#Taman terbengkalai

105 4 1
                                    

" Kamu? "

Windu mengenali siapa pemilik tangan itu, dan dia bukan hantu pastinya. Dia adalah pria yang semalam berperan sebagai dewa penolongnya. Windu mengerutkan dahinya, " sedang apa dia di sini? " batinnya.

" Ngapain di sini? " tanya pria itu yang langsung memposisikan diri duduk di samping Windu. Kursi taman itu memang berbentuk memanjang, cukup untuk diduduki dua atau tiga orang.

" Duduk, " balas Windu singkat, sudut matanya terus mengamati gerak-gerik pria itu. Ia kini sedang sibuk menghisap vape di mulutnya, semacam rokok elektrik yang Windu sendiri tak tahu apa fungsinya. Dengan santainya pria itu menghisap benda itu di samping Windu, yang asapnya membuat Windu sangat terganggu. Meskipun beraroma vanili, tapi Windu sangat membenci apapun yang bernama asap, mau seharum bunga mawar sekalipun Windu tetap membencinya. Bahaya yang ditimbulkan saat menghirup asap itu tidak main-main. Pernah dengar bayi yang baru lahir meninggal karena menghirup asap rokok dari ayahnya? Mendengarnya saja sudah membuat Windu ngeri. Beruntung, ayahnya bukan seorang perokok, dan sejauh ini beberapa pria yang ia kenal juga bukan seseorang yang berhubungan dengan 'asap'.

" Kamu masih ingat aku kan? " pria itu terlihat lebih manis dari pertama kali Windu melihatnya, bukan karena wajahnya, namun ucapannya. Ia memakai aku-kamu sekarang. Dan itu cukup membuat Windu tertegun karena tampangnya yang cukup seram, efek dari beberapa tato di tubuhnya. Sebenarnya, wajahnya jauh dari kata seram, tapi entahlah, tato di lengan dan lehernya memberikan atmosfer ngeri saat berdekatan dengannya.

Windu mengangguk, ia sedikit menggeser tubuhnya agar lebih berjarak dengan pria itu. Lagi-lagi asap yang berasal dari vape itu mengenai wajah Windu, dan membuatnya sangat terganggu sampai terbatuk-batuk. Entah dasar pria itu adalah tipikal pria yang tidak peka,atau memang dia adalah seorang psikopat yang suka tertawa di atas penderitaan orang lain. Windu melirik tajam ke arahnya, menatapnya sinis karena pria itu justru kini sedang sibuk menertawakan sesuatu yang menurutnya sangat tidak lucu. Bisa-bisanya dia tertawa? Apanya yang lucu? Windu benar-benar jengah ada di sampingnya.

" Kenapa tertawa? Apa ada yang lucu Za? " Reza... Pria yang menolongnya tadi malam. Beruntung, pria yang ada di sampingnya itu adalah Reza. Windu memiliki alasan untuk tetap bertahan di tempat itu, karena bagaimanapun juga Windu berhutang budi padanya. Jika bukan Reza, Windu tidak sudi untuk berlama-lama di sana, memaksakan diri untuk menghirup asap menyebalkan itu. Ia sudah pasti akan langsung meninggalkannya sejak awal.

" Iya. Kamu terlihat sangat lucu. "

Lucu? Apanya yang lucu? Seingat Windu, ia tak sedang melawak. Jadi, dimana letak lucunya? Melihat orang lain terbatuk-batuk karena ulahnya ia bilang lucu?

" Kamu nggak suka ini? " Reza menunjuk vape di tangannya,lalu memandang gadis di sampingnya yang sedari tadi justru lebih sering membuang muka darinya. Lucu sekali saat ia melihat ekspresi Windu yang sedang terbatuk-batuk karena ulahnya. Gadis itu terlihat sangat imut dengan wajah yang sedikit kemerahan. Baru kali ini ia melihat gadis selucu dan seimut Windu. Windu memang sangat jauh berbeda dengan para gadis yang selama ini masuk ke dalam hidupnya. Hidup yang hanya memikirkan tentang kesenangan semata. Hidup tanpa tujuan dan arah yang jelas. Reza bahkan tak memiliki pandangan tentang masa depannya. Ia hanya cukup menjalani hidup untuk hari ini, jangankan untuk memikirkan masa depan, memikirkan hari esok saja ia tak peduli.

" Asapnya tak baik untuk kesehatan," balas Windu ketus. Ia tak peduli apakah Reza akan tersinggung dengan ucapannya atau tidak. Justru yang seharusnya tersinggung itu adalah dirinya, karena pria itu sedari tadi dengan santainya terus menertawakannya.

Windu terkesiap ketika tiba-tiba Reza melempar benda di tangannya itu jauh dan entah jatuh di mana. Pandangan matanya tak sampai menjangkau di mana benda itu mendarat.

The Curse of First LoveWhere stories live. Discover now