Dentuman Hati

54 16 12
                                    













Malam ini aku kembali mendengar suara yang menakutkan dan menyayat hati, lagi. Rasanya percuma, ruangan yang kedap suara, rumah yang besar, sekat antar kamar yang jauh, namun suara bentakan, teriakan dan tangisan lebih mendominasi daripada suara burung hantu yang bersahutan pada malam hari.

Tahun ke tahun, bulan ke bulan, minggu ke minggu dan hari ke hari, mereka tidak menyadari ada yang lebih tersiksa dan tak nyaman sejak dulu. Mereka tidak tahu tentang uang yang mereka berikan padaku ke mana ku habiskan, mereka tidak tahu selama ini aku bolak-balik ke rumah sakit untuk mengobati rasa takut ku.

Aku menangis dalam diam, ketakutan dalam diam, dan tersiksa sekaligus. Jika aku membantu ibu, aku akan kena imbasnya. Tapi aku yakin, ibu lebih tersiksa daripada aku.

Ibu... aku akan membawa diriku dan dirimu keluar dari sarang iblis ini.


Em.


***


Terkadang terlintas dipikiran Roha, 'mengapa senin ke minggu itu lama banget? Sedangkan minggu ke senin itu cuma butuh waktu dua puluh empat jam?' Artinya sama saja tidak ada waktu untuk banyak beristirahat.

Hari ini Roha ingat ada jadwal presentasi dengan anggota kelompoknya kemarin, anggotanya itu termasuk Em. Tebak saja siapa yang lebih banyak bekerja dalam kelompoknya? Tentu saja Roha dan Em.

Biasalah.

"Kelompok satu silakan perwakilannya untuk menyampaikan hasil diskusi kalian." Ujar Pak Hwang sambil membenarkan kacamatanya yang sedikit melorot.

Kelompok kami yang dipanggil saling memandang di antara lingkaran ini, melemparkan tatapan bingung tentang siapa yang akan sukarela presentasi. Roha dari tadi sengaja hanya menunjukkan tatapan polosnya. Masa dia yang mengerjakan dengan Em tapi mereka juga yang akan presentasi?

Dari dulu memang tidak pernah ada yang namanya keadilan dalam kerja kelompok.

Roha membenci kerja kelompok. Kalian pasti juga, kan?

Sekali lagi Pak Hwang bersuara, "mana kelompok satu? Mau Saya kosongkan nilainya?"

Oh... kelompoknya ini lupa Pak Hwang orangnya sarkas dan sangat pelit dengan nilai. Jika kali ini dia dan Em lagi yang akan jadi tumbal, Roha dapat mengakalinya pada laporan nanti, nama mereka yang tidak membantu sama sekali akan Roha beri warna merah.

Kalian dapat menirunya.

"Em sama Roha yang bakalan presentasi, Pak! Sebentar mereka siap-siap dulu."

Roha melotot. Park Jinwoo setan!

Lihat. Bisa-bisanya Em dengan tenang disebut seperti itu, seperti tidak terbebani sama sekali. Sedangkan Roha masih melotot dengan hati yang tak tenang.

Em yang berada di samping Roha berbisik, "udah nggak apa-apa. Kamu moderator presentasi sama geser slide aja nanti."

Roha yang terpaksa lantas menunduk dan segera berjalan mengikuti Em yang membawa laptop ke depan kelas.

Sekitar sepuluh menit berlalu, mereka presentasi dengan lancar tanpa kesulitan. Ditambah sesi diskusi dengan kelompok lain yang Em jawab dengan lancar. Roha yang melihatnya sangat kagum dan tidak menyangka, dia hampir lupa pernah melihat laki-laki di depannya ini ke psikiater yang entah untuk apa.

Mengingat itu Roha menunduk, kalau benar temannya ini ke psikiater untuk dirinya sendiri, itu berarti dia sedang mengalami masa sulit. Ingin rasanya Roha bertanya, tapi itu bukan hak dia untuk ikut campur ke urusan orang lain.

CRUSH: Kim Myung JunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang