19. "You dont have to be fine all the time."

1.1K 143 4
                                    

     "Siapa?"

     Bright melirik layar ponselnya yang masih tersambung dengan nomor tidak di kenal. Kepalanya menggeleng tidak tahu ketika Off bertanya dengan siapa Bright berbicara. Bright melirik jam dinding yang menunjukan pukul dua belas siang.

     Meloncat turun dari sofa, Bright membungkus tubuhnya dengan selimut tebalnya. Kemudian pergi ke luar menjauh dari kedua sahabatnya.

     "Win? Ini kamu, kan?"

      Tetap tidak ada jawaban.

      "Kumohon jangan matikan panggilannya."

      Bright mendongakkan kepalanya, menahan matanya yang berair.

     "Ya Tuhan, aku sangat merindukanmu."

     Ini pasti Win.

     "Bagaimana kabarmu ya? Ini pasti sudah malam di Bangkok, kan? Perutmu sudah diisi apa saja kira-kira? Makan yang benar, kamu sudah cukup kurus tahu."

      Bright tertawa kemudian berdeham pelan.

      "Aku sudah tiga hari tidak ke kampus. Badanku terasa remuk. Setiap hari mengerjakan tugas. Mau tahu sesuatu tidak? Profesor secara pribadi memuji lukisanku. Aku melukismu waktu di museum, well, hanya menggambar punggungmu, sih."

     Bright tersenyum lebar mendengar samar tawa dari seberang sana.

     "Beliau bertanya mengapa aku tidak pernah menggambar wajahmu. Awalnya aku tidak mau memberi tahu karena satu kelas bisa mendengar percakapan kita. Tapi aku terlalu polos, jadi kuberi tahu. Luke meledekku habis-habisan. Dia memanggilku budak cinta. Konyol sekali dia!"

     "Bagaimana perasaanmu?"

     Andai saja Bright tidak pandai mengendalikan diri, Bright sudah menjerit bahagia mendengar suara Win. "Aku? Ah, jauh lebih baik. Sepertinya suaramu lebih berefek pada demamku daripada obat-obat menyebalkan itu. Bagaimana denganmu, semua baik-baik saja, Win?"

     Hening lama menyelinap di antara mereka untuk beberapa saat. Bright dapat mendengar gemercik hujan samar-samar, mungkin Win tidak sedang di rumah.

     "Maafkan aku, Bright."

     Bright sengaja tidak menjawab. Memaksa Win menjelaskan kalimatnya.

     "Maaf aku tidak mendengarkan penjelasanmu. Maaf aku tidak memercayaimu. Maaf aku mengabaikanmu. Maaf untuk segalanya. A-aku merasa... tidak pantas bersamamu, Bright."

      "Darimana mereka berasal?"

      "Apa?"

     "Anggapan itu. Darimana mereka berasal?"

     Win tidak menjawab. Rintikan hujan yang semakin jelas mengisi keheningan mereka. Bright menghembuskan nafasnya panjang. Merapatkan selimutnya lebih erat. Ia tidak menyangka Win memiliki pikiran seperti itu selama ini.

     "Ini lucu, bukan?" Bright tersenyum simpul. "Aku berusaha sebisaku agar berhasil dan tidak mengecewakanmu. Agar aku pantas bersanding dengan bocah pintar bernama Metawin. Secara bersamaan, kamu juga merasa tidak pantas bersamaku.

      Aku sangat takut kehilanganmu untuk yang kedua kalinya. Asumsi itu datang dari kepalaku sendiri, Win. Dan setelah semua ini aku jadi berpikir. Sepertinya kita hanya perlu menikmati apa yang kita jalani sekarang."

      Bright terdiam ketika mendengar suara petir menggelegar dari tempat Win berada.

      "Aku amat sangat ingin memelukmu saat ini. Mengecup keningmu dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Kamu tidak pernah sendiri, Win. You have me. Aku harap kamu selalu mengingatnya."

Through & Through [REVISION]Where stories live. Discover now