#19: The Answer

Mulai dari awal
                                    

Juanda
sayang sayang pala lo peyang.
'kan sesat 'kan.
kenapa lagi lo?

Gian
sakit ati. ☹️

Juanda
geli, anjing.
lo di mana?

Gian
apart.

Juanda
ya udah tunggu sana.
gue otw.
jangan mabok dulu lo.

Gian
oke, sayang.

Gian terkikik senang. Ia lantas bangkit dari sofa dan melompat-lompat tidak jelas seraya tertawa hingga matanya menghilang. Tapi, mengapa Gian bisa merasa begitu senang padahal Juanda hanya ingin menemuinya?

Brandon terkekeh saat melihat Haidar yang tengah mengunyah sushinya dengan lucu. Pipinya terlihat menggembung. Ditambah dengan noda mayonnaise yang menempel di sekitar sudut bibirnya. Lantas tangan Brandon tergerak untuk membersihkan noda tersebut. "Eh, berantakan ya, kak?" Haidar mengulum bibirnya merasa malu.

Brandon mengangguk kecil, "Iya, dikit doang kok. Lucu banget sih. Lanjut aja makannya. Nanti kalo berantakan lagi aku yang bersihin."

Haidar sedikit terkejut karena Brandon menggunakan aku-kamu. Ia menjadi salah tingkah sendiri seperti orang bodoh. Padahal hanya masalah panggilan. "Pasti keliatan kayak anak kecil, ya? Aku emang makannya suka berantakan. Maaf," ujar Haidar sembari mengerucutkan bibirnya.

Brandon menggeleng tidak masalah. Malah di mat nya Haidar terlihat semakin lucu kalau seperti itu. Rasanya ingin melahap pipi Haidar sekaligus, "Gapapa. Namanya juga makan, berantakan dikit juga nggak masalah. Enak sushinya?"

Haidar mengangguk antusias sebagai jawaban, "Enak banget, kak! Kapan-kapan kesini lagi, yaaa. Eh harus. Soalnya waktu itu aku, Nata, sama Juan udah nyari resto sushi di mana-mana nggak ada yang cocok. Kebanyakan ikannya masih bau gitu waktu dimakan. Hehe." Cerocos Haidar.

Brandon hanya memperhatikan bagaimana laki-laki itu bercerita. Memandangnya penuh arti. Lantas ia mengusap surai Haidar dengan lembut. Menepuk pucuk kepalanya gemas dan mengulas senyum tipis, "Lucu banget sih. Pacar siapa coba?"

Haidar menunduk malu. "Pacar Kak Don," cicitnya. Brandon lalu tertawa, "Pinter." Ia kembali mengusak surai milik Haidar dengan penuh kasih sayang.

Kini Brandon yakin. Kalau saat ini, dan mungkin sampai nanti. Ia telah memilih sumber kebahagiaan baru yang dapat menyinari hari-hari nya dan mewarnai hidupnya yang monoton. Yaitu Haidar. Haidarnya.

Juanda menekan bel yang terletak di sebelah pintu apartemen milik Gian. Setelah ia tekan sebanyak tiga kali, sang pemilik pun membukakan pintu. Terlihat Gian yang hanya menggunakan kaos putih tipis dan celana hitam selutut. Juga surai hitamnya yang berantakan. Juanda menahan napas. Gian dengan rambut berantakan entah mengapa terlihat lebih tampan di matanya.

"Sini masuk," ajak Gian. Lantas Juanda masuk ke dalam apartemen laki-laki itu. Apartemen Gian sama seperti yang lain, hanya saja suasananya memang khas seorang Gian sekali. Juga barang-barang yang didominasi warna biru tua. "Bawa apa?" tanyanya.

Juanda mengangkat sebuah kantong plastik putih transparan dengan logo salah satu minimarket, "Tadi gue beli chiki sama soft drink. Daripada lo minum alkohol." jawab Juanda lalu meletakkan plastik tersebut di atas meja ruang tamu yang ada di apartemen Gian.

Gian mengangguk, "Mau sekalian nonton netflix nggak? Kebetulan gue baru dapet rekomendasi film kemaren." tawarnya.

Juanda mengangguk, mengiyakan ajakan laki-laki itu, "Ya udah. Gue mau tata makanannya dulu. Piringnya di dapur lo, 'kan?"

"Iya. Itu di rak atas."

Lalu Gian mengambil remote tv yang terletak di atas sofa dan menyetel sebuah film thriller yang sebenarnya bukan direkomendasikan temannya, melainkan ia sendiri yang mencari di google tadi sebelum Juanda datang ke apartemennya. Tak lama, Juanda menghampiri Gian dan duduk di sebelah laki-laki itu, "Udah?"

"Udah," Gian lalu meraih sebuah bantal, memeluknya erat. Begitu juga Juanda. Sesekali Gian mengambil cemilan yang disediakan oleh Juanda. Film sudah berjalan selama tiga pulub menit. Entah kenapa kepala Gian tergerak untuk menatap laki-laki yang duduk di sebelahnya itu. Sedangkan Juandada masih fokus dengan film di depannya.

Gian masih menatap Juanda, hingga sang empu yang merasa ditatap pun ikut menatap ke arahnya dengan wajah datar, "Gue tau gue cakep. Nggak usah diliatin gitu juga dong. Ntar lo naksir." ujar Juanda iseng.

Biasanya Gian akan membalas dengan 'amit-amit' atau 'kepedean lo, kuaci'. Tapi, kali ini tidak. Ia justru semakin menatap Juanda dalam, "Kalo gue naksir beneran gimana?" Gian lalu mendekat ke arah Juanda. Membuat si laki-laki mungil harus mundur hingga punggungnya menabrak punggung tangan Gian yang sengaja berada di sana untuk mengunci tubuh Juanda.

"G—gian, lo ngapain?" cicit Juanda pelan. Ia bisa merasakan hembusan napas Gian pada kulit wajahnya.

"Gue beneran naksir sama lo, Juan. Ah, gue baru sadar sekarang. Gue sebenernya juga bingung. Padahal dulu gue ngejar Nata, tapi selama ini ngeliat dia sama Gavin rasanya nggak sakit. Tapi, liat lo jalan sama yang lain justru malah buat gue sakit. Itu artinya gue suka sama lo, 'kan, Jun?"

Juanda bungkam. Ia masih berusaha mencerna ucapan Gian.

"Kalo lo jadi pacar gue mau nggak, Jun?" tanya Gian.

"H—hah? Jangan ngaco deh."

Gian tersenyum, "Nggak usah dijawab. Gue udah tau jawabannya dari tatapan mata lo. So, now you're mine, Juanda," bisik Gian lalu memeluk Juanda erat.

"Gue juga suka sama lo, Gi," lirih Juan pelan. Sangat pelan hingga terdengar sangat samar. Namun, masih bisa didengar oleh Gian yang tengah mendekapnya begitu erat. Lantas Gian mengulas senyum sumringah.

Setidaknya, kali ini kisah cintanya berjalan mulus dan tidak bertepuk sebelah tangan. []

notes:
Nggak ada momen Gav-Nat dulu yaaap hehe karna di chapter depan bakal full Gav-Nat juga akan jadi the last chapter. ☹️

La Victoiré. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang