Chapter 02 | Problems

51 4 4
                                    

Fabian mau tak mau harus kembali masuk ke dalam kelas. Suasana di kelas membuatnya merasa risih. Padahal tak ada apapun, tapi Fabian membuatnya terlihat risih baginya. Tatapan jijik dan kesal dari mata teman-temannya, membuat Fabian ingin untuk membolos sekolah. Insiden kemarin membuatnya didiskriminasi habis-habisan di kelas.

“Van, aku izin pelajaran ya? Aku mau ke UKS.” Fabian menoleh ke sampingnya.

Devan menghentikan kegiatan menulisnya dan wajahnya berpaling ke arah Fabian. “Kamu memangnya sakit? Atau mau lari?” sindir Devan.

Fabian mengurungkan niatnya. Dia bisa apalagi kalau Devan mengancamnya.

“Kuat-kuatkan saja, nanti mereka capek sendiri.” Devan berusaha menenangkan.

Fabian menenggelamkan wajahnya di atas meja. “Sebelum mereka capek, aku duluan yang capek!”

BRAKBRAKBRAK…

Seorang siswa tiba-tiba memukul meja. Sontak seisi kelas hening dan menatap ke arahnya.

“Ada yang tahu Bu Farida kemana? Ini sudah mulai jam pelajaran, tapi ibu belum masuk. Apa jangan-jangan jam kosong?”

Sontak seisi kelas kembali riuh dengan ungkapan senang. Beberapa siswa menjerit senang, ada yang tepuk tangan, dan ada pula yang masih tak percaya.

“KICK DARI GRUP KELAS! TARI PASTI BOHONG! KICK,KICK,KICK!” Beberapa siswa teriak menegaskan.

Riuh tawa anak-anak kelas omega memecah kembali keheningan. Sudah menjadi tradisi kelas, kalau ada berita hoax yang berkaitan dengan pelajaran pasti penyebar berita itu dikeluarkan dari grup kelas—sebagai hukuman.

“Yaudah-yaudah, aku panggil ya ibunya.” Devan mencoba menengahi. Tapi apa yang terjadi?

“DEVAN GAK USAH SOK PINTER LAH! JANGAN DIPANGGIL BU FARIDANYA! MEMANGNYA KALIAN MAU BELAJAR HAH? MAU? JANGAN BERTINDAK BODOH!” Temannya berteriak keras mencegah Devan melakukan itu.

“Panggil jangan?” Devan bangkit dari kursinya.

“WOY DEVAN! SELANGKAH LAGI, KAMU GAK BISA KELUAR HIDUP-HIDUP!” Suara tawa kembali menyelimuti ruang kelas. Devan pun yang kena marah justru ikut tertawa renyah. Dia kembali duduk sambil menggelengkan kepala.

Ada-ada saja kelakuan kelas omega, batinnya.

Fabian pun memperbaiki posisi duduknya. Dia bangkit dan membereskan bukunya. Devan mengernyitkan dahi melihat tingkah Fabian.

“Kamu mau kemana?” tanya Devan. Tak ada jawaban dari temannya itu.

Fabian pun berjalan keluar kelas, namun dia berhenti sebentar di depan meja Tari. “Tari kalau ibu masuk, hubungi aku!” Fabian melanjutkan langkahnya.

“Fab! Mau kemana?” teriak Devan dari kursinya, tapi tak digubris oleh Fabian.

Jendela-jendela kelas memperlihatkan kegiatan belajar di setiap kelas. Dia pun kini berjalan di tengah-tengah koridor yang sepi. Sama seperti pikirannya, Fabian mesti ke tempat sepi. Hari ini sangat kacau bagi perasaan dan pikirannya. Ruang UKS jadilah tujuan utamanya.

Ruang UKS di SMA Sevit ini terbilang kecil keketatan pengawasannya. Ruang UKS sering kosong dan tidak ada yang berjaga di sana, meski anggota Himpunan Kesehatan piket. Selain itu, Ruang UKS jarang sekali dikunci membuatnya mudah dimasuki siapa saja. Tapi, kamera CCTV menyulitkan. Fabian sudah sering menyelinap ke UKS, dia tahu titik buta CCTV tersebut sehingga dengan mudah dapat menerobosnya.

MythomaniaWhere stories live. Discover now