#Tertarik

230 12 1
                                    

                                  ***

"Bapak mau bertemu dengan saya?" suara Windu bergetar saat mengucapkan kalimat itu. Saat ini, ia berada di ambang pintu ruangan Adit. Jangankan untuk melangkah lebih dekat ke meja Adit, mendongakan wajahnya saja Windu tak berani.

Adit hanya melirik sepintas kearahnya, lalu kembali pada aktifitas awalnya, berkutat dengan laptop.

"Saya manggil Windu, kamu siapa? "

What??? Apa katanya? Kamu siapa?

Apa Adit benar-benar tak mengenali Windu? Atau mungkin saja wajah Windu yang terus ditekuk, ditambah busana yang dikenakannya saat ini sangat jauh dari Windu yang biasanya, membuat Adit mengira itu bukan Windu.

Windu menutup rapat pintu yang sedari tadi ia biarkan terbuka. Ia mulai memberanikan diri melangkah ke depan meja Adit. Tapi dengan wajah yang masih menunduk pastinya. Dengan susah payah ia menyeimbangkan langkah kakinya. Dalam kondisi normal saja,ia sangat sulit menjalin kemistri dengan heelsnya, apalagi dalam kondisi saat ini, jantung yang berdegup-degup seakan-akan mau loncat dari tempatnya.

Dari tempat duduknya, Adit terus memperhatikan gerak-gerik gadis itu. Mengapa ia malah mendekat? batin Adit.

Dengan seluruh tekad dan keyakinan, Windu akhirnya berani menatap kearah Adit,yang untungnya pria itu tak terlalu menghiraukan. Layar laptop sepertinya lebih penting dibanding apapun sekarang.

"Saya Windu pak, " ucap Windu. Windu mengucapkan kalimat itu dengan mata tertutup, ia tak bisa melihat bagaimana respon pria itu saat melihatnya.

"Windu? "

Sial. Sungguh sial. Respon yang sudah Windu duga, pria itu akan menertawakannya. "Apakah aku terlihat seperti badut dihadapannya?" pikir Windu.

Kenapa responnya jauh berbanding terbalik dengan Anton dan karyawan-karyawan lain di kantornya? Apa standar kecantikan Adit macam Kendall Jenner? Ahh... Entahlah. Saat melihatnya tertawa ,Windu ingin sekali menjitak kepalanya atau melempar heels sialan yang ia pakai ke muka Adit.

"Kenapa bapak tertawa? Apa ada yang lucu dari saya? "

Mau dibilang lancang atau apapun Windu tak peduli. Ia tak suka mendengar suara tawa Adit. "Dugaan lo salah Feb, dia gak ngomong gue cantik tapi malah ngetawain gue seakan-akan gue ini badut, " gumam Windu dalam hati.

"Maaf... Maaf. Iya kamu lucu Ndu, sejak kapan kamu berpakaian seperti ini? "

"Ahhh iya gue emang lucu sekaligus bego. "

"Sejak hari ini pak. Dan akan menjadi yang pertama dan terakhir untuk saya berpakaian seperti ini, " Windu tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Wajahnya kembali menunduk. Ia terus memainkan jari-jarinya,hal yang selalu ia lakukan jika ia sedang bt.

Menyadari ada yang salah dari sikapnya, Adit segera membenarkan ucapannya.

"Bukan, bukan seperti itu maksud saya. Saya terbiasa dengan gaya berpakaian kamu yang bisa dibilang urak-urakan. Jadi saya pangling saat lihat kamu berpakaian seperti sekarang ini, " Adit berdiri dan melangkah mendekati Windu. Ia bersandar pada meja kerjanya dengan kedua tangan dimasukan pada saku celananya. Dipandanginya lekat gadis yang sedari tadi menekuk wajahnya itu.

Urak-urakan? Ahh ya Windu mengakuinya, ia sadar diri. Tapi, bukankah perkataan Adit itu terlalu jujur, meskipun memang kenyataannya seperti itu?

Jarak mereka yang kini bisa dibilang sangat dekat, membuat Windu semakin tak karuan. Kalau bisa,ia menginginkan dirinya pingsan sekarang. Bukan berarti Windu ingin digendong Adit, tapi Windu ingin menyudahi perbincangannya.

"Jangan jadikan ini yang terakhir, saya ingin kamu terus seperti ini."

"Dan dengan begitu kamu akan menertawakan saya setiap hari, begitu? " ingin sekali Windu mengumpat sekarang.

"Kamu cantik. Jauh lebih cantik dari sebelumnya. "

"What? Setelah menertawakanku, sekarang dia bilang aku cantik. Kamu kira aku gampang dirayu, tidak semudah itu Ferguso."

" Tapi saya tidak bisa pak. Saya hanya melakukan tantangan dari Feby. "

" Berarti sekarang, saya yang akan menantang kamu untuk berpakaian dan memakai riasan seperti ini setiap hari, " Adit menyunggingkan senyum manisnya pada Windu. Tapi Windu tak bisa melihatnya, yaa wajahnya masih ia tekuk.

" Maksudnya? "

" Iya, kamu harus seperti ini setiap hari ,dimulai dari hari ini dan seterusnya. Rewardnya kamu akan saya promosikan. "

Promosi??? Mata Windu langsung berbinar-binar saat mendengar kata itu. Itu hal yang selama ini Windu inginkan. Tapi, apa ucapan Adit benar-benar serius? Bukankah Tari yang akan ia promosikan?

" Bukankah bapak sudah berniat mempromosikan Tari?"

" Awalnya. Tapi saya berubah pikiran. Kamu lebih memiliki potensi," ucap Adit yang kembali duduk di kursinya.

" Jadi bagaimana? Yes or no? "

Tanpa pikir panjang, Windu mengangguk. Soal bagaimana nanti setiap pagi ia harus berdandan, itu masalah belakangan. Yang terpenting sekarang bagi Windu adalah promosi jabatan.

" Saya suruh kamu ke sini awalnya ingin meminta kamu untuk menemani saya sarapan besok pagi,karena Tari besok akan ada perjalanan dinas selama dua hari. "

Sarapan. Malas sekali Windu mendengarnya. Ia belum lupa kejadian waktu itu. Apa sekarang pria itu akan mengulanginya lagi?

"Tenang, kali ini saya serius. Bukankah kemarin kamu sendiri yang membatalkan janji dengan saya? Saya harap besok kamu tak mengulanginya. "

Windu terperangah mendengar ucapan Adit barusan. Apakah ia cenayang, hingga tahu apa yang ada dipikiran Windu?

" InsyaAllah saya tidak akan batalin lagi pak, " balas Windu .

"Bagus. Mulai besok dan seterusnya kamu yang akan nemenin saya sarapan."

The Curse of First LoveWhere stories live. Discover now