihat bayangan kelabu di samping kakinya. Payung.

Dan, sepatu berwarna navy.

Netranya beralih ke samping, harum maskulin dapat dia rasakan sedang memasuki rongga hidungnya. Roha kenal aroma ini, sejak pertama bertemu.

Em.

"Kamu gak lihat perkiraan cuaca hari ini, ya? Kenapa nggak bawa payung terus ngebiarin diri sendiri capek lari-lari."

Roha mengatur nafasnya, "mana sempat."

"Kita jalan habis nafasmu normal, ya."

Gadis itu hanya mengangguk, sembari memegang lututnya yang terasa akan patah.

Roha kembali menegakkan badannya, "terima kasih."

Em hanya tersenyum sembari tangannya terus menahan beban payung yang terasa berat dikarenakan tiupan angin.

"Sudah?"

Roha kembali mengangguk.

•••

Dihadapan keduanya, kini sedang terpampang papan pengumuman yang besar, mereka berdiri di tengah-tengah lautan manusiaㅡ hmm tidak sampai 'sih. Tapi lumayan membuat keduanya sesak.

Em saat ini ada di belakangnya, dia juga terlihat tak nyaman berdesak-desakan seperti ini.

"Roha, gimana kalo kita nanti aja liat pengumumannya?" Em sedikit berbisik mengatakannya, dan karena bisikan itulah membuat tubuh Roha merinding.

"Kenapa?"

"Sesak, aku gak suka."

"T-tapi, kan.... awh!"

Tubuh Roha seharusnya jatuh karena ulah orang-orang di kiri dan kanannya, namun bak waktu terhenti, dirinya ditahan oleh tangan kekar laki-laki dibelakangnya. Tangan laki-laki itu bertengger nyaman dipinggangnya. Sedikit diremas lantaran tak mungkin sanggup hanya sekedar menahan.

Roha kaku seketika, darah ditubuhnya seolah berhenti mengalir. Matanya sedikit membola saat dirinya kembali ditahan oleh tangan kiri Em.

Posisinya sekarang, berada didalam dekapan Em.

Roha mengerti, laki-laki ini berniat menjaganya. Takut jika ada orang yang akan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Padahal kalau dipikir-pikir, yang seperti itu adalah Em.

CRUSH: Kim Myung JunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang