Prolog

335 258 122
                                    

"Jangan dengarkan apa yang orang lain katakan, karena itu hanya membuat beban pikiran."
~••~

Kriiingg...

Suara bel pulang yang sudah ditunggu semua penghuni sekolah pun berbunyi. Biasanya, murid yang mendengar suara itu pasti akan langsung bergegas ingin pulang. Namun, tidak dengan beberapa murid yang ada di salah satu kelas di sekolah ini.

"Woy, anak kayak kamu itu gak pantes ada di sekolah ini!"

"Iya, kamu itu gak pantes di sini."

"Mending kamu pulang sana, belajar aja kamu di rumah jangan di sini. Di sini itu bukan tempat untuk anak kayak kamu."

Suara yang saling bersahutan, yang dapat memekakkan telinga seorang gadis kecil berseragam merah putih yang sedang duduk sambil menundukkan kepalanya di bangku pojok ruangan itu, selalu saja mengganggu ketenangannya.

Tidak pernah sehari pun dirinya tanpa mendengar suara-suara itu. Suara yang selalu menghinanya. Bukan menghina fisik atau ekonominya tapi keadaannya.

Gadis kecil yang bahkan tidak mengerti tentang masalah apa yang ada pada hidupnya itu, tidak mau berlarut dalam hinaan temannya.

Dengan keberanian dia mendongakkan kepalanya dan berkata, "Aku pantas ada di sini. Aku berhak sekolah di sini. Aku pinter, aku berprestasi dan aku bukan murid-murid nakal kayak kalian," ujar gadis kecil itu dengan berani sambil menunjuk wajah teman-teman yang baru saja menghinanya.

"Sekolah ini memang menerima murid yang berprestasi, tapi kami yang tidak menerima murid kayak kamu," ucap salah satu dari mereka.

"Iya kami gak mau nerima temen anak haram kayak kamu," timpal teman yang lainnya.

"Aku bukan anak haram!" ucap gadis kecil itu dengan susah payah karena menahan tangis, "Aku bukan anak haram dan kalian itu bukan siapa-siapa aku, jadi mending kalian diem deh," lanjutnya.

Gadis itu langsung mengambil tasnya dan langsung pergi dari kelas itu sebelum air matanya jatuh. Dia tidak ingin menangis di depan teman-temannya, dia tidak mau mereka menganggapnya lemah dan malah semakin menghinanya.

~••~

Hanya dentingan piring dan sendok yang menyelimuti ruang makan bernuansa putih dan cokelat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanya dentingan piring dan sendok yang menyelimuti ruang makan bernuansa putih dan cokelat ini. Terlihat sederhana namun elegan.

Sepasang mata indah berwarna cokelat gelap dengan bulu mata lentik yang dimiliki oleh seorang ibu muda, tidak sengaja melihat pada sosok gadis kecil yang sedang mengaduk-aduk nasi gorengnya dengan tidak berselera.

"Kamu kenapa kok makanannya malah diaduk-aduk gitu? ayo cepet dimakan keburu dingin," ucap sang ibu.

Gadis yang tadinya memainkan nasi gorengnya terdiam sejenak dan terlihat dari kerutan di dahinya jika dia sedang berpikir. Apakah pertanyaannya kali ini perlu diutarakan lagi atau tidak. Pasalnya dia sudah sering menanyakan hal ini dan jawaban dari ibunya pasti selalu sama.

"Bu, emangnya Ayah kemana sih?" tanya sang anak.

Sang ibu yang tadinya sedang menikmati makanannya jadi terdiam dan memandangi anak semata wayangnya.

Dengan berat hati ia harus berbohong lagi kepada anaknya, "Ayah kan lagi kerja. Ayah itu orangnya sibuk banget jadi jarang ketemu sama kita. Emang kenapa kamu nanya kayak gitu?"

"Tadi di sekolah aku dikatain lagi sama temen aku, Bu," kata gadis itu sambil menunduk sedih mengingat hinaan yang telah dilontarkan teman-temannya.

Sang ibu hanya bisa tersenyum miris melihat anaknya yang terus dihina oleh temannya, namun dia harus terlihat tegar di depan anaknya.

Sang ibu memegang tangan gadis yang duduk di depannya itu, dan dengan senyuman yang menenangkan sang ibu berkata, "Jangan kamu dengerin ucapan temen kamu, mereka semua itu cuma iseng. Lagian apa yang mereka semua omongin itu gak bener dan cuma bikin kamu sedih. Ibu tau kamu kangen sama Ayah, Ibu juga. Tapi Ayah kamu memang belum bisa ketemu sama kita sekarang karena sibuk. Nanti kalau Ayah udah gak sibuk, Ibu yakin pasti Ayah dateng kok."

Gadis itu memang masih kecil, tapi dia bisa melihat jika ibunya sedang menyembunyikan sesuatu. Hanya saja, dia tidak tahu apa yang sedang disembunyikan oleh ibunya dan dia juga tidak mau membuat sang ibu ikut sedih karena dirinya.

"Tapi bener kan Bu, nanti aku bakalan ketemu dan main sama Ayah," kata gadis kecil itu.

Sang ibu hanya membalas dengan anggukan. Merasa miris melihat senyum yang mengembang di wajah sang anak karena sangat antusias untuk bertemu ayahnya. Namun, apa lagi yang bisa dia lakukan selain itu.

"Ya udah, sekarang mending kamu lanjutin makan, pasti itu nasinya udah dingin. Setelah selesai makan, nanti kamu kerjain Pr, abis itu tidur. Besok 'kan kamu harus sekolah."

"Iya Bu," gadis itu mengangguk dan melanjutkan makannya dengan lebih berselera.





















Hai readers, semoga suka sama part ini yaa:).

Dan terus kasih support untuk cerita ini.
Jangan ragu untuk komen dan kasih tau kalau ada typo yaa. Kalian juga bisa kasih saran apa aja untuk cerita ini. Dan jangan lupa untuk tinggalkan jejak.🥰

Best regard,
E

There Is A ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang