Part 5

5.3K 489 50
                                    


A Lover

Alec & Alea

###

Part 5

###


Satu-satunya suara yang memecah ketenangan ruang perawatan itu, adalah bunyi mesin monitor yang secara konstan menampilkan angka dan garis-garis grafik organ tubuh pasien. Mulai dari detak jantung, kadar oksigen dalam darah, dan tekanan darah. Suara detak jantung yang menggemadari mesin itu memastikan bahwa tubuh yang tengah berbaring di kasur masihlah bernapas, meskipun masih begitu betah dengan tidur panjangnya.

Alea berjalan mendekat, duduk di kursi samping ranjang. Menyentuh tangan mamanya yang dingin tetapi menyalurkan kehangatan di hati Alea. Merangkul hati Alea dengan kasih sayang khas orang tua yang membuat hati Alea menjadi sejuk dan sangat tenang.

Dengan alat bantu pernapasan yang menutupi hidung dan mulut mamanya, dengan mata terpejam erat, dan dengan pipinya yang tirus. Di matanya, mamanya adalah wanita tercantik di dunia. Mamanya adalah sosok hangat, lemah lembut, dan penyayang seperti sebelum kepergian papanya bertahun-tahun yang lalu.

Mamanya memang begitu mencintai papanya. Rasa kehilangan yang amat sangat besarlah yang membuat mamanya berada dalam kondisi lemah dan tak berdaya seperti ini. Setelah kepergian papanya, mamanya lebih sering menyendiri, mengabaikan anak-anaknya. Di situlah titik terendah keluarga mereka. Satu persatu cobaan meruntuhkan kebahagiaan keluarga mereka. Dan penyebab papanya pergi adalah karena dirinya.

Seketika Alea menepis ingatan masa lalu yang timbul di sudut pikirannya ketika perutnya mulai terasa tak nyaman. Menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Ia selalu butuh pertahanan diri yang lebih kuat dari kenangan masa lalu yang sudah terkubur dalam-dalam saat datang ke rumah sakit. Semuanya sudah terjadi dan menyalahkan dirinya sendiri tak akan mengembalikan satu detik pun dari semua waktu yang sudah terlewat. Tak akan mengurangi sedikit pun kepedihan keluarganya. Arsen sudah mengembalikan semuanya seperti semula, meski beberapa hal tak bisa kembali seutuhnya. Seperti kepergian papa dan keadaan mamanya saat ini.

"Apa Mama baik-baik saja hari ini?" Alea mengusap tangan lalu memasang senyum. "Putri Mama akan menikah, apa Mama tidak ingin melihat pernikahanku?"

Alea mengerjap, mencegah rasa panas yang mulai muncul di sudut mata. Hampir empat tahun melihat mamanya yang lemah dan tak berdaya, ternyata tak membuat Alea terbiasa dengan kepedihan.

Terkadang keputus-asaan mendera, tak tertahankan melihat kondisi mamanya yang tidak berkembang sedikit pun. Tetapi, ia percaya, ia tak pernah berhenti berharap, bahwa suatu saat nanti mamanya akan bangun dan kembali melengkapi kehidupan mereka. Melihat bahwa keluarga mereka masih hidup, masih berjuang, dan hidup dengan baik-baik saja. Sebagai penyemangat bahwa mamanya juga pasti bisa melewati cobaan ini juga.

Lama Alea termenung, menatap wajah mamanya yang tak pernah bosan ia nikmati. Seolah dengan melihat mamanya yang bernapas, ia masih memiliki cinta dan kasih orang tua. Menyerap semua kasih sayang dari wajah pucat itu sebagai kekuatan untuk bertahan hidup.

Tak lama, keheningan ruangan itu terpecah oleh suara pintu yang dibuka. Alea memutar kepala dan melihat kakak sulungnya muncul.

"Kau di sini?" Sekilas keterkejutan muncul di manik Arsen melihat Alea yang duduk di samping ranjang mamanya. Memasang ketenangan di wajah, ia pun menutup pintu dan berjalan mendekati Alea.

Alea mengerutkan kening. Arsen tak pernah datang ke rumah sakit di waktu jam kerja seperti saat ini. Kakaknya itu selalu menyempatkan diri untuk melihat mamanya sebelum berangkat atau sepulang kerja. Kecuali ...

A Lover (Alec & Alea) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang