Part 2

33 5 9
                                    

Hari ini adalah hari senin yang membosankan bagi Ira. Karena seharusnya dia masih bisa tertidur nyenyak di atas kasur empuknya. Namun kini dia malah harus terbangun oleh suara mamanya yang begitu menggelegar di seluruh ruang kamarnya. Bagaimana tidak, Ira yang notabennya menjadi satu-satunya anak perempuan dalam keluarganya malah sering bertingkah layaknya anak lelaki.

Waktu telah menunjukkan setengah enam pagi, bukannya langsung mandi dan bersiap, Ira malah kembali berbaring di tempat tidurnya usai sholat subuh tadi. Mamanya yang sejak pagi sudah berkutat di dapur, mulai jengah dengan sikap anak gadisnya itu.

"Iraaaaaaa...bangun dong! Kamu tuh anak cewek apa cowok sih. Bikin mama kesel aja tiap harinya." Celoteh mama Ira sembari berusaha menyadarkan Ira dari dunia mimpinya.

"Apa sih ma? Ira tuh masih nguaantuk...hoamh...." Sahut Ira yang diakhiri dengan uapan.

Bruuuk...
Mama Ira melempar sebuah bantal dan tepat mengenai muka anak gadisnya yang masih enggan meinggalkan tempat tidur.

"Iya ma. Ira bangun nih." Ucap Ira langsung, sembari ogah-ogahan mengambil handuknya dan berjalan menuju kamar mandinya.

"Ira awas ya, jangan tidur di kamar mandi! Setengah jam lagi kamu harus udah ada di ruang makan. Kalau enggak mama samperin kamu. Mama siram kamu pake air." Teriak mama Ira lagi sembari berjalan keluar dari kamar Ira.

🍁🍁🍁

Karena takut dengan ancaman mamanya tadi, akhirnya Irapun mematuhi apa yang telah mamanya perintahkan. Dan sekarang dirinya sudah ada di depan pintu gerbang SMA-nya dengan seragam rapi khas hari senin.

"Makasih abangku yang ganteeeng." Ucap Ira manja pada kakaknya sembari beranjak turun dari motor tinggi kakaknya.

"Mulai lagikan lebaynya." Ucap Bang Rafka, sembari mengacak puncak kepala adiknya.

"Woy Ira." Tiba-tiba seorang gadis menepuk bahu Ira dari belakang.

Bukannya fokus dengan orang yang disapanya tadi. Gadis yang menupuk bahu Ira itu, malah mengalihkan pandangannya pada kakak Ira yang masih diam di tempat. Dan tanpa disadarinya, gadis itu menampilkan senyum konyol di hadapan kakak Ira.

"Eeeh ada bang Rafka juga. Pagi Bang Rafka." Ucap Maya yang sekarang tengah memandangi Bang Rafka, kakak Ira.

"Pagi Maya." Sahut Bang Rafka tak lupa dengan senyum manis yang disertai lesung pipinya.

"Gilaaa, Ra. Abang lo ganteeng banget." Celetuk Maya.

"Udah dong May, malu-maluin diri sendirinya udah cukup!" Sahut Ira, sembari mendorong Maya yang masih terpukau dengan kakaknya menuju halaman sekolah. Tak lupa juga Ira berpamitan lebih dulu dengan kakaknya. Dan hanya disambut dengan lambaian tangan serta senyum manis kakaknya itu.

Setelah Bang Rafka meninggalkan pintu gerbang, barulah Maya tersadar dari lamunannya. Namun bukannya berterima kasih dengan sahabatnya yang telah menuntunya masuk, Maya malah memukul tangan Ira yang masih dengan santai menyeretnya ke halaman sekolah. Dan terjadillah cek-cok diantara keduanya.

Bruuum bruum
Tiba-tiba dari pintu gerbang, munculah seorang lelaki yang sudah familiar bagi Ira membonceng seorang gadis. Mereka berboncengan dengan tak biasa bagi Ira. Karena tangan si gadis dengan santainya melingkar di pingang sang lelaki.

Entah apa yang Ira rasakan saat ini. Karena tiba-tiba dadanya begitu sesak dan jantungnya seperti berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Wajahnya kinipun juga mulai memerah. Dan tanpa disadarinya, dia telah ngedumel tidak jelas di depan Maya.

"Ra, lo kenapa? Lo pusing?"

"Haah... enggak kok May. Kenapa tiba-tiba lo nanya gitu?" Sahut Ira masih dengan memandangi Ari yang saat ini tengah melepaskan helm sang pacar.

Rasa Yang Harus TerjedaWhere stories live. Discover now