07

1K 251 22
                                    

Kabut semakin tebal dan udara semakin dingin. Raungan malam terdengar dari segala penjuru, membuat perasaan semakin tidak enak. Teriakan dari tangga menghilang begitu saja tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Detakan jantung menggebu-gebu hingga rasanya waktu berjalan dengan sangat lambat.

Kelimanya tidak bisa menyembunyikan ketakutan yang ada. Deruh nafas yang memburu, keringat dingin yang membanjiri dan keheningan yang melanda. Jaemin memejamkan matanya dengan erat, menajamkan pendengarannya untuk mencari suara-suara aneh di sekitarnya.

Sesaat kepalanya terasa membesar dengan pandangan yang kabur. Ia mengerjapkan berulang kali, telinganya berdengung nyaring hingga rasanya sangat sakit. Samar-sama ia melihat sosok lain dengan rambut sebahu menatap ke arah mereka. Kulitnya putih pucat saat sinar bulan memaparinya dan tidak menatap ke tanah.

"Kau melihatku bukan?" Hembusan dingin menyapa telinganya. Padahal jarak terbilang cukup jauh.

"Khhau swiapa—" jaemin mencoba menyentuh mulutnya, ia tidak bisa berbicara dengan jelas. Tangannya sangat sulit di gerakan, gemetar tubuh semakin menjadi saat sosok itu semakin mendekat dan menindih tubuhnya yang duduk bersandar pada pintu.

"Kalian seharusnya tidak mencari tahu, taruhan sudah di mulai—kau akan terus di kejar sampai korban sebelumnya di temukan." Bisik sosok itu. Rambut pendek dengan tidak ada mata, serta kuku yang terpotong habis menampilkan daging.

Jaemin bertanya-tanya dalam hati, kenapa semua memperingatkan mereka tentang hal ini. Mengatakan jika mereka sudah melakukan kesalahan, pria bernama Yuta itu pun seolah menyembunyikan sesuatu.

"—pergi." Lirihnya, rasa sesak menguasai, keringat dingin membanjiri dengan tubuh bergetar. Sepertinya ia ketindihan, tubuhnya sangat sulit di gerakkan.

"—BUKA PINTUNYA." Teriakan keras membuat sosok pucat terkejut. Ia mengerjapkan kelopak matanya berulang layaknya manusia.

"Pergilah ke perpustakaan sekolah. Ambil sima yang berada di sana. Setidaknya lindungi dirimu dari dia. Kau tidak akan tahu kapan kau mati," Rose namanya, hantu wanita yang menunggu Lonceng tua. Mati secara mengenaskan sebagai Target dari si Pencari, sosok dingin yang membunuh siapapun.

Selama disini, ia tak pernah melihat ada orang yang berani mencari tahu lebih dalam lagi soal misteri menghilangnya anak sekolah ketika membuka pintu di atas Jam 10. Rose sudah menolong beberapa anak untuk lolos dari dia. Tidak terhitung berapa banyak yang menjadi korban.

"—jangan pergi sendirian, dengarkan setiap suara di balik dinding. Itu akan menolongmu."

Menyelesaikan kalimat terakhir, sosok tanpa mata itu melayang pergi dan kembali ke tempatnya semula. Di dalam lonceng besar itu.

"Jaemin jaemin jaemin—" Yangyang menepuk pipi Jaemin berulang kali, mereka berulang menahan dobrakan sekuat tenaga dan Jaemin seolah ketindihan.

Dengan cepat Jeno membantu, menahan dobrakan pintu sedang Haechan mengumpulkan potongan tubuh yang terpisah. Pertama kali dalam hidup merasakan malam yang sangat panjang. Jeno menepuk pelan pipi Jaemin, "Hey, sadarlah." Bisiknya.

"BUKA PINTUNYA!"

Kerjapan mata yang berulang dan pasti, jaemin berhasil mengambil kesadarannya. Kelopak matanya melebar dan melihat ke arah Jeno seperti orang bodoh.

Tubuh mereka tersentak, tendangan keras dari balik pintu tidak main-main.

Haechan berusaha keras meraih potongan tubuh yang berada di luar menara. Meletakan di lantai untuk di susun. "Haechan, hati-hati. Kami masih sanggup menahannya." Seru Mark.

1》I Can Hear Your Voice : Secret | Nomin ✔Where stories live. Discover now