Chapter 01 | The Book of Old

97 5 1
                                    

Fabian hanya memainkan makanan yang ada di hadapannya. Dia sangat tak berselera meskipun aromanya membuat lapar. Dia masih kesal dengan perlakuan Bu Farida kepadanya. Fabian menilai bahwa bukan dirinya saja yang tertidur di kelas Bu Farida, tapi kenapa dia yang harus kena batunya.

“Tidur kan manusiawi!” ketusnya sambil bergumam.

Dentingan logam beradu terus terdengar. Fabian meluapkan semua kesalnya pada benda mati yang tak berdosa. Dia terus menerus mengadukan sendok dengan piring.

BRAKKK…

“Hentikan! Tak ada gunanya kamu terus memainkan makanan. Makanlah!” tutur lelaki di hadapannya.

Fabian menatap dingin lelaki itu sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Lelaki di hadapannya tak menghiraukan sama sekali dirinya. Dia asyik sendiri dengan ponselnya.

“Beginikah caramu menemani seseorang? Kamu juga makanlah itu! Kita susah payah mendapatkannya.”

Devan melemparkan senyum tipis sambil meletakkan ponsel di tangannya. “Beginikah caramu menemani seseorang?”-ejek Devan sambil tertawa kecil-“Kamu pasti masih kesal dengan Bu Farida?”

“Aku memang malas, aku juga bodoh! Sudah tak mungkin merubah diriku! Masa dia tak paham-paham juga?” Fabian meletakkan kembali sendoknya.

Devan dengan santai melahap makanannya. Fabian merasa gendok sendiri, pertanyaannya tak digubris oleh Devan. Hal inilah yang membuatnya makin ingin keluar dari kehidupannya. Belum beres masalah yang satu, temannya kini menambah kesal.

Dua siswi melewati mejanya sambil berbisik-bisik. Meski berbisiki, obrolan siswi itu tertangkap oleh telinga Fabian dan Devan. “Masa sih orang top kayak dia mau temenan sama orang bodoh itu?”

Fabian merasa kupingnya mendadak panas, begitupun perasaannya. Dia menggeberak meja lalu melangkah pergi. Devan hanya bisa menatap temannya itu dengan rasa kasihan.

Dia butuh waktu sendiri, biarkan saja, batin Devan.

Fabian melangkah dengan dada yang pengap akan amarah menuju kamarnya. Dirinya masih merasa kesal atas apa yang didengarnya dan perlakuan padanya hari ini. Semua tak berpihak padanya, termasuk teman baiknya—Devan. Fabian menghela napas dalam untuk menenangkan dirinya.

Matanya secara tak sengaja melihat jam dinding. Waktu istirahat akan segera habis, waktunya dia kembali ke kelas. Tapi perasaannya sangat berat untuk kembali ke kelas.

TOKTOKTOK…

Fabian menoleh ke arah pintu. Dia berusaha mengintip siapa orang di balik pintu tersebut dari balik jendela. Suara ketukan kedua kalinya terdengar.

“Fabian! Ayo kembali ke kelas, jangan seperti anak kecil begini. Bu Farida tak sungguh-sungguh dengan ucapannya. Jangan marah pada semua orang! Kamu harus tetap ke kelas, Fab. Jangan membuat masalah semakin runyam dengan kamu membolos sekolah.”

Fabian segera membuka pintu dan keluar dari kamarnya. “Lantas aku harus marah pada siapa?”

“Padaku.”

Fabian tak menghiraukan orang yang tengah berdiri menantinya. Fabian sedang tak ingin lagi berbicara kepada siapapun. Untuk saat ini.

Fabian masuk ke dalam kelas dengan memaksakan untuk bersikap biasa saja. Seakan masalah tadi bukanlah masalah yang besar. Seakan masalah tadi tak pernah terjadi.

“Fab, GAK USAH BERULAH YA!” hardik temannya yang duduk di depan mejanya.

“Maaf,” pungkas Fabian tak ingin memperpanjang permasalahan. Fabian langsung menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangannya di atas meja.

MythomaniaWhere stories live. Discover now