Part 7

16 2 0
                                    

"Saat rasa tak pernah ada, lalu untuk apa hubungan tetap dipertahankan."
🍁~Ario Putra Pangestu~🍁

Hari ini, mentari begitu cerah menyinari bumi. Dua sosok anak manusiapun terlihat tertawa bahagia. Tak henti-hentinya mereka menertawakan hal yang seharusnya tak lucu sepanjang perjalanan berangkat ke sekolahnya. Bahkan angin yng menerpa wajah mereka, mereka anggap sebagai kawan yang turut berbahagia.

Hingga sampailah sepeda motor yang mereka naiki memasuki gerbang SMA NUSA. Semua pasang matapun tertuju pada mereka. Bahkan tak hanya tatapan mata yang mereka dapat, saat telah memasuki area parkiran. Melainkan bisikkan-bisikkan tak enak hatipun turut terdengar.

"Eh, itu bukannya Ari ya? Ngapain dia boncengan sama Ira? Atau jangan-jangan mereka..."

"Kalo iya mereka pacaran, enggak tau diri banget tuh cewek. Pinter banget ngrayunya," ucap yang lain menimpali.

"Eh, tapikan mereka sahabatan. Enggak mungkin kali mereka pacaran. Tapi, kalo friendzone enggak tau sih."

"Halah, palingan juga cuma jadi pelampiasan doang. Kayak yang kita tau sekarang. Kak Ari kan habis putus sama Nabila."

Dan masih banyak bisik-bisik lain yang tak enak didengar. Ari yang notabennya cuek, tak memperdulikan komentar siswa lain mengenai hidupnya. Toh ini hidupnya, dirinya juga yang menjalani. Dia makan dan dibesarkan juga menggunakan uang papanya, bukan hasil meminta-minta pada mereka. Lalu untuk apa Ari harus memikirkan ucapan mereka. Dan kalo mereka lelah, mereka juga akan diam dengan sendirinya.

Namun kali ini berbeda dengan Ira. Jika Ari menanggapi ini dengan kepala dingin, berbanding terbalik dengan sifat Ira. Bahkan sejak kedatangan mereka tadi, Ira benar-benar menahan diri untuk tidak mencolok mata mereka yang memandang dengan tatapan tak mengenakkan. Tawa yang tadi sempat menghiasi wajah mereka, kini hilang entah dimana.

Ubun-ubun Ira semakin ingin meledak rasanya. Bagaimana tidak celotehan tak berguna para siswa semakin menjadi. Seolah mulut mereka tak pernah disekolahkan. Sebenarnya Ira tak ingin juga meladeni mereka, tapi saat dirinya hendak pergi ada suara seseorang yang membuat kedaulatan hidupnya terganggu.

"Dasar enggak tau malu! Udah tega ngehancurin hubungan temen sendiri. Kalo mau punya pacar cari dong! Atau jangan-jangan situ enggak laku," ucap gadis yang tengah berdiri dengan kerumunan temannya itu. Dan diakhiri gelak tawa oleh mereka semua.

Ira yang sudah menahan kepalan tangannya sejak tadi, kinipun dia berbalik arah dan menghampiri bocah itu. Dia tak akan tinggal diam jika harga dirinya sudah diinjak-injak. Apalagi diinjak oleh cabe-cabean seperti mereka.

"Apa maksud lo?" tanya Ira tanpa basa-basi.

"Lo tanya apa maksud gue? Enggak denger lo, apa yang gue omongin tadi?" sahut gadis itu dengan menunjuk-nunjuk Ira.

"Gue tanya, dengan perilaku sopan ya. Karena ucapan sampah lo yang bikin nyelekit. Mungkin lo lebih berhak ngomong sama kepalan tangan gue ya," sahut Ira.

"Enggak takut gue," ucap gadis itu, namun teman-teman yang mengerubunginya tadi ikut maju seolah ingin menantang Ira.

"Gue bukan tipe cewek menyek-menyek kayak lo ya. Enggak perlu gue harus jambak-jambak kaya kalian. Kalian maju enam orang gue ladenin, tenang aja enggak usah berebut. Pasti kalian semua bakal dapet bogeman gue masing-masing."

Rasa Yang Harus TerjedaWhere stories live. Discover now