18. "For God sake, stop acting like a child!"

Start from the beginning
                                    

     Malam itu Win menghabiskan berjam-jam berdiam diri di tengah kolam. Ketika mobil yang membawa keluarganya sampai, mereka mengira Win sudah terlelap di kamarnya. Menyisakan Mick yang haus dan berkunjung ke dapur.

     Kening remaja itu berkerut melihat pakaian kakaknya di pinggir kolam. Mick menggeser pintu lalu melangkah keluar. Matanya membulat sempurna sebelum menjeritkan nama lengkap Win. Membuat gaduh satu rumah di tengah malam.

     Terkadang Win tidak paham dengan cara kerja otak adiknya.

     Mick mengira Win bunuh diri.

*****

Birmingham, UK

Februari 7, 20XX


     Tay meletakan handuk kecil yang direndam ke air hangat pada kening Bright. Punggung tangannya mengecek leher Bright, merasakan panas tubuh Bright yang tidak kunjung turun.

     "Kita bisa pulang tanggal sepuluh Februari. Itu tiga hari sebelum kelas pertama dimulai. Pesan tiket sekarang, Tay?" Off mendudukan dirinya di samping Bright, ikut merasakan suhu tubuh sahabatnya.

     "Aku tidak tahu, Off. Aku tidak tenang meninggalkan Bright sakit seperti ini."

     Off menghembuskan nafasnya berat. Dua hari yang lalu Dylan memberi tahu jika ia membawa Bright ke rumah sakit. Pria berkulit coklat itu hampir pingsan di tengah kelas. Off dan Tay bergegas menyusul.

     Dokter bilang kelelahan dan... banyak pikiran.

     "Aku tidak melihatnya menelfon dengan Win seperti biasa."

     "Ya, aku juga menyadarinya."

     "Mereka bertengkar lagi?"

     "Menurutmu?"

      Tay mengangguk. "Sudah pasti. Lihat saja, dia mengambil kelas setiap hari. Bahkan di hari Minggu. Bright gila, dia tidak memikirkan kesehatannya sendiri dan mendahulukan targetnya pulang ke Bangkok."

     "Itu sesuatu yang akan kamu lakukan demi cinta, bodoh."

     "Cih, seperti pernah jatuh cinta saja kamu, Jumpol."

     Mengatupkan bibirnya kembali, Off melirik ponselnya yang berbunyi. "Halo, Gun?"

     Tay memutar bola matanya jengah. Berada di tengah-tengah orang dimabuk cinta membuat kepalanya pening. Tay menepuk pipi Bright perlahan. Mencoba membangunkan Bright. Ini sudah siang dan pria itu belum mengisi perutnya sama sekali.

     Off dan Tay membuat bubur hangat dengan resep seadanya dari internet. Beruntung mereka tidak membakar dapur seperti kemarin.

     "Bangun dulu, bodoh. Isi perutmu, abis itu minum obat."

      Bright menyingkirkan jemari Tay dari hidungnya. "Kepalaku pusing."

      "Kubilang makan, habis itu minum obatmu. Kalau begini terus bagaimana mau sembuh? Katanya mau cepat kembali ke Bangkok."

     Ucapan Tay sukses membuat Bright tersadar. Tay menambah sandaran bantal di punggung Bright kemudian meletakan meja kecil di pangkuan Bright. Membawa mangkuk berisi bubur hangat dan segelas air mineral hangat.

     "Minum obatmu sehabis ini. Aku mau mengganti air kompresan."

     Bright mengucapkan terima kasih dengan suara paraunya. Sebelum menutup pintu kamar, Tay mengeluarkan ponselnya. Mengabadikan Bright diam-diam lalu mengirim fotonya pada nomor yang Tay curi dari ponsel Bright ketika pria itu tertidur.

      To : Win Betadine

      Ini Tay Tawan paling tampan sedunia. Simpan nomor baruku, ya. Pssttt, pacarmu sakit. Baikanlah secepatnya, dia mengigaukan namamu seribu kali sehari. Kalian merepotkan 555

*****


Bangkok, Thailand
Februari 7, 20XX

     Win baru saja keluar dari perpustakaan saat ponselnya bergetar menandakan pesan masuk. Langit Bangkok terlihat kelam sore hari ini. Petir beberapa kali menyambar, menandakan hujan lebat yang akan segera datang.

     Ia tertidur pulas saat menjaga perpustakaan. Love yang tidak enak hati enggan membangunkannya. Win melangkah menuju halte bus yang tidak jauh dari perpustakaan. Sembari menunggu bus datang, Win membuka ponselnya.

     Dahinya mengerut mendapat pesan dari nomor tidak dikenal. Win menelan salivanya ketika membuka foto seseorang yang amat ia rindu. Bright terlihat sangat pucat, rambut panjangnya urak-urakan, pandangan matanya kosong.

     Win menghembuskan nafasnya berat. Ini sudah seminggu sejak terakhir mereka berbicara. Bukannya Win menjauhi Bright, lebih tepatnya Win menjauhi dirinya yang membutuhkan Bright disisinya. Itu alasan Win menyibukkan diri seminggu ini.

     Mata cokelatnya melirik telepon umum di seberang jalan. Tanpa menunggu lama, Win membawa dirinya kesana. Kekasih macam apa ia jika diam saja saat tahu pacarnya di belahan benua sana sedang sakit.

      Air hujan mulai mengguyur sesaat Win masuk ke dalam benda berbentuk balok di sisi jalan. Win memasukan beberapa koin lalu menekan nomor Bright yang ia hafal diluar kepala. Win khawatir dengan kebiasaan Bright yang tidak mau menerima panggilan dari nomor tidak dikenal.

      Angkatlah, kumohon.


-><-

Through & Through [REVISION]Where stories live. Discover now