#07: Perkelahian

15.9K 2.9K 251
                                    

⚠️ fighting scene, mention of blood

"Gue duluan yang di sini!"

"Apaan!? Gue duluan yang megang bangkunya. Tuh, lo nggak liat apa?!"

"Ya tetep aja gue duluan yang dateng ke sini. Tuh, lo nggak liat apa di tangan gue udah ada makanan?!"

Siang ini, sebuah pertengkaran antara Gian dan Juanda terjadi. Keduanya sama-sama tidak mau kalah pasal memperebutkan salah satu meja makan di kantin. Padahal masih banyak meja-meja lainnya. Namun dua anak adam itu nampak enggan untuk beranjak pergi dan mengalah. Tentu perdebatan keduanya membuat atensi para mahasiswa yang ada di kantin mengarah pada keduanya.

Juanda mendesah kasar, "Lo tuh bisa nggak sih sehari aja ngalah gitu? Gue capek berantem. Gue cuma mau makan," keluhnya. Gian membalas dengan gelengan, mukanya menantang, "Enggak."

"Gian breng—"

"Berisik banget. Ada apa sih ini?" Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba seorang Vincent datang menyela keduanya. Ia berdiri tak jauh dari Gian seraya mengernyit kebingungan, laki-laki yang dikenal pintar itu tengah mencoba membaca situasi di depannya.

"Bukan urusan lo juga," sahut Gian.

Juanda mendecak, "Bukan gue yang berisik. Tapi si brengsek itu." Juanda menunjuk Gian dengan dagunya. Membuat yang ditunjuk menatap Juanda dengan tatapan tak terima.

"Nggak malu apa diliatin orang-orang? Lo berdua itu istilahnya kakak tingkat, kasih cerminan yang baik dong sama adik tingkatnya, lagian kekanak-kanakan banget masalah meja kantin doang," ujar Vincent. Nadanya terdengar tak bersahabat.

"Urusan lo apa? Nggak ada kewajiban bagi gue buat ngasih cerminan yang baik buat ke adik tingkat, soalnya gue juga nggak mau dan nggak pantas jadi teladan," sarkas Juanda. "Lo siapa sih?"

Gian tersenyum miring, setuju dengan ucapan Juanda. Sejenak Vincent bungkam oleh kata-kata Juanda sebelum ia menghela napas,"Oke. Maaf, gue ikut campur. Silahkan lanjutin lagi berantemnya." Setelahnya Vincent melengos pergi begitu saja kembali meninggalkan Juanda dan Gian.

Sang laki-laki yang memiliki paras tubuh lebih pendek melempar kecil piring yang berada di tangannya ke atas meja. Lalu, duduk begitu saja sembari mendengus kesal. "Sokab banget. Anak pemilik kampus aja bukan. Sok-sok ngatur," gerutunya. "Ck, nafsu makan gue jadi ilang, 'kan!"

Lalu, Gian ikut duduk di sebelah laki-laki itu, "Dia itu Vincent, anak konglomerat sekaligus peraih IPK tertinggi di jurusannya. Tapi, ya sifatnya kayak gitu emang. Suka nggak jelas. Datar, cuek, anehlah kata gue mah." jelas Gian.

Juanda menoleh, "Konstribusinya di kehidupan gue tuh apa sampe dia ikut campur gitu? Sebel. Lo liat nggak mukanya tadi? Congkak banget mentang-mentang anak orang kaya. Hidup aja masih di bawah ketek emak bapak." Ia merotasikan bola matanya.

Gian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Ya nggak ada sih. Tapi, omong-omong nih ya. Katanya dia tuh suka sama Nata."

"Adinata temen gue?"

Gian mengangguk.

"Kalo itu mah lo juga," balas Juanda singkat.

Gian melotot, "Kok lo bisa tau?! Pasti ada yang cepuin, 'kan? Ngaku!" tuduhnya.

"Nggak ada, bodoh. Lonya aja yang terlalu tolol. Keliatan banget lagian."

"Masa sih?" guman Gian pada dirinya sendiri. Lantas ia menatap Juanda, "Natanya sendiri tau nggak? Jangan bilang gara-gara lo tau, dia juga tau, ya? Ya, 'kan?"

Juanda menjitak dahi Gian dengan tangan kanannya lalu mendorong dahi laki-laki itu dengan telunjuk lumayan keras. Membuat sang empunya mengaduh kesakitan,"Gue bukan orang yang suka cepu. Nggak usah mikir yang nuduh-nuduh deh lo."

La Victoiré. ✔Where stories live. Discover now