Pertemuan Pertama

155 31 9
                                    

Hari ini merupakan tes tertulis untuk masuk di Universitas. Roha tak menyangka dia masuk ditahap kedua setelah tes nilai yang ia hadapi dua minggu yang lalu.

Jung Roha; gadis yang piawai dalam menggambar, terutama komik. Sedari kecil dia sangat suka menonton anime Jepang ditelevisinya. Hal inilah yang membuat imajinasinya semakin luas seiring bertambahnya usia.

Semuanya sudah diplanning, pokoknya setelah SMA nanti Roha harus masuk dijurusan Animasi!

Cukup dewasa bagi bocah seusianya, dulu. Untuk menentukan kemana masa depannya nanti berkuliah.

Hari ini, jam ini, menit ini, detik ini. Adalah perjuangan dari penantiannya sejak kecil. Roha harus berusaha, dan belajar satu malam suntuk untuk tes hari ini.

Dirinya mengantuk, teramat lelah untuk menggapai masa depannya.

Kenapa 'sih? Mau kuliah segininya?

Keluhan itu tidak berani ia lontarkan dihadapan ibunya, yang membesarkannya sejak kecil, tanpa sosok ayah.

Entahlah, kemana pria itu sekarang berada. Roha tidak peduli, dan tidak mau tahu. Lagi pula, ibunya tak pernah bercerita banyak tentang Sang ayah.

Duduk di barisan keempat. Hmm, lumayan untuk berlaku curang. Tapi itu bukan Roha sekali. Roha itu hatinya cantik dan selalu memasrahkan diri dengan keadaan.

Jika mampu ya jawab, jika tidak ya ngapain dijawab.

Tangannya dengan cekatan mengeluarkan alat tulis dari tas biru lautnya. Menyusunnya dengan rapi dimeja yang telah disediakan oleh panitia.

Setelah semuanya selesai, dia menyandarkan punggungnya ke badan kursi. Dilihatnya jam tangan ungu yang melingkar cantik ditangannya. Oh, masih lama lagi.

Dia pun berniat mencari teman, barang satu, agar mudah nanti jika benar dirinya dinyatakan lulus.

Pandangannya berpencar mengamati satu per satu insan yang ada. Tak ada yang menarik, selain lelaki disampingnya. Lelaki berambut pirang, dengan badan yang sedang; tak tinggi, tak gendut, tak juga kurus. Tampan, sempurna. Pahatan rahang itu meliuk kebawah mengecil di bagian dagu. Tak lupa, hidungnya yang tinggi dan mancung, menambah kesan wajahnya yang ideal.

"Hai!"

Roha terperanjat, merasa malu karena kedapatan memperhatikan dengan tatapan kagum. Dengan cepat dia kembali mengarahkan torsonya ke depan. Duduk dengan tegak, seolah siap untuk mengikuti tes selama dua jam kedepan.

***

Satu setengah jam telah berlalu. Setengah jam lagi waktunya selesai. Masih ada beberapa soal yang belum terjawab oleh Roha.

Jujur, saat ini Roha sedang kesulitan. Alat yang dia gunakan untuk mengukir tanda silang itu tak berfungsi.

Bagaimana, ya? Mau minta bantuan takut dikira menyontek dan sok akrab.

Roha hanya tak sadar, bahwa sedari tadi ada yang memperhatikan tingkah lakunya. Bukan, bukan bapak-bapak gendut berkumis itu. Tapi yang tadi.

Hmm.

Saat tangannya terulur ingin menyentuh pundak manusia didepannya, tiba-tiba netranya melihat benda panjang berguling di mejanya. Oh, ini sebuah pensil.

Tatapannya mencari penyelamat itu. Setelah tatapannya berpencar mencari keberadaan Sang malaikat. Tatapannya stuck dengan laki-laki disampingnya, iya laki-laki berambut pirang itu. Tersenyum kearahnya.

CRUSH: Kim Myung JunWhere stories live. Discover now