e i g h t

3.6K 636 193
                                    

Chapter 8 : music box
4422 words

Untungnya Professor Mcgonagall mau memaafkanku. Beliau sangat dermawan, dan juga repot-repot berbaik hati dengan memotong sepuluh angka dari asramanya sendiri. Tapi yang paling aku syukuri adalah, dia masih mengizinkanku mengunjungi Hogsmeade lagi. Asalkan aku siap ditertawakan orang, begitu ucapnya. Pun aku sama sekali tidak peduli. Itu 'kan hak mereka untuk tertawa. Memang serendah itu humornya.

Sejak kejadian itu pula, Fred tak berhenti tertawa dan minta maaf setelahnya. Begitu pula kembarannya; George. Para penggemarku juga, mereka seperti puas sekali melihatku tiduran diatas salju. Sekali lagi, untung saat aku sama sekali tidak ambil pusing dengan yang seperti itu.

Untuk sekarang yang jadi masalahnya adalah Harry yang terlihat murung sepanjang makan malam, sampai Ron dan Hermione pun terus-terusan memandang Harry cemas. Aku yang tidak tahu apa-apa cuma bisa diam, melihat mereka bergantian. Sebab setiap kali aku bertanya kenapa, tidak ada yang menjawab. Yang aku dapatkan cuma tatapan prihatin dan kasihan.

Ketika aku hendak langsung bertanya kepada Harry, aku berpikir dua kali saat akan berbicara untuk pertama kalinya. Mungkin penyebab mereka tidak menjawab pertanyaanku dari tadi adalah karena Percy berada didekat mereka. Aku pikir jika mereka membicarakannya secara gamblang dihadapan Percy, mereka bakalan mendapat nasihat membosankan atau celotehan sok nya yang memuakan. Aku juga tak mau itu terjadi. Tapi lagi-lagi aku tidak bisa mengalahkan rasa keingintahuanku yang menggebu-gebu seperti ini.

"Harry... kau, er-kenapa?" Tidak ada jawaban.

"[Name], aku pikir Harry sedang tidak mau bicara deh," Kata George yang duduk dipinggirku. Aku mengangguk pelan. Lalu kembali melanjutkan makan malam tanpa bersuara.

"[Name], [Name]. Jangan murung begitu dong, ini kan akhir semester. Kita harus merayakannya dengan semua mainan yang kita punya." Kata Fred setelah menegak jus labunya. Aku tersenyum, lalu ingat kalau mainanku habis diinjak-injak orang saat insiden tadi.

Tapi mereka berdua menepati ucapannya. Kami sudah memasang selusin bom kotoran saat Harry melintas di ruang rekreasi menuju kamarnya. Aku segera memotong langkah anak itu, lalu berdiri didepan Harry.

"Sesombong itu sampai kau tak mau bercerita apapun tentang apa yang baru saja menimpamu padaku?" Ucapku gamblang.

Sambil menghela nafas Harry mau tak mau menjawab, "Kalau saja kau bukan satu-satunya orang yang menenangkanku saat aku mengingat Ibuku seperti seorang pecundang, aku tidak akan bilang kalau sebenarnya aku mendengar Para petinggi sekolah mengobrol bahwa Sirius Black itu adalah teman dari orang tuaku. Tapi ternyata dia juga lah orang yang telah memberi tahu di mana lokasi persembunyian Ayah dan Ibuku dari Voldemort sehingga dia berhasil membunuh mereka pada malam itu. Dan setelah mengatakan itu aku ingin bertanya padamu, [Name]. Apa kau masih akan mengagung-agungkan seorang penghianat bernama Sirius Black tersebut?" Ucap Harry dalam sekali nafas, aku tercekat. Pantas saja hal ini membuat Harry diam.

"Harry-aku... maaf jika aku harus memaksamu mengatakannya. Aku benar-benar tidak bermaksud-"

"Sudahlah, aku tidak perlu permohonan maaf darimu. Tolong minggir, aku mau tidur." Ujar Harry Potter dingin, kemudian pergi menuju kamarnya dengan tergesa-gesa sampai Ia menubruk bahuku agak keras.

Aku terdiam. Harusnya aku tidak menaburi luka Harry dengan garam seperti itu. Jadi untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku menyesal. Benar-benar merasa tidak enak pada Harry. Astaga, teman macam apa aku ini? Selama aku berdiri di tempat yang sama saat aku berbicara pada Harry, Fred dan George menghampiriku.

Kedua badut Hogwarts itu mengapit tubuhku-lalu merangkulnya dan membawaku menuju depan perapian. "Kurasa itu bukan perbincangan yang bagus." Fred mengangguk menanggapi apa kata kembarannya.

Harry Potter and The Prisoner of Azkaban X ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang