Part 9

11 0 0
                                    

"Saat rasa sudah mau berlabuh walau hanya pada pandangan pertama. Lalu kenapa tidak mencoba untuk memperjuangkan."
🍁~Ariyo Putra Pangestu~🍁

Hari Rabu, hari yang paling disukai oleh Ari. Jika ditanya kenapa, pasti semua penghuni SMA Nusa tahu. Jika kelas XI MIPA 3 akan mengikuti pelajaran olahraga, pasti disana akan ada Ari yang tebar pesona. Dengan tampang yang pas-pasan saja, Ari akan memikat para gadis hanya dengan senyumannya.

Jika Ari suka dengan pelajaran olahraga, berbeda dengan Ira. Ira hanya akan membenci pelajaran ini, apalagi semenjak dia menyadari perasaannya pada Ari. Dia tak suka jika akan ada banyak gadis yang mencari perhatian pada Ari. Apalagi jika mereka sampai memohon pada Ira supaya mereka bisa dekat dengan Ari.

"Ra, kalo senam yang bener dong! Jangan bengong mulu! Kena sanksi dari Pak Revan tau rasa lo." celetuk Maya yang berbaris di belakang Ira.

"Siapa juga yang bengong, gue tuh lagi menghindar dari matahari nih. Silau banget tau, mana panas lagi." sahut Ira.

Tak ada jawaban lagi dari Maya saat ini. Namun tanpa disangka Ari yang awalnya berbaris di sebelah Ira bertukar tempat dengan siswa yang berada di depan Ira. Tubuh jangkung Ari yang kini berdiri di depan Ira, membuat dirinya sedikit terhalang dari sinar matahari.

"Gimana? Masih panas enggak, Ra?" tanya Ari lirih. Tak ada sedikitpun sahutan dari Ira, hanya senyum manis yang terukir di wajah gadis itu.

Setelah sepuluh menit melakukan senam untuk pemanasan, seluruh siswa kinipun mulai merapat di tepian lapangan basket. Namun sebelum mereka bisa untuk benar-benar istirahat sebentar, tiba-tiba suara lantangpun terdengar.

"Anak-anak, sebagai pelengkap. Kalian semua bisa lari keliling lapangan tiga kali ya!" ucap Pak Revan tiba-tiba.

Dan dari tengah lapangan, guru olahraga itu langsung memberi aba-aba supaya para siswanya langsung melaksanakan perintahnya. Tak ada yang bisa para siswa lakukan saat ini, selain mematuhi gurunya itu. Namun di dalam hati masing-masing, timbul sebagian bisik-bisik mendumel atas perilaku Pak Revan ini. Begitu juga dengan Maya yang kini sedang berlari di sebelah Ira.

"Itu guru, mentang-mentang ganteng nyuruh murid seenaknya. Ini nafas masih engap belum sempet istirahat habis senam udah disuruh lari lagi," cerocos Maya.

"May, lo tau enggak? Kenapa lo ngerasa engap banget sekarang?" sahut Ira merespon.

"Emang kenapa, Ra?" selidik Maya.

"Ya karena lo nyerocos mulu  dari tadi. Enggak capek apa lo ngomel terus-terusan gitu?" sahut Ira lagi. Setelah itu, Ira langsung berlari mendahului sahabatnya yang masih terkejut dengan ucapan Ira.

"Ira... resek ya lo!" teriak Maya di belakang.

"Heeh... Maya, kenapa kamu teriak-teriak itu?" teriak Pak Revan yang sudah terduduk di tepian lapangan.

"Maaf, Pak. Lagi ngetes suara saya." sahut Maya, masih dengan lari dan nafas yang mulai ngosngosan.

"Heeiii... cewek. Sendiri aja?" ucap seseorang yang tiba-tiba berlari  di sebelah Ira.

"Sendiri? Mata lo rabun, Ri?" celetuk Ira tiba-tiba.

Yang mendengarpun sedikit terkejut. Bahkan Ari sempat berhenti dari larinya. Dia tersenyum, ternyata sahabatnya sudah seperti biasa lagi. Setelah tersadar, Ari kembali melanjutkan larinya dan mensejajarkan langkahnya dengan Ira.

"Yaelah, Ra. Gue becanda kali. Gitu banget respon lo." ucap Ari lagi, setelah dia berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Ira.

"Terserah, emang gue peduli. Wleek..." sahut Ira lagi, namun kali ini diakhiri dengan juluran lidah. Setelahnya Ira kabur mempercepat larinya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 04, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Rasa Yang Harus TerjedaWhere stories live. Discover now