*

Efek obat membuatku cepat sekali mengantuk dan tertidur. Dalam keadaan setengah sadar aku melihat seorang kakek berbaju putih berdiri di sudut kamar. Menatapku.

Kucoba bangkit, tapi tidak bisa. Tubuhku terasa sangat kaku. Perlahan kakek itu berjalan mendekati tempat tidur. Berdiri di sampingku. Kini aku dapat melihat wajahnya dengan lebih jelas. Wajah seorang pria keturunan arab.

Kakek Arab itu mengusap-usap rambutku seraya berkata, "Maaf ... kakek mengagetkanmu."

Sentuhannya lembut dan menyejukan. Namun tubuhku tiba-tiba bergetar. Aku berusaha berontak, tapi tidak bisa.

"Jangan panik, tenang." Kakek Arab berusaha menenangkanku.

Entah bagaiamana, aku sudah berdiri di atas tempat tidur. Berdiri di atas tubuhku yang sedang tertidur pulas.

"Sudah saatnya, sini ikut kakek!" Kakek Arab mengulurkan tangan, lalu membawaku pergi ke luar kamar. Mengelilingi rumah. Melihat ibu dan kakak yang sedang tidur.

"Kamu harus berkenalan dengan seseorang." Kakek itu mengajakku ke luar rumah.

Di sana sudah ada sesosok Macan Besar, bermotif loreng. Dengan mata merah menyala. Sontak aku mundur perlahan, bersembunyi di belakang kakek.

"Tidak perlu takut, dia penjaga rumahmu," ucap sang Kakek, diikuti dengan suara tawa menggelegar dari Macan itu.

"Apa dia sudah siap?" tanya Macan itu pada kakek.

"Semoga saja," balas Kakek Arab.

"Pintu sudah terbuka, tinggal dia berani atau tidak menghadapinya," ucap Macan itu sambil menengadah ke atas.

Kakek Arab menggenggam tanganku. Aku merasakan tubuhku melayang. Terbang ke atap rumah. Kulihat sesosok burung besar berwarna emas, sudah menunggu kami. Ada sedikit percakapan antara Burung Emas itu dengan kakek. Bahasanya tidak bisa kumengerti.

"Amir, lihat ke depan!" perintah Kakek Arab.

Di hadapanku sudah ada sebuah pintu besar berwarna hitam.

"Pintu apa itu, Kek?" tanyaku.

"Pintu Gerbang dunia kami. Jika kamu ingin bertemu dengan kami lagi, maka bukalah pintu itu dan masuk ke dalam," jelas Kakek Arab.

"Tapi, perlu diingat. Di dalam sana tidak hanya ada makhluk seperti kami. Banyak makhluk-makhluk lain yang sangat menyeramkan dan jahat," sambungnya.

"Apakah kamu berani? Jika ada rasa ragu dan takut sedikit saja, maka pintu itu tidak akan terbuka," sambungnya lagi.

Aku merasakan ada sebuah dorongan yang kuat untuk membuka pintu itu. Keberanianku seakan-akan meningkat berkali-kali lipat. Kulangkahkan kaki mendekati pintu itu.

Trek!

Pintu terbuka. Sesaat kemudian suasana yang tadinya sepi berubah menjadi sangat berisik. Suara tangis, jerit dan tawa bersahut-sahutan. Banyak suara orang berbicara saling tumpang tindih. Nyaliku menciut. Aku menutup mata dan telinga, lalu mundur perlahan.

Dug!

Pintu tertutup kembali. Kakek Arab hanya tersenyum dan membawaku kembali ke kamar.

"Tidak perlu takut," ucap Kakek Arab.

Aku duduk di sisi tempat tidur. Masih bingung dengan semua ini.

"Apa aku boleh bertanya?"

"Ya, silahkan."

"Kakek ini siapa?" Sebuah pertanyaan yang daritadi ingin sekali kutanyakan.

"Kakek adalah penjaga utama keluarga ayahmu."

"Macan Besar tadi?"

"Itu penjaga ibumu."

"Burung Emas?"

"Itu penjaga kakakmu."

"Dari mana kakek berasal?"

"Sebuah negeri yang jauh dari sini, Yaman."

"Apakah aku bisa bertemu dengan kakek lagi?"

"Bisa, jika kamu mau."

"Mau," sahutku seperti anak kecil yang baru mendapatkan hadiah.

"Lain kali kakek akan ajak kamu jalan-jalan. Tapi kamu harus mengurangi rasa takutmu itu."

"Siap, Kek," balasku mengurai senyum.

"Sekarang sudah saatnya kamu kembali."

Kakek Itu menyentuh pundakku. Membaringkanku di tempat tidur. Seketika itu tubuhku seperti tersetrum dan mata pun terbuka. Jantungku berdegup kencang. Tubuhku sudah basah dengan keringat dingin.

Apakah tadi hanya mimpi?

Kenapa begitu nyata?

CERITA AMIRWhere stories live. Discover now