Chapter 18

2.9K 338 20
                                    

Happy Reading.
***

"Gimana persiapan lo buat minggu depan?"

Suara itu sukses membuyarkan kesibukannya pada beberapa berkas-berkas yang sudah menumpuk banyak diatas meja.

Menatap pada orang didepannya sambil menghela nafas berat.

"Siap gak siap si Bas. Tapi gue belum ngomong apa-apa sama bini gue."

Seperti biasa, Iqbaal selalu disibukan dengan beberapa berkas, baik untuk  ditanda tangani, di check, ataupun untuk ia revisi.

Jika dulu ia sesekali akan mengambil lembur, bahkan tak segan-segan sampai dirumah begitu larut malam.

Sedangkan sekarang? Berbeda lagi ceritanya, ia bisa lembur tetapi hanya 3 jam maksimalnya. Sedangkan dirumah? Mana sempat ia mengerjakan semuanya. Paling hanya satu sampai dua proposal saja, selebihnya tetap tidak tersentuh.

"Lah napa belum ngomong, tiket kudu lu booking dulu, biar kaga ribet." Ujar Bastian

Niat Bastian itu baik, ingin memberitahu Iqbaal atau bahkan membantu pria itu tentang keberangkatannya minggu depan ke Australia. Sayangnya, Iqbaal sama sekali belum mempersiapkan keberangkatannya. Padahal Bastian sudah memberitahu Iqbaal dari satu bulan yang lalu, apa Iqbaal lupa? Sepertinya tidak.

"Nanti gue bilang, kan lu tau gue lagi sibuk banget. Lupa juga, padahal udah niat ngomong." Balas Iqbaal

Memang Iqbaal sudah berniat membicarakannya pada (Namakamu), tetapi entah kenapa tak ada yang bisa ia lakukan selain bermanja-manja kepada sang istri. Boro-boro inget kerja, bawaannya itu misuh-misuh gak jelas. Maklum pengantin baru!

"Sesibuk itu lu? Ampe yang begitu aja gak sempet diomongin." Bastian hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya.

Tak habis pikir dengan Iqbaal, sesibuk sibuknya pria itu apa tak sempat berbicara soal keberangkatannya? Sambil berbaring pun sepertinya masih bisa dibicarakan.

"Lu sih kerjaannya Bucin terus. Amnesia jadinya."

Iqbaal hanya mengedigkan bahunya, sepertinya sudah cukup meladeni Bastian. Ia pun kembali fokus pada pekerjaannya.

Untuk sesaat Bastian hanya termenung. "Gue pamit aja deh, males disini, sumpek. Heh..."

Begitulah Bastian datang seenaknya dan pulang pun begitu. Hanya membuang-buang waktu Iqbaal saja.

"Gak butuh lu juga." Balas Iqbaal yang menatap punggung Bastian dengan pandangan sengit.

"TUTUP PINTUNYA." Perintahnya setelah tahu kebiasaan buruk Bastian yang lupa menutup pintu.

"BAWEL LU."

Bastian sudah pergi, saatnya Iqbaal fokus kembali.

'Harus ngomong sama (Namakamu) malam ini. Sekalian mau ngomong tentang liburnya juga deh.'

Masih ingat pembicaraan Iqbaal dan Bastian tempo lalu? Ada project yang harus Iqbaal urus di Aussie. Dan Iqbaal juga berencana untuk mengikut sertakan sang istri.
Sekalian honeymoon!

Seminggu lagi keberangkatannya.

***

Cklek...

Suara pintu terbuka itu cukup mengalihkan fokus Iqbaal. Awalnya pria itu terduduk sambil mengecek beberapa email masuk di laptopnya, dan bersandar dipunggung sofa yang berada disudut kamar.

Namun itu semua teralihkan karena sang istri. Dengan piyama dan rambut yang sedikit basah, (Namakamu) baru saja keluar dari kamar mandi. Melangkah kearah Iqbaal yang kini tengah menatapnya.

"Jam berapa? Tumben udah ada dirumah?" Tanya (Namakamu) yang terheran-heran karena sang suami yang sudah tiba.

"Sengaja, udah beres juga. Tinggal revisi sama check data." Jawab Iqbaal yang menoleh untuk sesaat dan kembali fokus pada pekerjaannya.

(Namakamu) hanya mengangguk sebagai balasannya.

"Harusnya tuh istirahat dulu, baru kerja lagi. Ini apa udah pegang pegang laptop aja, apa bedanya coba?"

Akhir-akhir ini (Namakamu) sangat kesal dengan Iqbaal. Suaminya itu sangat susah jika diingatkan, jadwalnya yang padat akhir akhir ini, berpengaruh besar pada pola makannya. Bukan tak suka, hanya saja (Namakamu) rasa, Iqbaal juga harus tetap menjaga kesehatan.

Apalagi masalah tidur, pria itu jika dirumah pun tak pernah jauh dari ponsel dan laptopnya.

Jika (Namakamu) terlelap begitu pulas, lain halnya dengan Iqbaal yang masih sibuk. Dan anehnya lagi, jika terbangun ia akan menemukan Iqbaal yang sudah rapi dengan jas-nya. Benar benar melelahkan bukan?

"Aku sengaja pulang cepet, kalau ngerjain dirumah kan ditemenin kamu." Jawab Iqbaal dengan santai, sambil memperlihatkan deretan  putihnya.

Benar-benar polos!

(Namakamu) hanya bisa menghela nafas, sambil melihat Iqbaal dari kaca meja hias.

"Kapan mau gitu terus? Belum sakit sih, makannya masih suka bandel. Aku udah sering ingetin kamu Bay, gak bosen apa dengerin celotehan aku terus? Sarapan aja dikit banget, makan malam aja gak sesuai sama jamnya, mintanya kopi terus, coba jelasin ke aku?" Rasanya untuk sekedar memakai beda saja sudah malas, dengan perlahan (Namakamu) mulai berbalik, menatap kearah Iqbaal.

Entah kapan, bahkan sekarang Iqbaal sudah melangkah menghampiri sang istri. "Maaf bikin kamu marah, aku mau cepet selesai kerjanya biar punya waktu luang buat kamu." Iqbaal pun merunduk dan memeluk tubuh (Namakamu) yang masih terduduk didepan meja hiasnya.

"Sesibuk-sibuknya kamu, kesehatan tetep penting Baay. Aku bisa maklum kok, gak perlu ada waktu luang. Cukup liat kamu tiap hari aja aku udah seneng." Ucap (Namakamu) yang juga membalas pelukan dari Iqbaal.

Terkadang (Namakamu) merasa kasih kepada Iqbaal, sesibuk itu pekerjaannya. Ia pernah merasakan, hanya saja ia dibantu Aldi jadi semua pekerjaan tak sepenuhnya terbeban kepada (Namakamu).

"Tetep jaga pola makan sama tidur ya, janji sama aku?"

Iqbaal pun hanya menganggukkan kepalanya disela-sela pelukan mereka.

"Biasanya aku lebih parah dari ini sayang."

Ya, bisa dibilang dulu sebelum menikah, kesibukan Iqbaal lebih parah. Pola makan tak teratur, jadwal lembur yang padat, pola tidur tak teratur, kebiasaan bergadang yang tak kenal situasi.

Dulu, jika seperti ini Iqbaal akan mendapatkan omelan dari sang bunda. Itu pun jika dia sudah jatuh sakit karena kesibukannya itu.

"Sekarang ada aku, apa jadinya kalau aku biarin kamu? Jangan sakit lagi Baay, aku gak suka."

Semuanya benar-benar awal bagi mereka. Dari mulai (Namakamu) yang harus bisa bersabar menghadapi Iqbaal, sampai Iqbaal yang harus bisa memahami seberapa khawatirnya (Namakamu).

"Makasih udah selalu ingetin aku, jangan marah ya, aku minta maaf."

"Iya, itu udah tugas aku Baay. Aku gak marah sama kamu."

Sepertinya mereka sungguh nyaman dengan posisinya. Ini yang mereka suka, saling memahami.

Cup...

"Sayang kamu."





Bersambung...

Aku next lagi ini guys, beneran cerita ini harus cepetan tamat.

Buat yang belum follow akun Puput ini, tolong bantu follow ya guys.

See u next chapter sayang-sayangku...🧚

Unexcepted Wedding (IDR)Where stories live. Discover now