⓻ ℍ𝕖𝕣 ℝ𝕖𝕒𝕝 𝔸𝕧𝕖𝕣𝕤𝕚𝕠𝕟

851 130 16
                                    

『 💮 』

Nerium Oleander

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nerium Oleander.

Indah bukan?

Kelopak merah muda yang bersinar kala matahari menerangi ditemani daun segar dengan warna hijau menyejukkan amat menambah keanggunannya.

Sosok Irene dilukiskan sempurna melalui bunga ini. Termasuk racun mematikan pada setiap bagian badan tumbuhan juga sangat rapih menggambarkan ketegasan dan ketajaman tatapan serta kalimat - kalimat nan keluar dari mulut kecilnya itu.

Hari ini mungkin saja puncak dari penerapan kebencian yang sudah bersarang dalam hati Irene sejak 4 tahun lalu.

"Ahjumma. Kau tahu kan kalau Sooyoung tidak pernah membencimu? Dia hanya gadis emosional berhati murni. Dia yang tidak bisa sepenuhnya menaruh dendam pada kalian akhirnya memilih untuk menyalahkan keadaan. Kami pun terluka disini."

Seketika wanita paruh baya di dapur berhenti menggesekkan pisau pada daun bawang bersih diatas talenan. Menghembuskan nafas panjang seraya menurunkan pandangan, Ia tahu bahwa dirinya tidak memiliki hak membantah jadi yang bisa Ia katakan sebagai jawaban adalah,

"Terimakasih, Joohyun-ah. Ahjumma sangat ber..-"

"Tapi bukan aku."

Lagi.

Untuk kesekian kali seorang ibu berusia kepala 4 itu harus mempersiapkan diri menelan cercaan pedas dari remaja dengan darah suaminya mengalir disana tanpa bisa memberikan sedikitpun sanggahan.

"Aku sungguh - sungguh membencimu. Bahkan mungkin kata 'benci' sudah tak dapat menjelaskan dengan akurat perasaanku saat ini. Aku tahu yang kau lakukan hari itu."

Deg

Semua makian tak apa - apa, tapi tidak dengan yang satu ini. Terbukti dari suara dentingan yang ditimbulkan dari benturan mata pisau dengan lantai marmer dapur, Irene menunduk saat tahu wanita itu tengah mengekspresikan keterkejutan.

Jadi benar, batin Irene.

Sejujurnya Irene hanya menebak - nebak apa yang Ia dengarkan bertahun - tahun lalu. Tapi melihat respon nan sudah terproyeksi di kepala Irene, gadis itu yakin bila Ia benar.

"Joohyun-ah, ahjumma mohon jangan beritahukan ini pada mereka bertiga. Apalagi Yerim; dia masih terlalu muda."

Derap langkah Ye Jin terhenti begitu saja kala Irene bangkit dari sofa ruang keluarga lalu memutar tubuh menatap Ye Jin dengan amat tajam. Bahkan ribuan kali lebih menusuk dari yang sebelumnya pernah terjadi. Melangkah mendekat, Irene jelas mendapati kedua tangan gemetar wanita itu saling menggenggam.

Entahlah. Pikiran Irene mendadak kosong saat mendengar ucapan terakhir Ye Jin. Emosi kembali meledak - ledak dan sudah mendidih di pucuk kepalanya. Warna merah di mata menjalar sampai ke wajah dan telinga putih pucatnya.

"Kalau begitu kenapa dari awal kau lakukan, huh?! Aku kira dengan memiliki putri, otakmu akan lepas dari ego. Aku tidak percaya kau lakukan ini disaat anak - anakmu masih dibawah lima tahun!!"

"Joohyun-ah, apa yang kau lakukan?"

Telinga Irene rasanya seperti disumpal hingga yang bisa ditangkap hanyalah isakan tertahan dari mulut wanita itu tanpa menyadari ayahnya yang telah keluar dari ruang kerjanya bertanya lembut pada Irene sembari melangkah mendekati kedua kaum hawa tersebut. Irene diam - diam mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh sampai buku - buku jarinya memutih. Berusaha sebisa mungkin meredam amarah supaya Ia tidak bertindak kelewatan.

Tapi bukankah wanita ini lebih keterlaluan?! , pikiran Irene mulai kembali mengapungkan murka yang sudah sedikit tenggelam.

Tak sedetikpun mengalihkan pandangan dari Ye Jin yang menutup wajah dengan kedua telapak tangan dan jatuh berlutut di hadapannya tidak membuat Irene iba, malah merasa seakan disudutkan.

"Berhenti bertingkah seperti kau adalah korban. JIKA KELUARGAMU HANCUR JANGAN MEMBAWA IKATAN LAIN UNTUK JATUH BERSAMAMU!!!"

"BAE JOOHYUN!!"

Plak!

"Yeobo!"

Irene tersungkur sementara wanita itu berusaha melepas rangkulan Hyunbin yang tengah membantunya berdiri sehabis melayangkan satu tamparan keras pada putri sulungny; berniat mendekati Irene.

"Appa!"

Memang tidak ada satupun hari tenang di rumah penuh siksa ini. Terbukti Joy tiba - tiba sudah berdiri di ambang pintu utama menatap benci ayahnya sendiri dan berlari mendekati Irene saat Ye Jin hendak menyentuh wajah Irene.

"Jauhkan tanganmu! Kalian..."

Sengaja menggantungkan ucapan, Joy membenarkan posisi berdiri Irene nan masih menempelkan telapak di pipi kiri lebamnya dengan merangkul dua bahu mungil itu erat - erat lantas kembali mengarahkan mata tajamnya ke dua orang dewasa di hadapannya.

"Kalian mengerikan!! Menjauh dari kami!"

"Sooyoung-ah, appa tidak bermaksud..-"

Sebelum benar - benar berbalik membawa Irene kedalam kamar, Hyunbin sempat melihat setetes air mengalir dari sudut mata Joy ketika mengatakan kalimat yang sukses menghujam hati lelaki itu dengan sebongkah besar penyesalan.

"Kami sudah banyak tersakiti, Appa. Aku tidak percaya Appa juga melakukan ini."

≋ ㄳ ≋

Regards
- C

MARIGOLD ✔Where stories live. Discover now