29# Hari Setelah Kamu Pergi

340K 44.4K 10.8K
                                    

Ku ingin saat ini, engkau ada di sini
Tertawa bersamaku, seperti dulu lagi
Walau hanya sebentar, Tuhan tolong kabulkanlah
Bukannya diri ini tak terima kenyataan
Hati ini hanya rindu

- ANDMESH -

○○○●●●  》♤♤♤《  ●●●○○○


6 hari setelah kepergian Sastra, perasaan Sahara masih tidak kunjung membaik. Masih terasa sepi, masih terasa hampa. Malam ini, Bogor diguyur hujan dalam curah sedang. Sahara sengaja membiarkan jendela kamarnya terbuka. Tidak seperti Sastra, Sahara suka hujan. Dia suka aromanya, suaranya, suasananya. Pernah sekali Sastra berkata, "Aku nggak suka hujan. Tapi kalau Sahara Kasihku suka hujan, aku bakalan suka juga deh."

Di lantai yang dingin, Sahara membiarkan kepalanya bersandar pada kasur. Detik dimana ingatan tentang laki-laki itu semakin menguat, Sahara menangis lagi. Kali ini tanpa suara. Sengaja Sahara biarkan jatuh membasahi lengannya. Seandainya air mata itu harus dihapus, hanya Sastra lah yang berhak menghapusnya. Sebab karena dialah Sahara menangis. Sebab karena kehilangan dialah Sahara menjadi sehancur ini.

Lilin bertulis angka 23 di atas sebuah kue yang ia beli sudah padam sejak bermenit-menit yang lalu. Hari ini hari ulang tahun Sastra. Laki-laki itu harusnya duduk bersamanya untuk menyanyikan lagu ulang tahun dan bertepuk tangan meriah bersama-sama. Sahara juga sengaja membeli kado berupa sepatu. Sedikit mahal. Tapi karena Sastra pernah berkata bahwa ia menginginkannya, Sahara memutuskan untuk membelinya. Sayangnya, lilin itu justru dipadamkan oleh angin. Kue itu tidak akan dipotong bersama untaian doa semoga panjang umur. Sepatu itu juga tidak akan pernah berakhir dipakai Sastra. Segalanya terasa sia-sia.

"Selamat ulang tahun, Sastra. Semoga kamu nggak menganggap aku menyia-nyiakan kamu lagi." gadis itu berbisik pada ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Berharap ada satu waktu dimana keajaiban itu datang, Sastra menelponnya dan berkata "aku sayang kamu." seperti biasanya.

Sayangnya, sudah tidak ada pesan maupun panggilan dari laki-laki itu sejak 6 hari yang lalu. Puluhan pesan yang ia kirim tidak pernah terbaca sampai sekarang. Yang bisa Sahara lakukan hanyalah kembali membaca chat-chat lama mereka. Mendengarkan ulang rekaman telepon yang secara otomatis tersimpan. Menatap foto-foto kebersamaan mereka lebih lama dari biasanya.

"Sas, kamu apa kabar? Kamu harus tahu aku nggak baik-baik aja tanpa kamu di sini. Rasanya sepi, seolah-olah setiap hari nggak akan berjalan kalau nggak ada kamu. Aku masih belum bisa ke kampus. Aku takut, kemana pun aku pergi, aku akan selalu keinget sama kamu."

Ada jeda, dimana Sahara akhirnya menangis sesegukan. Jadi begini rasanya rindu yang tidak terbalas? Sesaknya membuat Sahara seolah-olah ingin mati.

"Aku pengen kamu ada di sini, Sas. Tiup lilin berdua. Potong kue berdua. Makan kue ini sama-sama kayak waktu itu. Tapi hari ini, aku ngerayain ulang tahun kamu sendirian."

Lalu bayangan saat Sastra tertawa, melintas dalam ingatannya. Bayangan sederhana yang berhasil membuat Sahara menangis semakin kencang.

"Aku pengen ketawa sama kamu kayak dulu lagi. Kita cerita banyak hal kayak dulu lagi. Aku pikir, aku bisa menerima kalau kamu udah nggak ada lagi. Tapi aku nggak bisa, Sas. Aku masih mencari-cari kamu ditempat yang biasanya kita datangi sama-sama. Dan setiap aku ke sana, kamu nggak ada. Aku masih berharap kalau ini semua cuma mimpi. Aku kangen sama kamu. Kangen tawa kamu, suara kamu, pundak kamu- aku kangen semuanya! Tapi kamu nggak ada dimana-mana. Aku harus gimana, Sas?"

Sejenak, Sahara menarik napas dalam-dalam. Ia meraih ponselnya. Mengetikkan nama Sastra di kolom pencarian file audio. Lantas di antara rasa sesak dan dinginnya angin yang berhembus, Sahara menempelkan ponsel itu ke telinganya.

Tulisan Sastra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang