19. | My First and last

Start from the beginning
                                    

"Curhat apa tante?" Tanya Marsya saat mereka sudah duduk. Mereka duduk dengan posisi miring saling berhadapan.

Nendi terlihat berpikir, "curhat apa ya, ah tante juga bingung mau cerita apa. Kamu sudah makan? Biar bicaranya lebih enak sambil makan. Gimana?"

"Em sasa uda makan tadi tante sebelum kesini sama Diaz juga."

"Ooh, kamu gimana sih bisa dekat sama Diaz. Diaz kan banyak degem nya kalo disekolah."

Marsya menggulum senyum, bingung mau menjawab apa.

Ekhem..

Marsya merapalkan ucapan syukur dalam hatinya. Diaz datang disaat yang tepat dia langsung duduk disebelah Nendi. Marsya tak dapat melepaskan tatapannya dari Diaz. Diaz sangat tampan dengan kemeja nya yang kebesaran, sebagian kemeja nya berwarna putih dan sebagiannya lagi berwarna hitam. Dia tidak memasukkan bagian yang berwarna hitam itu kedalam celananya hanya bagian yang putih saja.

"Udah liatinnya, aku tahu aku ganteng." Diaz mengerling nakal, Marsya mendengus.

"Kamu mau kemana nak?" Tanya Nendi. Dia juga bingung kenapa Diaz berpakaian rapi.

"Papa nyuruh Diaz kekantor."

Nendi mengangguk. Meskipun hubungan nya dengan Bilson sudah lama putus, papa Diaz tidak perna membedakan Diaz dan adiknya yang jatuh ketangan papanya. Diaz akan mendapatkan setengah dari perusahaan papanya dan setengahnya lagi untuk adiknya

"Kamu mau pergi sekarang?"

"Nggak, bentar lagi mau berduaan dulu sama my prety girl."

"Kamu ngobrol "kamu ngode mama buat pergi?"

"Yup! Mama pintar deh pantas Diaz juga pintar." Lagi-lagi Marsya mendengus karena sifat Diaz yang super pede.

"Yauda mama kekamar duly kayanya ada kerjaan. Marsya tante tinggal dulu yaa," ijin Nendi sebelum pergi. Dia mengelus surai rambut Marsya lalu beranjak dari tempat duduknya yang sekarang sudah digantikan oleh Diaz.

"Hai pacar," sapanya sambil melambaikan tangannya didepan Marsya.

"P-pacar?"

Diaz mengangguk pasti.

Seketika Marsya teringat dengan kata-kata Diaz saat dimobil tadi. "Aku nggak ada bilang iya yah!"

"Emang aku ada nanya? Itu pernyataan bukan pertanyaan."

"Kok gitu?"

Diaz mendekatkan wajahnya pada Marsya, "Kamu mau nolak?" Pelannya.

Marsya meneguk saliva. "Engg nggak gituuu," cicit Marsya.

Diaz mengangkat sebelah alisnya. "Jadi?" Dia semakin mendekatkan wajahnya, menatap wajah Marsya yang sudah mulai memerah seperti kepiting rebus. Melihatnya yang seperti ini dia jadi teringat saat Marsya memeluknya beberapa jam yang lalu. Dia jadi menyesal karena telah memarahi gadisnya.

"Kamu-- jauh dikiiit. Aku nggak bisa nafas." Ujarnya sambil mendorong dada Diaz menjauh barulah dia bisa bernafas lega.

Diaz berusaha menahan tawa dan hanya menunjukkan senyum nya. Marsya sangat imut dalam mode awkward seperti ini. Padahal dulu perempuan ini seperti Macan betina yang tidak bisa diganggu.

"Kamu mau kan jadi pacar aku?"

"Dimana-mana itu nanya dulu baru resmi pacaran. Nggak kaya kamu pacaran dulu baru nanya mau apa nggak."

Diaz tertawa menanggapi ucapan Marsya yang ada benarnya. "Oke berarti kamu mau." Diaz duduk lurus kedepan sambil bersandar pada pinggir sofa. Menegadahkan menatap langit-langit rumahnya.

"Kamu bawa warna baru dalam hidup aku. Sejak ketemu kamu dunia aku kaya berputar dikamu terus. Kamu orang pertama yang buat aku jadi orang paling bodoh dalam cinta. My first and last." Diaz menjeda ucapannya. "Jangan perna pergi ya sa aku nggak mau kehilangan orang yang aku sayangi lagi."

Marsya menatap Diaz yang terlihat sedih. Air muka nya menunjukkan kalau dia sedang mengingat seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. "Kamu perna kehilangan?" Tanya nya hati-hati.

"Papa sama mama bercerai saat aku masih smp. Karena perpisahan itu aku harus berpisah dengan adik aku yang paling aku sayangin."

"Dia dimana sekarang?"

"Aussie. Aku nggak tau apa tujuan papa nyekolahin dia disana."

"Mungkin papa kamu punya tujuan tertentu. Kamu nggak boleh berburuk sangka."

Diaz mengepalkan tangannya erat. Tujuan apa yang sampai membuat adiknya harus sekolah ditempat yang sangat jauh? Ingin sekali dia mengatakan itu tapi tidak. Dia tidak mungkin melampiaskan amarahnya pada Marsya.

"Kamu nggak ngerti sa." Akhirnya hanyabitu yang bisa dikatakannya.

"Boleh aku tahu kenapa papa sama mama kamu cerai?"

Diaz tercekat. Dia menatap Marsya. Berpikir sejenak lalu menghembuskan nafas panjang.

"He's leave and everything has change."

.
.
.













Halooooooo sobat... ekstrima banget ga sih update pas jam segini. Padahal tadi pagi itu aku uda niat gini nih, beaok aja deh update nya. Lagi magerrrrrr. Tapi tadi aku gabut banget jadi deh aku nulis dan mikir setengah mati untuk part ini. Dan di part ini aku nyoba pakek Point Of vieou (POV) pengen nyoba aja, wk. Aku nggak akan bosan-bosan nanyain kalian "Gimana part ini?" Biar au tau gimana cerita aku menurut kalian. Aku selalu ngisahain yang terbaik buat cerita aku kok. Cuman karena mungkin ini baru pengalamam pertama aku jadi aku masih tabuh dengan hal-hal kepenulisan. Tapi makasih buat kalian pembaca setia MSD somoga kalian sehat selalu yaa biar bisa terus baca MSD.

Satukata buat Diaz.

Satu kata buat Marsya.

Satu kata buat Nendi.

Satu kata buat adiknya Diaz.

See you next part gaessseu...

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
-Tbc-

MY SWEET DIAZWhere stories live. Discover now