Tujuh

6.8K 1.1K 108
                                    

Areva keluar dari kamar Sophi yang sementara ini akan jadi kamarnya sebelum ia menikah dengan Darrel. Entah mereka akan benar-benar menikah atau tidak.

Sudah jam sebelas malam lewat tiga puluh menit, dan ia tidak bisa tidur. Ia putuskan ke balkon untuk menikmati udara malam, mana tahu itu akan membuat matanya kantuk.

Pertanyaan Mamih saat makan malam tadi membuat dia dan Darrel tak berkutik. Untung, handphone Darrel berbunyi sehingga mereka bisa menghindari pertanyaan Mamih.

Srek. Areva membuka pintu sorong dan terkejut mendapati Darrel duduk di balkon sambil menghisap rokok dan minuman kaleng beralkohol bergambar bintang.

"Sorry..." Ucap Areva segera berbalik badan tetapi Darrel menahan tangan gadis itu lalu memberi kode agar Areva boleh duduk disebelahnya.

Areva pun duduk di kursi kosong disebelah Darrel. Beberapa menit berlalu hanya suara nafas mereka yang terdengar.

"Aku nggak tahu kalau kamu merokok." Ucap Areva akhirnya memecah kesunyian mereka berdua.

"Kadang-kadang. Bukan perokok permanen. Hanya kadang kalau minum bir, suka ngerokok." Ucap Darrel. "Tapi aku bisa benar-benar tak menyentuh nya jika kamu mau." Ucapnya dengan tatapan merayu. Sayang Areva bukan tipe gadis yang malu-malu digodain gitu.

"Nggak. Jangan karena aku, tapi karena dirimu sendiri. Segala perubahan menuju ke hal positif itu baik, terutama jika diawali dari diri sendiri." Ucapnya tegas membuat Darrel tak berkutik.

Suasana kembali diam. Mereka berdua berada di balkon lantai dua. Rumah Darrel ini berada di sebuah perumahan dengan rumah berlantai dua. Satu kamar utama berada di lantai satu, itu kamar Mamih, sedangkan dua kamar di lantai dua, kamar Darrel dan Sophia.

Itu sebabnya, mereka berdua bebas ngobrol tanpa mengganggu Mamih dan Sophia.

"Besok temenin aku ke cafe ya." Ucap Darrel.

"Cafe?"

Darrel mengangguk sambil menghisap rokoknya dalam lalu membuangnya ke sisi kiri agar tak mengganggu Areva yang duduk di sebelah kanannya. Astaga... Hati Areva rasanya mau njerit aja, pasalnya baru saja pria ini tampak sangat tampan padahal ia sangat tak suka perokok.

"Lihatinnya jangan gitu nanti kalau aku pengen cium kamu gimana? Aku tahu aku ganteng, tapi lihatinnya biasa aja soalnya aku gampang khilaf loh." Ucap Darrel menangkap basah Areva menatapnya.

"Ih... Sumpah ya kamu itu orangnya ge'eran banget. Udah ah aku mau tidur aja."

"Mau aku bobok-in nggak Va?" Tanya Darrel pada Areva yang berjalan menuju dalam rumah yang dijawab "Nggak." Oleh Areva tanpa menoleh sedikitpun ke belakang tempat Darrel masih duduk.

Darrel tersenyum kecil saat Areva sudah tidak terlihat lagi. Ia kembali kepada kegiatannya. Menikmati bir dan sebatang rokok lagi malam ini.

Biasanya ia akan merokok dan minum bir jika sedang ada yang dipikirkan. Darrel memikirkan keputusannya menuruti Mamih menikahi si calon mantu idamannya. Dia belum tahu yang hatinya benar-benar inginkan. Cinta di hatinya sudah hancur akibat pengkhianatan Salsabilha, lalu bisakah ia mencintai Areva dengan kondisi hatinya saat ini?

Setidaknya sekarang ini, ia tak mau mengecewakan Mamihnya. Lagipula Areva juga tidak seburuk yang ia pikirkan selama ini. Gadis itu baik, cantik tentunya dan bisa diajak kerjasama untuk membahagiakan Mamihnya.

"Darrel..." Tiba-tiba Areva muncul lagi. Sejak tadi gadis itu berdiam diri dibalik pintu balkon. Jantungnya berdebar-debar antara iya dan tidak. Tapi jika benar Darrel akan menikahinya, setidaknya Darrel harus tahu satu kebenaran dirinya yang paling utama.

Mantunya Mamih (Ready Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang