Chapter 05 | Pre-test

26 1 0
                                    

"Baiklah anak-anak, besok adalah hari Ujian Masuk Kelas Xtraordinary. Apa kalian sudah mempersiapkannya?"

"Sudah, Bu!" Para siswa serempak menjawab.

Bu Farida melangkah mendekati meja para siswa. Beliau mengamati wajah-wajah yang ada di hadapannya dengan lekat. Suara sepatu pantofelnya menyusuri tiap barisan membuat siswa berpikir tidak karuan. Apa yang akan dilakukannya kali ini?

"Ujian tersebut akan dilaksanakan pada jam sembilan pagi. Siapkan alarm kalian agar tidak terlambat karena hal tersebut tidak bisa ditolerir di ujian ini. Pada pukul delapannya, siswa akan dikumpulkan terlebih dahulu di aula untuk pemeriksaan dan pemberian tanda pengenal ujian."

"Sepenting itukah Bu?" Terdengar suara seorang bertanya yang entah darimana asalnya.

Bu Farida tersenyum tipis. "Ibu melihat wajah-wajah bantal yang sulit bangun pagi waktu libur. Besok pun semua kelas diliburkan kecuali kelas satu."

Teriakan tidak terima memenuhi ruang kelas. Banyak wajah kecewa yang tampak saat mendengar ketidakadilan itu.

"Sebaiknya kalian keluarkan unek-uneknya di ruang kepala sekolah. Bagaimana?" tanya Bu Farida memberikan solusi. Satu kelas kembali hening.

Kepala Fabian langsung dipenuhi hal-hal yang dikatakan Arga waktu itu. Yang berarti pada saat Arga mengorek informasi, dia dipersilakan untuk masuk dan menanyainya langsung kepada kepala sekolah. Bu Ghina yang pada dasarnya anggota guru BK sama seperti Bu Farida sampai membela Arga di hadapan guru yang lain.

Fabian pikir Arga langsung menyerbu ruang kepala sekolah agar masalahnya tuntas hingga ke akarnya. Selain itu juga dia ingin mendapat informasi lebih agar bisa mengubah sistem sekolah ini. Tapi, nyatanya justru sistem sekolah yang mempermainkannya.

"Kalian tidak perlu membual. Ikuti saja aturan dan cara mainnya. Pastikan jangan sampai menyimpang," sambung Bu Farida sambil merapikan peralatannya di atas meja.

Bu Farida melayangkan senyuman ke seisi kelas sebelum meninggalkannya. Tak lupa beliau juga menghapus bersih papan tulis. Bu Farida berjalan keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Fabian segera membereskan peralatannya karena jam pelajaran sudah habis. Devan sesekali melirik Fabian sambil ikut memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Fabian terburu-buru seakan dikejar waktu.

"Mau kemana?" tanya Devan.

Fabian menoleh. "Oh...mau beres-beres kelas alpha dan beta. Hari ini...hari terakhir." Fabian melemparkan senyuman di kalimat terakhirnya.

"Aku duluan ya!" Fabian melangkah keluar kelas sambil menenteng tasnya.

Fabian berjalan menuju arah asrama karena dia pikir, dia harus menyimpan barang-barangnya dulu agar lebih leluasa saat menjalani hukuman nanti.

Sesaat dia berpikir, Kan kuncinya di Devan. Sampai lupa gini.

Matanya menangkap sosok yang sedang dipikirkannya. Beberapa kali dia meneriaki Devan agar datang mendekatinya, namun nihil. Orang itu justru jalan lurus, tak memedulikan sekitarnya.

Fabian pun tak punya pilihan lain. Dia memutuskan untuk langsung pergi ke gudang untuk mengambil peralatan seperti biasanya. Gudang itu terletak di pojok sekolah, di tempat tersembunyi dan jarang sekali orang datang ke sana.

Gudang tersebut berpintukan kayu yang terkadang macet dan jendela yang sangat kotor dan kusam. Banyak benda tak terpakai di sana ditambah sangat berdebu. Ruangan yang cukup luas menjadi terasa sesak karena penuh dengan barang bekas.

Sebenarnya Fabian pun enggan untuk masuk ke dalamnya. Tak seorang pun memaksanya, namun ada hal lain-hukuman.

Fabian mengambil sebuah ember dan alat pel, juga sebuah sapu, pengki, dan kemoceng. Di dalam ember tersebut sudah ada lap dan semprotan untuk kaca. Komplit sudah barang bawaannya, sedikit lagi dia bertindak sebagai OB-Office Boy.

MythomaniaWhere stories live. Discover now