01# Kolase Keluarga Sastra

2.2M 125K 111K
                                    

You will remember
When this is blown over
And everything's all by the way
When I grow older
I will be there at your side to remind you
how I still love you

- Queen -

○○○●●● 》♤♤♤《 ●●●○○○

Andhika Sastra Gautama punya alasan kenapa dia tidak begitu suka hujan. Pertama, hujan selalu identik dengan kegalauan. Padahal kalau orang-orang berani membuka pikiran lebih luas lagi, hujan itu bukan soal waktu yang tepat untuk bersedih. Melainkan waktu yang tepat untuk horisontal body battery-saving mode alias rebahan alias molor alias tidur alias-- please deh! Jangan jadi manusia galau. Hidup di dunia ini cuma sekali. Rugi.

Kedua, Sastra tidak suka bagaimana cuaca bekerja sangat ekstrem saat musim penghujan tiba. Kalau sudah hujan deras disertai petir dan angin kencang, rasanya Sastra ingin sekali mengungsi ke saturnus. Ketiga, Sastra benci lingkungan saat musim hujan. Keadaan yang lembab sebab kadar air dalam tanah yang naik saat hujan membuatnya risih. Keempat, Sastra terlalu malas beli jas hujan baru. Sebab yang lama dirusak si bungsu yang memang sejak lahir mempunyai tangan ajaib.

Dan melihat bagaimana di luar jendela langit mulai mendung, membuat prosentasi semangat selasa paginya menurun 60 persen. Sisanya hanyalah lunglai, lemah, letih dan keinginan untuk kembali bergelung pada selimut bergambar Seulgi Red Velvet.

Sastra terlahir dikeluarga sederhana. Dia anak keempat dari 7 bersaudara. Rame? Iya, rame bangeeeet. Mama dan bapaknya memang penganut sekte banyak anak banyak rejeki. Yang meski mendapat cibiran keras dari beberapa kalangan, itu tidak seratus persen salah. Misalnya dulu waktu lebaran idul fitri saat Sastra dan saudara-saudaranya masih kecil, istilah banyak anak banyak rejeki itu benar adanya. Jika kerabat dari pihak bapak dan mama datang berkunjung, Sastra dan saudara-saudaranya otomatis akan membuat antrean untuk mendapatkan jatah THR. Kerabat bapak dan mama jelas tidak akan mampu menolak. Jadi jika satu dapat amplop, maka semuanya juga pasti akan mendapatkannya.

Si sulung namanya Adhitama Abelvan, cukup dipanggil Bang Tama supaya kentara kalau dia anak pertama. Bang Tama tidak tinggal di rumah. Sebab selepas wisuda, Bang Tama langsung mendapat pekerjaan di perusahaan pengeboran minyak milik BUMN di Balikpapan. Gajinya tidak main-main, sebulan paling tidak 2 digit. Sebagian dikirim ke rumah untuk keperluan rumah tangga dan sekolah adik-adiknya, sisanya untuk kebutuhan hidup di tempat rantau. Seperti Bang Toyib, Bang Tama jarang pulang. Paling setahun sekali waktu lebaran idul fitri. Itupun kalau dapat jatah cuti, kalau tidak ya Bang Tama tidak pulang.

Anak mama yang nomor dua namanya Eros Bratadikara Nayaka. Karena namanya super ribet, panggil saja Kak Ros. Lagian dia sama Kak Ros-nya Upin-Ipin juga nggak jauh beda. Sama-sama galak, tukang ngadu, tukang nyuruh-nyuruh, bawel, ya pokoknya Kak Ros memang 'Kak Ros' dengan versi lebih ganteng. Sama seperti Bang Tama, Kak Ros adalah orang kedua yang sudah berpenghasilan di rumah. Kak Ros ini termasuk manusia paling gaul selain dirinya dan saudaranya yang nomer lima; Adinata namanya (nanti akan Sastra ceritakan, tunggu saja). Kak Ros bekerja disalah satu bank yang dikelola oleh negara. Gayanya tiap hari rapi dengan rambut kelimis ala oppa-oppa Korea. Kak Ros ini sebenernya keren banget, kalau aja hobinya nggak ngemilin yupi sama nonton sinetron India.

Lupakan soal Kak Ros, kita bahas anak mama yang nomor tiga. Namanya Jovan Akhal Raksi. Don juan kelas kakap, penakhluk hati wanita-wanita ibukota. Mas Jovan, begitu Sastra dan adik-adiknya memanggil. Mukanya ganteng-ganteng kalem, tapi Sastra tahu kakaknya itu bangsatnya minta ampun. Diantara tiga kakak tertuanya, Mas Jovan yang paling rajin gonta-ganti pacar. Selain ganteng Mas Jovan orangnya juga supel, ya nggak heran juga kalau dia jadi medan magnet kaum hawa. Kalau dilihat dari fisik, Mas Jovan hampir tidak punya celah. Kekurangannya hanya satu; mahasiswa abadi. Yang tiap pergi ke kampus sepatunya bukan dipakai sebagaimana layaknya malah diinjek. Mas Jovan, Sastra dan si nomor lima kebetulan satu kampus tapi pantang bagi Mas Jovan untuk ditebengi curut-curut kampret itu. Katanya jok motornya hanya untuk Malika seorang. Pacar Mas Jovan yang digadang-gadang bakal jadi dokter gigi suatu saat nanti, bukan kedelai hitam pilihan yang dirawat seperti anak sendiri.

Tulisan Sastra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang