Curhat di Becak Cinta||03

16 6 0
                                    


Happy reading

---

Surakarta, Jawa Tengah


Malam minggu adalah surga bagi para muda-mudi bucin untuk pergi jalan dengan sang pujaan hati. Dan untuk para kaum jomlo, ini adalah waktu paling tepat untuk mereka berdoa agar hujan segera turun walau musim kemarau.

Di rumah seorang pemuda tengah bersiap, cowok beralis tebal itu bukan ingin kencan. Ia hanya ingin jalan-jalan dengan teman sedari kecilnya, menikmati angin malam lalu berhenti di salah satu warung tenda pinggir jalan.

"Mami, Dhirga berangkat ya." Perempuan paruh baya yang sedang menonton tv itu menoleh, melihat anak bujangnya dari atas sampai bawah.

"Baguse anak Mami, arep nandi?(Gantengnya anak Mami, mau kemana?)" Tanya Sinta pada anak Laki-lakinya itu.

Dhirga nyengir menggaruk tengkuknya salah tingkah, "kaya gak tau enom ae to, Mi,(kayak nggak pernah muda aja, Mi)malmingan jalan-jalan keliling kota." Sahut Papi kemudian duduk di samping Mami.

Dhirga dibuat makin salah tingkah, "Mi, salim. Selak bengi, ngko cewekku ngambek(keburu malam, nanti cewekku ngambek)." Dhirga menyalami kedua orang tuanya itu bergantian.

"Iseh sore, adzan Isya wae durung, selakmen meh yang-yangan(masih sore, adzan Isya saja belum, keburu mau pacaran)."

"Nanti sholat tempat Rain ajalah, biar nggak telat." Jawab Dhirga kesal, Maminya ini kalo diladenin bakal lama.

"Tak kiro mau duwe yang tenan bocah iki, ternyata rung isoh move on to(Kirain punya pacar anak ini, ternyata belum move on)." Ucap Mami lagi.

Dhirga makin kesal, tanpa membalas ucapan Maminya Dia berlalu begitu saja menuju garasi mengambil motornya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam, dih ngambekkan kayak Papi ya." Papi hanya menoleh pada istrinya, terserah.

Jangan berpikir karena Dhirga tinggi, manis,dan ketua ekskul futsal motornya adalah sekelas motor sport. Cowok itu tak suka motor jok nungging seperti itu, Dia lebih suka motor matic yang menurutnya kebih nyaman apalagi jika harus membonceng seorang perempuan.

Karena jarak komplek perumahannya dengan Arzu hanya sekitar setengah kilometer, dalam waktu lima menit Dhirga telah sampai di depan rumah Arzu. Memasukkan motornya ke pekarangan, kemudian mengetuk pintu rumah Arzu.

"Assalamualaikum." Dirgha mengetuk pintu.

"Waalikumussalam." Terdengar suara dari dalam, pintu terbuka, Bunda keluar dari rumah.

"Eh, Ga, masuk-masuk." Dhirga salim kemudian masuk. Di ruang tamu Ayah Arzu terlihat rapi dengan celana bahan dan kemeja.

"Mau pergi ya, Bun?" Bunda mengangguk, "Arzu nggak ikut kok, kamu kesini mau ketemu Arzu kan?" tanya Bunda sambil mmebenarkan baju Ivad.

"Iya, Bun. Mau ngajak Arzu ke Manahan, boleh?"

"Tanya Ayah sana."

"Boleh, Yah?" tanya Dhirga pada Ayah. Ayah bergumam membolehkan, "Jangan pulang malam-malam."

"Siap, Yah."

"Ayah mangkat disik. Arzu nek kamar, rasah aneh-aneh.(Ayah berangkat dulu. Arzu di kamar, nggak usah aneh-aneh)" Ayah dan bunda pamit, Dhirga menyalami mereka lalu beranjak ke kamar Arzu.

"Nyil, yuhuu..main kuy, ke Manahan abis itu makan." Dhirga melihat Arzu tengah tiduran di kasur dengan handphone di tangannya. Arzu bangkit saat handphonenya di rampas oleh Dhirga.

Someone You Love(d)Where stories live. Discover now