#penerimaan

230 12 1
                                    

    ***
"Sebernarnya aku yakin itu bukan kamu, tapi setidaknya hadirmu membuatku lupa akan dia yang terus menghantuiku"

Windu raeswara
***

"Lo seriusan nyiksa gue ini namanya Feb, " Windu mencoba jalan normal, menirukan apa yang Feby contohkan tadi. Tetap saja gagal, bukannya nampak anggun,Windu malah nampak seperti orang yang baru saja disunat.

"Ndu, pelan-pelan jalannya. Gak usah grasa grusu, " ucap Feby sambil merapatkan kaki Windu.

"Ini udah pelan bawel. Lagian lo ada-ada aja dah."

"Kenapa berhenti? " tanya Windu keheranan saat Feby menghentikan langkahnya. Halte bus masih berada jauh didepan.

"Kita naik taksi, " ujar Feby.

"Lah tumben. "

"Anggap aja ini... "

"Hadiah ulangtahun gue, " ucap Windu memotong ucapan Feby. Feby hanya tersenyum lebar yang menampilkan gigi-giginya yang berbaris rapi.

Akhirnya tak butuh waktu lama,Feby menyetop sebuah taksi. "Niat banget sih anak ini, " batin Windu.

Mereka memang selalu berangkat pagi, hal itu menghindari kemacetan yang pasti sudah menjadi hal yang lumrah di kota ini.

"Feb, gue malu, " lirih Windu sambil mencengkram pelan lengan Feby.

"Udah PD aja... Lo itu cantik Windu, " balas Feby mencoba meyakinkan.

"Mending lo rileks, tarik nafas trus keluarin, " lanjutnya. Windu mengikuti saran Feby. Yaa... Ampuh juga saran Feby, Windu agak lebih santai sekarang.

Setelah menempuh perjalanan hampir 1/2 jam, akhirnya mereka sampai juga di kantor. Tapi Windu malah enggan untuk turun dan merengek minta putar balik pulang ke rumahnya .

"Ayoo turunn Ndu, ntar argo taksinya tambah banyak."

"Gue izin aja ya hari ini Feb, " Windu masih kekeh tak mau keluar dari taksi.

"Ayoooo. " Terpaksa Feby menarik tangan Windu dengan kuat, hingga mau tak mau Windu menurut.

"Makasih ya pak, maafin temen saya tadi, " ucap Anya dari luar jendela pada sopir taksi yang ia tumpangi.

"Iya gak papa neng, " balas sang sopir, lalu melajukan kendaraannya pergi meninggalkan dua gadis itu.

"Ayoooo... "

"Feb.... "

"Ayo Winduu... " Feby lagi-lagi harus menarik tangan Windu agar gadis itu tak terus-terusan diam mematung.

Mereka berjalan cukup pelan, Windu masih belum terbiasa dengan penampilannya sekarang. Dari riasan wajahnya, rambutnya, bajunya juga sepatunya. Belum lagi ia harus berjalan dengan gaya sok-sok anggun. Bisa dibayangkan saat ia menaiki anak tangga, untung ada Feby disampingnya yang dengan sabar mau memapahnya.

"Gue jadi ngrepotin kan? Udah deh ini yang pertama dan terakhir."

"Gue nggak ngrasa repot kok."

"Aishhh... Apa-apaan Feby ini. Kenapa dia malah gak kapok, " batin Anya.

Saat memasuki area kantor, semua mata tertuju pada Windu. Jika Feby tersenyum dengan bangga berada disamping Windu, Windu malah mencoba menutupi wajahnya.

"Gak usah ditutupin, biat mereka tahu hasil riasan gue, " ucap Feby menyingkirkan tangan Windu yang menutupi wajahnya.

"Feb, itu Windu? " teriak Anton dari meja kerjanya. Nampaknya pria itu terpesona dengan Windu.

"Iya Ton, kenapa? " balas Feby pura-pura bertanya,padahal ia hanya ingin mendengar jawaban Anton memuji kecantikan Windu.

"Wihhh... Bener-bener beda. Cantik banget. "

Nah benarkan, hasil tangan Feby memang gak perlu diragukan lagi. Walaupun memang Windu sudah cantik dari sananya, tapi dengan tatanan dari Feby,Windu lebih menonjolkan kecantikannya. Feby tersenyum bangga saat mendengar ucapan Anton tadi.

"Tuh kan bener apa kata gue, nanti Adit juga pasti bilang gitu, " bisik Feby pada Windu. Windu tak menjawab, mendengar nama Adit membuat jantungnya berdegup kencang.

Bukan hanya Anton yang pangling dengan tampilan Windu sekarang, tapi hampir semua karyawan di kantor itu melakukan hal yang sama dengan Anton. Bahkan hp Windu dibrondongi message dari karyawan-karyawan pria. Mereka pasti mengambil nomor Windu dari grup kantor. Jika semua merasa takjub dengan kecantikan yang selama ini Windu sembunyikan, tidak begitu dengan Tari. Ia nampak melirik Windu sinis. Tapi hanya dari kejauhan, karena jika di depan Windu ia bersikap baik seperti biasa.

"Ndu, ini dokumen yang diminta Pak Adit... Lo tinggal paraf disini trus abis itu kasih ke Pak Adit ya, " ucap Feby sambil menunjuk kearah dimana Windu harus membubuhkan parafnya.

"Bisa nggak lo aja yang ngasih Feb?  Gue minta tolong," pinta Windu memasang muka memelas.

"No... Justru asal lo tahu ya, ini akal-akalan gue biar lo ke ruangan Adit hehe, " balas Feby sambil mencubit hidung Windu dan berlalu meninggalkannya.

"Awas aja bakal gue bales lo Feb, " gerutu Windu sebal.

Setelah membubuhi paraf, Windu bimbang untuk melangkah ke ruangan Adit. Langkahnya berat, sangat berat. Sekarang bukan karena ingatan akan ucapan Adit kemarin, tapi karena penampilannya. Windu takut Adit akan berpikir macam-macam tentang dirinya. Windu sudah sampai di depan pintu ruang kerja Adit, tapi ia kembali lagi ke mejanya. Begitu seterusnya, sampai tingkahnya diketahui Tika.

"Lo kenapa sih Ndu? Bolak-balik mulu dari tadi, " seru Tika yang nampak kebingungan dengan tingkah Windu yang aneh.

"Gue lagi diare Tik," balas Windu asal. Jawaban yang tak nyambung memang. Tapi sudahlah, hanya itu yang ada di kepalanya.

"Mau gue aja yang anterin? "

Pucuk dicinta ulam pun tiba, akhirnya dewi keberuntungan berpihak pada Windu.

"Boleh, makasih Tik, " ucap Windu sembari menyerahkan dokumen itu pada Tika.

"Aman, " batin Windu.

Belum lama Windu merasakan ketenangan, Tika datang menghampirinya.

"Ndu, disuruh ke ruangan pak Adit. "

                              ***

Yuhuuuuu... Windu dateng lagi hehe
Selamat membaca yaa...

The Curse of First LoveWhere stories live. Discover now