"Ya sudah, eyang pergi dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi eyang." Ucap Raden Ayu kemudian bergegas memasuki mobil.

"Enjeh eyang." Aurora tersenyum dan masih setia berdiri disana hingga mobil yang eyang tumpangi menghilang dari pandangan.

***
Setelah mengantar kepulangan eyang, Aurora yang hanya memakai stelan santai bergegas untuk keluar dari penthouse, garis itu merasa lebih nyaman berada di dalam kost-kostan sempitnya daripada berada di dalam tempat tinggal luas dan nyaman yang telah eyang berikan. Segala kebutuhan Aurora mulai dari pakaian, tas, sepatu, make up dan yang lain sudah terpenuhi dengan cukup di dalam penthouse, karena eyang sudah tentu tidak akan mengambil barang lama yang ada di dalam kost-kostan Aurora untuk di bawa ke penthouse.

Mungkin itu adalah salah satu bentuk protes dari eyangnya yang merasa kesal melihat Aurora hidup terlihat tak layak sebagai salah satu anggota keluarga keraton. Bukan soal kemewahan tapi karena harga diri yang sudah terinjak akibat menilai tampilan serta tak tahu latar belakang Aurora membuat eyang harus turun tangan langsung menyelesaikannya.

Membutuhkan waktu sekitar lima belas menit dari komplek hunian mewah menuju komplek kost-kostan yang berada di dalam gang.

"Eh mbak Rara!"

Aurora yang baru memasuki gang langsung menolehkan kepalanya pada sumber suara, seorang perempuan berumur sekitar empat puluh tahun berdiri di depan rumahnya yang berwarna hijau terlihat sedang mengayunkan tangannya memberi isyarat agar Aurora mendekat .

"Iya Bu Joko ada apa?"

Seseorang yang akrab di sapa Bu Joko itu meletakkan sapu yang tadi ia pegang kemudian menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri seolah memastikan bahwa tidak akan ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan mereka.

"Semalam ada dua laki-laki tampan mencari mbak Rara, waktu itu ibu kos sedang keluar jadi dia tanya saya yang kebetulan lewat depan kost-kostan."

Aurora mengerutkan keningnya "terus Bu? Mereka bilang ada keperluan apa mencari saya?"

Bu Joko menggeleng "gak sih, tapi kayaknya mereka panik waktu saya bilang mbak Rara belum kelihatan pulang dari pagi."

Aurora yang menduga itu Faiz dan Wendra mendadak terkejut saat Bu Joko melanjutkan ucapannya.

"Katanya mereka keluarga mbak Rara, aduh siapa ya namanya kok ibu lupa... Pokoknya orangnya tinggi cakep, aduh...namanya... Al, Ali ..."

"Alwi?"

"Nah! Iya bener Alwi."

Aurora bergegas meraih ponselnya dari dalam tas selempangnya dan baru ingat jika ia mematikan ponselnya sejak semalam.

"Terimakasih Bu Joko, itu Abang saya." Ujar Aurora kemudian pamit dan berjalan cepat menuju kost-kostan nya.

"Aduh gawat!" Gumam Aurora yang setengah berlari dengan ponsel yang ia tempelkan pada telinga.

"Halo, Abang diman...."

"Rara! Kamu kemana? Kenapa baru hubungin Abang?udah ga bisa di hubungin ga pulang lagi, kamu nginep dimana semalam? Mau Abang seret pulang ke Kalimantan kamu? Udah mulai berani ya..."

"Stop!" Aurora memotong ocehan Alwi dan menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan, ia menatap pintu kamarnya kemudian...

Tok.. tok..tok...

"Abang di dalam?" Teriak Aurora setelah mengetuk pintu kamarnya karena melihat sepasang sepatu laki-laki di depan pintu, tak menunggu lama pintu terbuka dan bukan Alwi yang berdiri di depannya, melainkan Eza, sepupunya.

My Boss!Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin