Chapter 43. The Warn That Come True

42 3 0
                                    

Ada hening yang membalut dua presensi disana, memberikan kesempatan untuk berkutat pada pikiran masing-masing setelah kepergian Jungkook lima belas menit yang lalu. Jimin memang sengaja berdiam diri sejak tadi, tidak mengambil alih pembicaraan Hwa Yeon dengan Jungkook, pun membiarkan istrinya itu membongkar semuanya sendiri sebab ia rasa tak cukup pantas untuk ikut berucap.

Lantas setelah Jungkook pergi dari ruangan ini, ia menunggu waktu yang tepat, menimang untuk membahas kelanjutan pernikahannya dengan Hwa Yeon. Ia sudah cukup lama merenungkan hal ini, setidaknya keputusannya nanti adalah jalan terbaik yang ia temukan.

"Bukankah itu benar?" Tanya Jimin memecah keheningan mereka, membuat Hwa Yeon mengalihkan atensi padanya.

"Bukankah yang dikatakan Jungkook itu benar? Kau berhasil membuat Hwa Young hancur dan tanpa sadar kau juga sudah membuat kehancuranmu sendiri. Kurasa Hoseok dan Yoon Sung sudah mengingatkanmu tentang ini."

"Jim–"

Tanpa memberikan kesempatan istrinya itu membela diri, kini biarkan Jimin yang mengambil alih pembicaraan mereka. "Kurasa sudah cukup aku berdiam diri selama ini. Membiarkanmu melakukan semua semaumu hingga berakhir seperti ini."

Hwa Yeon menggeleng keras, menolak ketakutan akan layangan ucap yang hendak suaminya itu katakan. Terlalu takut jika bayangan yang tiba-tiba saja menghampirinya barusan menjadi nyata. Tidak, dirinya belum siap akan hal itu kendati sejak lama sudah merasakan pertanda yang semakin jelas.

Jimin mendengus senyum dalam tundukan kepala, "bagaimana rasanya bermain dibelakangku? Bahkan tidak ada larangan untukmu, meski aku mengetahui semuanya." Ia menatap wanita itu, "apakah lebih seru? Apa itu menyenangkan, Yeon? Hoseok, Jungkook, dan Yoongi... kau bisa bebas bermain sesukamu."

Ada jeda sejenak sebab Jimin menumpukan kaki kanan diatas kaki kirinya, badan atasnya maju guna memposisikan tangan yang menumpu kepalanya dengan nyaman sembari jemari yang mengusap dagu seakan berpikir, "hmm... aku penasaran, siapa yang kau pilih? Permainan siapa yang kau suka?"

Hwa Yeon masih betah pada gelengannya, "bukan seperti itu, Jim."

"Bukan seperti itu bagaimana maksudmu, Yeon? Apa kau mau mengatakan bahwa semua yang kulihat selama ini hanya halusinasi?" Jimin mendengus seraya membuang muka sekilas lalu kembali menatap istrinya, "jangan bercanda, Yeon. Tidak ada sisi lucunya sama sekali."

"Kau bilang tadi kalau orang kembar mengalami hal yang sama, kan? Tenang saja, akan kuwujudkan itu untukmu." Ia menyugar senyum menyimpan arti, "begini saja mudahnya, Yeon. Bagaimana kalau pertanyaan Jungkook untuk Hwa Young saat itu kulontarkan padamu?" Tatapan Jimin begitu mendominasi, tidak ada lagi Jimin yang selama ini Hwa Yeon kenal. Sorot matanya penuh intimidasi kendati Hwa Yeon menemukan kekecewaan bercampur penyesalan disana.

"Aku tidak tahu anak siapa yang kau kandung. Bisa saja itu calon anak Jungkook, karena tentu kau harus mendalami peranmu sebagai Hwa Young, hal-hal seperti tidur bersama pasti sering kalian lakukan. Aku benar, kan?" Jimin tersenyum, kontras dengan kesedihan yang tersirat dalam rautnya.

Lelaki itu menarik napas perlahan, begitu berat rasanya untuk mengambil napas. Ia mendengus senyum seraya menunduk, "atau bisa saja anak Hoseok, sebab aku tahu kau masih menjalin hubungan dengannya. Kalian sering menghabiskan waktu bersama, berlibur selama beberapa hari saat aku melakukan perjalanan bisnis. Apa kau mau menyanggahnya, Yeon?"

"Apa kau Jimin yang kukenal? Kalau kau memang Jimin, suamiku, kau pasti mengerti istrimu dengan baik. Aku tidak–"

"Tidak pernah melakukannya?" Potong Jimin saat itu juga seraya mengangkat kepala menatap sang istri, satu alisnya tertarik lebih tinggi. "Membual, ya? Aku pernah mendapatimu bersamanya di club malam, terlihat jelas kalau kalian sangat menikmati sentuhan satu sama lain. Aku tidak bodoh untuk menyadari apa yang kalian lakukan setelahnya."

Who Are You?Where stories live. Discover now