25 : Sepulang Sekolah

342 70 16
                                    

"Tatapan mata yang tak bisa membohongi rasa."

- Neody Astrea Seleen -

Tak terasa, seminggu lagi acara pensi kelas dua belas akan dimulai

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

Tak terasa, seminggu lagi acara pensi kelas dua belas akan dimulai. Sore ini, sepulang sekolah aku tak langsung pulang. Memang sore ini aku tak ada kegiatan di sekolah, tapi entah kenapa aku ingin berdiam diri di dalam kelas. Seorang diri, menikmati kesunyian ini yang terasa menenangkan.

Aku menutup mata sejenak, menghirup udara dalam-dalam. Senyumanku mengembang saat teringat kejadian dua minggu lalu. Malam di mana Kak Lead memberikanku kotak kado kecil itu, tepat di dalam mobil Kak Neon, juga di depan kak Neon langsung.

Terkejut? Sudah pasti. Pasalnya waktu itu aku sudah mengetahui bahwa kak Lead itu adalah Mr. SN yang selalu memberiku sticky note beserta barang serba Doraemon melalui perantara—entah itu kakak kelas, teman sekelasku, atau tiba-tiba ada dalam tas. Tapi waktu itu, Mr. SN—Kak Lead—memberikanku itu secara langsung.

Aku meraih tasku, membukanya, dan mengambil kotak kado kecil itu yang selalu kubawa ke manapun. Senyumanku semakin lebar saat kubuka kotak itu dan menemukan sebuah gantungan kunci Doraemon serta sebuah sticky note.

For you : Neody Astrea Seleen
From me : Mr. Sticky Notes

Aku masih di sini
Setia menanti
Terus, tanpa henti
Rasa ini semakin tak terkendali
Enyah? Tak 'kan bisa
Akankah terbalaskan?

❤❤❤

Dan entah kenapa, aku tak pernah bosan untuk membaca isi sticky note ini. Jujur saja, sampai sekarang aku masih tak menyangka bahwa Mr. SN itu adalah Kak Lead. Sangat tak terduga memang.

Oh, satu lagi, ini adalah sticky note terakhir yang kudapat selama dua minggu ini. Entahlah kenapa? Kak Lead juga jarang terlihat akhir-akhir ini.

"Sore Neng Neody cantik!" Aku terlonjak, dengan segera kembali memasukkan gantungan kunci serta sticky note itu ke dalam kotak dan manaruhnya di dalam tas.

"Belum pulang, Sen?" tanyaku sambil memandang bingung Arsen yang saat ini tengah bersandar di pintu dan bersedekap dada sambil memandangku.

"Belumlah, kalau gue udah pulang terus yang bicara sama lo ini siapa? Setan?" Arsen berjalan mendekat dengan tangan yang ia masukkan ke dalam satu celana. Dua kata untuk cowok itu saat ini, sok cool!

Aku hanya memutar bola mataku malas saat Arsen duduk di atas mejaku. "Udah sore nih, gue pulang," pamitku sambil berdiri, menyampirkan tas di pundak kanan, kemudian melangkah melewati Arsen yang masih diam.

"Neody," panggil Arsen yang tak kugubris, malas sebenarnya. "Sebenarnya yang lo suka itu siapa?" Pertanyaan Arsen itu membuatku reflek menghentikan langkah. Terkejut juga bingung dengan pertanyaan Arsen itu.

Aku membalikkan badan dan entah sejak kapan Arsen sudah berdiri tepat di belakangku, membuatku hampir saja menabrak dada bidangnya itu.

"Maksudnya?" tanyaku bingung sambil mendongak, guna menatap wajah Arsen.

Aku mendengar Arsen menghela napasnya kasar, dia menatapku dengan raut wajah serius yang sangat jarang dia tampilkan.

"Lo tahu, Dy? Selama ini gue coba ngerelain lo, gue coba jadi temen lo kayak biasanya, karena gue pikir lo itu lagi suka sama seseorang. Dan gue tahu kalau orang itu Kak Neon 'kan? Gue fine-fine aja kalau misal lo suka sama dia, meskipun dia udah punya Lorine. Tapi di waktu-waktu tertentu, gue malah sering lihat lo sama Kak Lead. Dan di waktu-waktu tertentu juga, tingkah lo ke gue aneh, kadang kayak orang yang lagi salah tingkah, kadang malu-malu, kadang galak, dan tadi, lo keliatan cuek banget sama gue. Lo nyadar nggak kalau dengan begitu lo tanpa sadar udah ngasih harapan ke gue?"

Aku hanya diam saat Arsen berbicara, mencoba mencernah kalimatnya itu. Jujur, aku tak bermaksud seperti itu. Itu terjadi secara alami, dan aku pun tak tahu kenapa aku melakukan hal itu.

"Sen, gue ..."

"Please, Dy, lo jangan gitu, gue nggak bisa ... Kalau lo masih nganggep perasaan gue hanya candaan semata, lo salah, Dy. Gue beneran tulus cinta sama lo."

Aku menggigit bibir saat Arsen mengatakan hal itu dengan tatapan lelah. Sungguh, bukan ini yang kuharapkan.

"Sen, lo temen gue ..."

"Tapi tingkah lo itu seakan-akan lo suka sama gue, Dy!" desis Arsen sambil melangkah mendekat ke arahku, membuatku melangkahkan kaki mundur.

"Gue ... gue nggak maksud ..." cicitku takut saat Arsen mengurungku dengan lengannya, mundur lagi pun aku tak bisa, karena punggungku sudah menyentuh tembok kelas. Persis seperti hari itu, hari di mana Arsen menciumku di koridor dekat UKS.

Tatapan Arsen menajam, membuatku menunduk takut, jantungku jelas berdegup dengan kencang, kali ini bukan karena gugup, tapi takut.

"Tatap gue, Dy!" Arsen menarik daguku, membuatku dengan terpaksa mendongak dan menatap mata Arsen yang jelas sekali terlihat memerah.

"Sen ..."

"Lo!" Aku menutup mataku kaget saat Arsen menunjuk wajahku tepat. Hampir menangis karena nada suara Arsen yang mulai menaik.

"Udah bikin gue pengen ketawa, bwahahaha! ..."

Mendengar itu aku reflek membuka mata, menatap Arsen yang saat ini sudah tertawa keras sambil memegangi perutnya dengan wajah cengoh.

Aku masih mematung di posisiku. Sebentar, jadi tadi Arsen ... Wajahku memias saat menyadari sesuatu. Gigiku bergemertak, tanganku mengepal. Sudah tak salah lagi, tadi Arsen hanya mengerjaiku.

"ARSENIC ZIRCON! GUE BUNUH LO SEKARANG! HUA!" Aku mengejar Arsen yang berlari keluar dari kelas. Benar-benar anak satu itu!

"Neody bego! Mau aja gue kerjain! Hahaha ..."

"Dasar temen laknat! NGGAK AKAN GUE LEPASIN! AWAS AJA LO!" amukku sambil berlari dan berusaha melepas sepatu, setelah berhasil, dengan satu kali lempar, sepatu itu sudah mendarat tepat di kepala Arsen.

"ASTAGHFIRULLAH!"

"BWAHAHA! RASAIN! MAKAN TUH SEPATU!" Kali ini aku yang tertawa lebar saat melihat Arsen mengelus kepalanya dengan wajah memrihatinkan.

Tapi jujur, dalam hati aku sangat lega, karena tadi Arsen hanya bercanda saja. Tapi lagi ... Aku masih menganggap ucapan Arsen tadi memang benar dari hatinya. Tatapan mata itu ... tak mungkin bisa berbohong. Jelas sekali tadi Arsen serius dengan ucapannya.

"Gimana, Dy? Gue udah pantes belum jadi aktor?" tanya Arsen saat dia berada di hadapanku.

Aku memukul lengannya dengan wajah kesal, "MATI AJA LO SANA!"

=============================================

20 Mei 2020

Kehabisan kata, nggak tahu mau ngetik apa, yasudahlah.

HAPPY READING

For You, From Me : Mr. Sticky NotesUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum