f o u r

5.2K 822 76
                                    

Chapter 4 : hogsmeade
2535 words

Aku bangun pagi-pagi sekali, pasalnya surat perizinanku ke Hogsmeade tiba-tiba menghilang. Hermione sudah memberi petunjuk disegala tempat, tapi tetap saja nihil.

Surat itu tidak ada dimanapun dalam seluruh penjuru kamar. Bahkan setelah aku mengobrak-abrik lemari pakaianku tetap tidak ada. Aku jadi khawatir apa benda itu hilang atau jatuh disuatu tempat. Hermione yang membantuku juga sudah jengah, Ia duduk di ranjangku—memandangi tumpukan baju-bajuku disisinya.

"Umm, [Name]. Aku yakin ini bukan sweater-mu 'kan?" Aku mendongak, melihat apa ujung tangan Hermione. Sontak aku bangun dari dudukku dilantai; langsung saja berdiri dan menghampiri benda itu. Bagaimana bisa aku melupakannya? Yaampun maafkan aku..

"A,ah. Tentu itu bukan punyaku." Sebisa mungkin aku nyengir, merutuki diri dalam hati. Nyatanya aku se-amnesia itu, hah. Memalukan.

"Lalu kalau begitu ini milik siapa?" Semprot Hermione—sepertinya sudah sangat penasaran.

"Ini milik Weasley, F—"

"Hermione, Ron sudah menunggumu. Ayo kebawah cepat! Kau juga 'kan [Name]?" Parvati tiba-tiba saja masuk dan memotong ucapanku. Hermione mendelik—tatapannya pun ganjil dan agak tidak bersahabat. Ia berjalan menuju pintu tapi berbalik lagi menghadapku. Sayangnya aku kurang peka kalau sedang begini, buru-buru saja aku jawab sekenanya, "Ya, aku harus membereskan ini dulu." Lalu nyengir. Secepat kilat Hermione keluar dan menjauh tanpa pamit, diikuti Parvati yang tampak kebingungan. Dia ini kenapa sih?

Barang-barang yang tadi berserakan sudah kembali ke tempatnya, kecuali sweater Fred yang akan aku berikan padanya hari ini juga. Aku sudah merasa tidak enak, lagipula kenapa anak itu tidak menagihnya?

Ah ya, sayang sekali aku tidak akan ikut ke Hogsmeade. Aku baru ingat kalau beberapa waktu lalu aku membongkar koper; menemukan kertas—melipatnya menjadi origami burung dan menyihirnya agar terbang. Lalu, dia tidak pernah kembali.

Parahnya aku baru sadar sekarang kalau burung jadi-jadian itu adalah Surat Perizinanku.

Memalukan.

Koridor tampak agak sepi dari anak-anak kelas 3 karena sebagian besar pergi ke Hogsmeade. Sambil membawa-bawa sweater Fred, aku menghampiri Harry yang sedang melepas kepergian Ron dan Hermione dan tidak ia sadari. Aku berdiri disebelahnya lalu berteriak "Dadah!" Sampai membuat Harry melonjak kaget.

Hanya Ron yang membalas 'Dadah'-ku. Hermione hanya menatapku datar—tidak berkutik sedikitpun. Mereka pun pergi, menyisakan aku dan Harry.

"Ini sunyi, bukan begitu Har?" Harry menoleh dan membelalak ketika aku memanggilnya 'Har'. Tidak menggubrisnya, aku memperhatikan keadaan sekitar sembari menyalipkan tanganku pada saku jaket.

Harry menarik lenganku, berjalan entah kemana yang jadinya aku ikuti saja. "Tidak ke Hogsmeade [Name]?" Tanya-nya ditengah perjalanan entah berantah ini. Harry menyisi, duduk di pembatas koridor. Menepuk tempat disebelahnya mengisyaratkanku agar duduk disitu, aku menurut.

"Suratku kabur. Kau sendiri?" Harry menghela nafas.

"Tidak ada wali, tidak ada pula Hogsmeade. Kau—suratmu kabur?" Aku tersenyum sampai gigi depanku tampak semua. Setelah menceritakan kejadiannya Harry tertawa, belum pernah Ia melakukan itu akhir-akhir ini. Aku jadi agak lega, dibuatnya.

"Kenapa tidak pakai jubah tak terlihatmu saja, eh?" Harry nampak sudah sangat menyiapkan jawaban dari pertanyaanku. "Dementor bisa melihatku. Menghindari kejadian seperti terakhir saat aku menghadapi mereka. Lagipula, Hermione juga mengkhawatirkan tentang Black." Aku manggut-manggut.

Harry Potter and The Prisoner of Azkaban X ReaderWhere stories live. Discover now