He Makes Me Amazed

7 0 0
                                    

Hari itu adalah akhir pekan. Aku memutuskan jalan ke kafe berjarak sekilo meter dari rumah yang tempatnya lumayan enak dan bikin betah berlama-lama disana.

Senjataku sudah siap; laptop, handphone, buku catatan, dan buku bacaan New York's Bakery, serta pulpen, headset, dan seperangkat kabel charger. Semua masuk di tas cangklong hijau yang biasa kubawa kemana-mana.

Setelah selesai membantu beres-beres rumah jam sebelas, karena hari itu aku sedang berhalangan, aku pamit untuk keluar sekedar menghirup udara.

Sepanjang jalan ke kafe, aku memutar lagu komposer musik sekaligus penyanyi favoritku, Def. Aku memutarnya di soundcloud.

Bersenandung kecil, aku tak terlalu fokus dengan jalanan yang sedikit basah setelah hujan saat itu. Mungkin irama musik dan tempo lagu yang lo-fi sedikit membuatku rileks dan menikmati.

Karenanya aku tak sadar ketika ada sebuah mobil melintas melewati sisi jalan sebelahku yang mengarah ke kafe tujuanku.

Mobil yang umumnya para artis gunakan itu, sepertinya disana ada seorang pria selain supir. Aku melihatnya berbalik setelah mobil itu justru lewat. Pria itu berkacamata hitam.

Tanpa menduga siapa orang itu, aku terus melanjutkan langkah ringan.

Klining!

"Selamat datang! Oh, hai kak! Datang sendiri lagi? Ada menu baru nih pastry sama minumnya," Sena nama pramusaji di kafe itu.

Ia mengenaliku karena cukup sering kesini. Dan setiap kali aku kesini, kebetulan ia yang giliran kerja.

"Hai, Sen." Aku menyapanya setelah melepas earphone seraya tersenyum.

Berjalan menuju meja kasir, menghampiri Sena, aku tak memperhatikan sekeliling jika ada seseorang yang memperhatikan gerak-gerikku sejak masuk tadi.

"Aku tidak sendiri, datang bersama buku dan laptop."

"Kak. Bercandamu bisa saja. Mau pesan apa? Ada choco cinnamon croissant, itu yang terbaru, lalu pabo-latte untuk minumnya," Sena lancar menjelaskan.

"Hah? Pabo-latte? Kenapa namanya begitu?"

Sena tertawa.

"Hm. Aku kurang paham. Tapi nanti akan kutanyakan pada Yuna. Tuan Pemilik bersikeras mau menjualnya karena anak semata wayangnya, Yuna, penggemar grup boyband seventeen."

"Entah dari mana, tapi minuman itu tercipta oleh si seventeen itu. Jadilah anaknya Tuan Pemilik itu ingin pabo-latte dijual disini. Banyak yang beli sih, dari minggu kemarin habis. Sekarang penjualan kedua. Kau mau, Kak?"

Aku tersenyum lagi dan mengangguk. Setelah memesan dua menu baru itu, aku pamit pada Sena untuk cari tempat duduk yang nyaman.

Mataku bergerak menyusur sekeliling ruangan kafe. Sampai tertuju di satu tempat, meja kayu setinggi pinggang dan kursi empuk berkaki rendah. Di bagian itu aku bebas bersender atau menyelonjorkan kaki.

Saat kuhampiri tempat itu, ada seorang laki-laki di sudut lain meja yang terlihat memperhatikanku saat aku menaruh barang-barangku. Aku menengok padanya sekilas, pria itu cepat-cepat membaca lagi buku yang sedang dipegangnya.

Murakami. Wah, berat juga bacaannya.

"Kak Moza, pesananmu jadi." Sena memanggilku.

Aku bergegas ke counter mengambil pesanan, lalu mengucap terima kasih pada Sena. "Selamat menikmati waktumu," balas Sena.

Menaruh nampan isi pesananku, setelah itu aku baru duduk. Tak sabar ingin melanjutkan bacaanku sembari berselonjor. Sebelum itu, aku kembali mengutak-atik playlist lagu. Kali ini di spotify.

"Hem, lagu yang mana ya? Offshore saja lah. Lebih enak kayaknya. Yang versi satu dulu ah," aku bergumam sendiri.

Tanpa disadari siapapun, si pria di ujung meja agak terkejut dan wajah serta telinganya memerah karena mendengar gumamanku tadi.

Nareunhaejin bunwigi sok urin deo.
Pyeonanhaejyo jayeonseroun rideum sok
Urinmanui siganeul matchwoga
Urimanui saekeul chajaga
We're making something special..
We're chillin always..

Memasang sebelah earphoneku dan bersenandung sendiri sembari membuka buku yang akan kubaca.

Si laki-laki di ujung meja sana sudah membuka kacamata hitamnya dan melanjutkan senandungku.

Amudo ddarahaji mothane
Namdeulgwaneun dareun gonggane..

Lagu itu sudah hampir dibait akhir. Namun, sebelah telingaku yang tak tertutup earphone, mendengar suara yang kukenal baik dari lagu-lagu karyanya.

Yang selalu kudengar saat ingin tenang dan tenggelam dalam duniaku sendiri, atau jika tak bisa tidur. Nada suaranya yang khas, halus, cenderung tinggi, benar-benar membawa kepalaku berputar kearah pria di ujung meja.

Pandangan kami akhirnya bersirobok.

Ia tersenyum padaku, masih menyanyikan 'Laze'. Lagu favoritku sejak aku mengenal OFFSHORE, Def, dan kawan-kawan sesama produsernya.

Detik berikutnya aku melongo tak percaya. Bisa dibilang, aku sangat terkejut. Isi kepalaku mengatakan, ini hantu? Tapi kenapa begitu mirip, dan nyata.

Pria itu berjalan kearahku. Masih menyanyikan lagu itu, dan aku hanya bisa berkedip-kedip, terlalu terkejut.

Ia meletakkan bukunya dan kacamata hitamnya disamping bukuku. Lalu menarik kursi di sebelahku, lalu--

Astaga, aku terlalu kaget hingga memutus kontak mata dengannya. Pandanganku buru-buru mengedar setiap sudut kafe, mencari kamera syuting, siapa tahu ini adalah kejutan dari variety show dadakan bukan?

Tapi Sena tidak memberitahukan apa-apa padaku. Dan tak ada kamera di sekeliling pria ini.

Jadi, ini Lim Jaebeom alias Def, alias JB, leader Got7 dari JYP Ent yang terkenal itu??!

"Kau suka LAZE?" Tanyanya masih tersenyum.

Aku masih memandangnya namun mengangguk perlahan.

"Hehe, aku membuatmu terkejut ya. Maaf. Kesini ingin membaca?"

"Tadinya, tapi anda mengejutkanku," aku berkata jujur sebisaku, tanpa bermaksud tak sopan.

Ia tertawa, renyah. Terdengar seperti seruling oboe di telingaku.
Eh, apa?!
Sudah gila rupanya pendengaranku.

"Maaf, maaf. Aku pun terlalu senang saat kamu menyanyikan lagu itu. Tadi aku juga melihatmu di jalan. Ternyata mau kesini ya? Kebetulan, boleh duduk dan membaca bersama?"

Hei, bagaimana aku bisa tenang duduk dan membaca di samping orang yang sudah menyita pikiranku dan menjadi inspirasi tulisan.

Dia itu muse-ku.

Tapi menanggapinya, aku hanya mengangguk mengiyakan. Lalu aku memutar ulang lagu tadi, sembari menahan degup yang mungkin saja akan loncat keluar. Menahannya, aku menyedot minumanku ganas. Berharap minuman itu meredakan kegugupanku.

"Jangan cepat-cepat minumnya, kau akan tersedak.."

"UHUK! UHUK!"

"Tuhkan sudah kubilang, santai saja."

Ia menepuk-nepuk punggungku perlahan. Astaga, pria ini! Tidak merasa berdosa sekali sudah menunjukkan wajahnya begitu saja di depan mataku.

"Lim Jaebeom-ssi. Duh, maaf aku langsung memanggil anda dengan nama. Tahu tidak jika saya tersedak karena anda?" Ujarku setelah minum lagi

"Hehe, aku tahu. Makanya maaf ya, sudah mengejutkanmu. Hehe, maaf," ia menyodorkan tangannya padaku.

Aku pura-pura merengut tapi menyambut juga uluran salamnya. "Salam kenal, teman baru." Ia tersenyum, ramah.

Oh, Tuhan. Baru kali ini akhir pekanku ribut. Tidak.

Hati dan pikiranku yang ribut sepertinya. Ia masih santai saja lantas bersenandung sembari melanjutkan membaca bukunya.









Selamat membaca, yeorobun!

Laze With Us - A Fanfic of Lim Jaebeom & FriendsWhere stories live. Discover now