05# Cetta Ngamuk

416K 59K 20.7K
                                    

Bila saat engkau jatuh
Dan mulai merasa rapuh
Pundakku siap tersandar
Tanganku selalu menggenggam

Belum saatnya menyerah
Tetap di sampingku

Ini aku

- DEVANO D -

○○○●●●     》♤♤♤《    ●●●○○○

Siang itu langit nampak temaram, sebab mendung tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan. Pertandingan basket ala-ala di sela jam istirahat kedua masih berlangsung sengit. Sorai penonton yang kebanyakan meneriakkan nama Cetta bukannya mereda justru semakin memanas. Sebenarnya itu bukan pertandingan sungguhan seperti yang biasa Cetta lakukan saat class meeting berlangsung. Pemainnya juga hanya 6 orang yang mana teman-teman satu kelasnya juga.

Kadang, Cetta tidak sadar kalau dia itu lumayan tenar hampir disetiap angkatan. Terlebih dengan namanya yang tidak biasa, membuatnya bisa dengan mudah dikenali.

Kalau ada yang nanya, "Eh, lu kenal Cetta nggak?"

Kebanyakan dari mereka langsung bilang, "Oh! Cetta yang pinter itu? Kenal lah!"

"Cetta yang ganteng itu? Iya, kenal."

"Cetta anak IPA yang mukanya galak tapi lucu itu? Jelas kenal!"

Mereka memang kenal, tapi bukan berarti Cetta kenal balik. Ya tidak mungkin juga bocah itu menghapal seluruh penghuni sekolah.

"Cing, oper!" Cetta berteriak, lalu menshoot bola yang baru saja mendarat di tangannya.

Sorai yang meriah langsung terdengar, menandakan bahwa bola itu berhasil melambung dan melewati ring dengan mulus. Padahal jarak yang lumayan jauh, tapi Cetta masih mempu melakukannya.

Bocah itu bersorak dengan teman-teman satu timnya. Kegirangan karena lagi-lagi dia selalu menang di setiap pertandingan.

Siang itu, pertandingan berakhir dengan skor 10 : 22.

"Gila! Gue sampe nggak habis pikir." Denis tiba-tiba cengo dengan kemampuan Cetta.

Kemudian laki-laki itu mengambil alih bola basket yang semula di peluk oleh Cetta. Denis mencoba melemparkan bola itu dengan posisi yang sama seperti Cetta melakukannya. Tapi alih-alih masuk ke dalam keranjang, bola itu justru melambung kejauhan. Tanpa sengaja memghantam gerombolan murid perempuan yang duduk bergerombol tidak jauh dari ring.

Anak-anak perempuan itu jelas langsung marah-marah. Kontras dengan Cetta dan teman-temannya yang justru tertawa terbahak-bahak.

"Waaah, kacau. Nggak bisa gue." Denis kembali dengan kepala geleng-geleng.

"Apalagi gue." Teman Cetta yang satu lagi mencibir. Anak-anak yang lain biasa memanggilnya Cacing. Padahal emak bapak dia sudah memberi nama sekeren Felix, tapi tetap tidak berlaku dikalangan teman-temannya yang lain.

Sekali Cacing, tetap Cacing katanya.

"Udah mau masuk belum sih?" Cetta memperhatikan jam digital di pergelangannya.

"Bentar lagi kayaknya." Namanya Yusuf, kawan dekat Cetta. Tapi kadang teman-temannya kerepotan menyebutkan nama Yusuf, jadi memanggil dengan sebutan Ucup saja sudah cukup.

Cetta bangkit, setelah memberi kode pada Denis untuk melemparkan bolanya.

"Mau kemana lu?" Tanya Denis.

"Beli mimik." Katanya. Dengan kekehan ambigu yang jelas tidak penting, Cetta pergi dari sana. Sambil menggendong bola basket yang ditanda tangani oleh Jaya.

Tulisan Sastra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang