Part 6

16 3 0
                                    

"Jika rasa memang benar adanya. Maka janganlah mengkhianati diri sendiri. Karena rasa tak pernah melihat, dimana dia akan berlabuh."
🍁~Irayna Safira Putri~🍁

"Ira..." panggil seseorang.

Kedua gadis yang kini sedang termangu menatap langit, serentak menoleh tatkala mendengar suara orang yang mereka kenal. Bukannya langsung menjawab panggilan lelaki itu, kedua gadis itu malah saling pandang dan menampilkan ekspresi terkejut.

"Eh, Ari. Lagi mau ngomong sama Ira ya?"
tanya Maya, yang menyadari situasi lebih dulu.

"Ra, lo harus ngobrol berdua. Jelasin semua, lurusin kesalah pahaman diantara kalian!" bisik Maya pada Ira. Dan setelahnya diapun bangkit, membersihkan sejenak debu di roknya yang tadi sempet terduduki.

"Yaudah ya guys, gue balik ke kelas dulu. Dan gue harap setelah ini kalian bisa kayak biasa lagi." ucap Maya lagi. Sebelum dia benar-benar meninggalkan rooftop gedung itu. Dan dapat dilihat Ari membalasnya dengan senyuman dan anggukan.

Setelah Maya meninggalkan mereka berdua, kini Aripun mendekati Ira. Dan diapun duduk di samping Ira, tempat yang tadi sempat diduduki oleh Maya. Namun tak ada satu katapun yang keluar diantara keduanya. Ira yang masih betah dengan diamnya. Dan Ari yang bingung harus memulai berbicara dari mana.

"Ri..."
"Ra..."

Panggil keduanya bersamaan. Tak ada lagi kata yang mampu keluar diantara keduanya. Hanya mata mereka yang beradu. Seolah saling mengatakan apa yang sedang berkecamuk di batin masing-masing.

"Ra, gue mau ngomong," ucap Ari, mengawali pembicaraan lebih dulu.

"Eh, Ri. Bentar lagi udah mau bel masuk nih. Mending kita balik kelas aja yuk!" sahut Ira, dan buru-buru bangkit. Sebelum Ari menjawab perkataannya, dia malah pergi lebih dulu meninggalkan Ari.

"Ra, tunggu! Gue mohon, lo mau ketemu gue disini pulang sekolah nanti ya!" ucap Ari, sembari menahan tangan Ira supaya dia tidak lari.

Degup jantung Ira yang sejak kedatangan Ari tadi sudah berdegup dua kali lebih kencang dari biasanya. Rasanya kini semagin berdegup lebih kencang lagi. Bahkan Ira tak mampu tuk menatap mata Ari seperti biasanya.

"Iya. Gue nanti bakal temuin lo disini kok, Ri," sahut Ira lagi. Setelah dia rasa tangan Ari melepas genggaman tangannya, Irapun berlari kembali ke kelasnya dengan degub jantung yang belum lagi stabil.

Flasback Off


"Kenapa sih, kenapa gue jadi mikirin kejadian tadi terus. Fokus dong, Ra. Pelajaran ini lebih penting dari pada Ari," ucap Ira tiba-tiba. Meski Ira hanya berbicara lirih, namun Maya teman sebangkunya dapat mendengar apa yang dikatakan Ira dengan jelas.

Bahkan sudah dapat dilihat bahwasannya sejak Ira kembali ke kelas tadi. Ira terlihat lebih gugup dan gelisah dari pada tadi pagi. Tatapannya juga jadi kosong, entah kemana pikirannya saat ini. Namun yang pasti, Ira tidak tahu bahwa Bu Wahyuni saat ini sedang memperhatikannya. Guru itu menyadari bahwa ada satu muridnya yang tidak mendengarkan penjelasannya hari ini.

Braaak... penghapus papan tulis yang tadi sempat melayang itu, tepat mengenai meja Ira. Malah nyaris mengenai kepalanya. Jika saja dia tak segera mengangkat kepalanya dari atas meja.

Rasa Yang Harus TerjedaWhere stories live. Discover now