Takdir Indah yang Tak Disadari

41 10 4
                                    


Selamat membaca💜


______

Tidak ada yang indah di hidup Em.

Begitulah hati seorang anak politikus itu berbicara, menyesali berkali-kali takdir yang diberikan oleh Yang Kuasa. Hingga lupa menyadari, bertahan sejauh ini adalah hal yang indah di hidupnya.

Manusia lupa akan kenikmatan kecil karena terlalu banyak menerima luka.

Tidak jadi mendapat pukulan, acara minum teh bersama ibunya berantakan, menyisakan tangis. Sekarang Em sendiri di kamar, lebih tepatnya menumpu kepalanya di atas lutut, menerawang lebih jauh ke depan dengan pandangan yang kosong.

Sekarang Em yakin, ibunya akan menggantikan konsekuensi yang seharusnya untuk Em.

Masih pukul delapan malam, Em terpikir mengajak Roha ke luar untuk sekadar menikmati udara malam, ingin bercerita banyak tentang hari ini.

Lagipula katanya ibu Roha sudah sehat, jadi Roha pasti bisa menemaninya.

Em mengambil ponselnya di nakas, mencari kontak Roha untuk dihubungi. Tak lama Roha mengangkat panggilannya. “Roha… bisa temenin aku?”



•••


Dugaan Em benar, kali ini ia bersyukur Roha langsung mengiyakan ajakannya. Roha jarang sekali mau diajak Em untuk bertemu malam-malam seperti ini.

“Tumben mau diajak keluar malam.”

“Ibu udah tidur.” Jawab Roha dengan suara pelan diakhiri dengan cengiran khasnya.

Em tertawa kecil, “nakal kamu, ya.”

Roha menyadari dari mata laki-laki di hadapannya, keadaannya tidak baik-baik saja pasti. Bagaimana ya? Roha sudah lama menyadari bahwa ada yang tidak beres dalam diri Em, tapi ia takut bertanya karena hal ini pasti menyangkut privasi Em.

Lama memperhatikan Em, akhirnya Roha berani untuk bertanya meski dengan hati-hati. “Gimana perasaan kamu hari ini? Seneng?”

Hanya tersenyum, hanya seperti itu jawabannya. Perasaan Roha menjadi kalut, bingung harus menanyakan apa lagi sedangkan Em tidak mau jujur.

“Kamu kalau mau nangis ya nangis aja, mata kamu nggak bisa bohong.” Sempat terdiam beberapa saat, Roha dibuat terkejut dengan pergerakan Em selanjutnya.

Em memeluknya, menangis seperti tidak diberikan kesempatan hidup untuk hari esok. Dalam tangisnya menggambarkan fisik dan mental Em yang lemah, tidak berdaya, dan hampa.

Roha mengerti mengapa Em menangis sampai seperti ini, laki-laki yang sekarang berada di pelukannya pasti sudah memendamnya terlalu lama.

Sembari mengelus punggung Em yang bergetar hebat diakibatkan tangis yang tak kunjung berhenti, Roha mengucapkan kalimat penenang.
“Lepasin aja, kamu sedih atau marah luapkan aja semuanya.”

Ada sekitar sepuluh menit mereka berada di posisi yang sama, Roha pun merasakan bahunya basah yang mungkin dikarenakan air mata Em yang jatuh. Tangisnya tidak sehebat tadi, Em juga sudah terdiam. Roha mencoba melirik Em sedikit dan ia dapati Em sedang terpejam.

“Em kamu tidur?”

Em menggeleng. “Aku malu buat ngelepas pelukan ini, muka ku pasti jelek.”

Penuturan Em membuat Roha tertawa, dirinya juga tidak dapat memaksanakan Em harus melepas pelukannya karena Em pasti masih butuh ketenangan. Biarkan Roha pegal karena nyatanya badan Em ini sebenarnya berat, dan rambutnya sedikit… lepek.

Roha terus mengelus punggung Em, lama-lama malah Roha yang tertidur kalau seperti ini ceritanya. Karena jujur Roha sudah mulai mengantuk, belum lagi angin malam membawa suasana tenang. Di taman rumah sakit juga sepi sekali. Sangat mendukung.

Beberapa saat setelah Roha menghembuskan nafas karena tak kuat lagi menahan beban, Em melepaskan pelukannya. Pipinya sudah mengering dari air mata namun matanya malah tambah sembab dari sebelumnya.

“Eiy… jangan lemes gitu dong.” Roha memegang pundak Em hingga cara duduk laki-laki itu kembali tegak.

"Masih sedih? Marah? Atau ada yang ngejanggal di hati kamu? Cerita aja ya.”

“Aku belum siap nyeritain semuanya.”

“Nggak masalah, aku juga nggak maksa.” Roha melepas genggamannya pada pudak Em, sejenak ia tatap laki-laki di hadapannya sekarang.

CRUSH: Kim Myung JunWhere stories live. Discover now