"Khe ..., lihatlah, Amarlic ! Aku cengeng sekali, 'kan?" Erlina terkekeh miris. Menertawakan nasibnya sendiri. Seketika kepalanya pun sakit. Ia pun memutuskan ke kamarnya untuk membersihkan hidungnya yang lagi-lagi mengeluarkan darah.

🗽🗽🗽

"Alexsha, menurutmu suamiku sedang apa?" tanya Erlina yang sedang berada di balkon kamarnya. "Hmm, aku tidak tahu, Kak. Apakah kakak tidak cemburu melihat suami kakak bersama wanita itu?" tanya Alexsha yang berada di samping Erlina.


"Hehe ..., kau menanyakan itu?, tentu ku jawab sangat, Alexsha. Hatiku sangat sakit, tetapi Amarlic berhak bahagia meskipun bukan denganku. Aku tidak ingin mengekangnya hanya karena sebuah ppernikahan," jelas Erlina dengan penglihatannya yang memandangi langit biru gelap itu.

"Namun, kau berhak bahagia juga,Kak. Kau lah yang di sini  yang terkekang." Erlina menunduk. "Aku hanya ingin melihat orang yang ku sayangi tersenyum, walaupun aku tidak terlibat di dalamnya," sahut Erlina. Ia menoleh pada Alexsha dan tersenyum mencoba kuat, tetapi tidak dengan air matanya yang sudah mengalir.


"Khe ..., Kak Erlina kau kuat sekali, ya. Aku yang mendengarnya saja sedih, apalagi kau yang menjalaninya," ucap Alexsha. "Sebenarnya aku tidak sekuat yang kau kira, tetapi hanya saja aku pasti mampu menjalankan ini semua. Ah, maaf, Alexsha. Aku jadi curhat denganmu." Erlina membersihkan air matanya.

"Tidak apa-apa, Kak. Aku ke kamar, ya" pamit Alexsha yang dibalas anggukkan oleh Erlina. Ia pun melenggang pergi. "Huftt ... " Erlina pun masuk ke kamar, dan menutup pintu kaca balkon. Ia pun mengingat sesuatu, kartu identitas? Ya, di mana kartu identitas milik Karina. Erlina pun menuju ke kamar Alexsha untuk menanyai kartu itu.

"Alexsha ...," panggil Erlina dari luar. Alexsha pun membuka pintu kamarnya. "Ada apa, Kak?" tanya Alexsha. "Apa kau melihat kartu yang kupegang saat aku pingsan?"


"Oh, kartu identitas itu. Sebentar, kak." Alexsha masuk ke dalam untuk mengambil kartunya. Tak lama, ia pun kembali. "Ini, tadi aku menaruhnya di cardiganku, Kak. Lalu, aku lupa memberinya lagi, maafkan aku ya, Kak," jelas Alexsha, memberi kartu itu. "Tidak masalah, tidurlah. Selamat malam."


"Malam," balas Alexsha, lalu menutup pintu kamarnya setelah Erlina pergi.

Erlina mengunci kamarnya dari dalam. Ia pun memfoto kartu identitas milik Karina yang kemungkinan jatuh tadi pagi.

"Karina Rouyre Victoria Marvelino? Pamanku Marvelo Marvelino, dan kakak sepupuku, Karina Victoria? Ini tidak mungkin ..., tidak mungkin Karina adalah kakak sepupuku yang dahulu. Kak Karina tidak mungkin tega merebut Amarlic dariku. Apalagi ini tuhan? ...," lirih Erlina.


🗽🗽🗽

"Amarlic, kau tidak bekerja hari ini?" tanya Erlina ketika melihat Amarlic duduk di sofa yang baru saja pulang dari jalan-jalannya. "Kau tidak melihatku kelelahan seperti ini?" sarkas Amarlic.


"Baiklah, apa kau ingin aku siapkan air hangat untuk mandi?" tanya Erlina seraya duduk di sebelah Amarlic. "Tidak perlu," jawab Amarlic ketus. Erlina hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar.


"Kemari, aku bantu." Amarlic tertegun dengan apa yang dilakukan Erlina. Amarlic memperhatikan Erlina yang sedang berjongkok di hadapannya untuk membuka sepatu dan kaus kakinya. Lalu, istrinya itu mengambil sandal di rak sepatu dan memasangkannya di kedua kaki Amarlic. Amarlic pun tersenyum tipis diperlakukan seperti ini, tetapi ia langsung menepis senyumnya jauh-jauh.

My Conglomerate Husband (Completed✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang