Bab 6

7 2 0
                                    

Dalam kondisi setengah bangun, nada dering itu bahkan masih terus terdengar.

Jangan bilang kalau aku harus mendengar dering sialan itu seumur hidup—

Aku tersentak bangun. Kepalaku langsung pening seperti dihantam martil. Tidak peduli. Aku menyambar gagang laci nakas dan menariknya. Mendadak nada dering itu berhenti.

Dengan nyawa yang masih belum terkumpul sepenuhnya, aku berdiri dengan kedua lutut di atas kasur. Mematung. Memandangi salah satu benda dalam nakas, sebuah ponsel lipat jadul berwarna kuning dengan gantungan boneka berbentuk jeruk kecil yang dekil. Ponsel itu terletak di atas buku pelajaran kelas 3 SMP yang sudah tidak kupakai sejak setahun yang lalu.

Tanpa sadar aku menahan napas saat meraih ponsel itu dan berusaha mengaktifkannya. Beberapa detik berlalu, tapi layar itu tetap hitam, mati. Tentu saja. Bodoh sekali. Aku sendiri yang dengan sengaja tidak pernah mengisi dayanya sejak lima tahun lalu.

Aku menghela napas keras perlahan, melirik jendela berteralis yang tertutup tirai warna merah marun—warna kesukaan Meiko-san. Tidak ada sinar matahari yang terlihat dari celah-celah tirai. Ini masih malam hari.

Aku merebahkan tubuh di kasur sambil memeluk boneka beruang yang penuh tambalan. Menatap langit-langit kamar yang tak pernah berubah sejak dulu. Putih polos. Monoton. Dingin. Langit-langit yang selalu kulihat saat pertama membuka mata setelah keluar dari mimpi di dalam mimpi.

Memikirkan itu membuatku takut. Apa aku akan selamanya berada di dunia ini? Tinggal di sini tidak membuatku merasa lebih baik. Aku seperti terperangkap dalam akuarium, berputar-putar di tempat yang sama dan mengalami hal yang sama berulang-ulang. Kalau dipikir-pikir, selama ini aktivitasku tidak pernah jauh antara panti asuhan dan sekolah. Ah, apa kalau aku pergi lebih jauh—mungkin sampai ke ujung dunia ini, aku bisa terbebas dari sini? Itu berarti aku harus kabur dari tempat ini.

Aku melompat dari kasur. Saat ini aku hanya mengenakan kaus lengan pendek warna putih dan celana pendek hitam. Meskipun ini hanya mimpi, rasanya tidak nyaman kalau aku keluar dengan hanya memakai pakaian pendek di malam hari.

Aku membuka lemari dan mengambil jaket hitam dengan tambalan berbentuk kotak-kotak berwarna merah jambu. Sebenarnya aku sudah dibelikan jaket yang lain oleh Meiko-san, tapi jaket ini punya kenangan tersendiri yang membuatnya terasa lebih hangat di tubuhku.

Setelah itu aku berpakaian dengan terburu-buru, tidak terlalu memperhatikan apa yang kupakai sambil berpikir barang apa yang harus kubawa. Meskipun semua ini hanya mimpi dan bahkan barang-barang ini tidak akan kubawa saat bangun nanti, mungkin aku butuh sesuatu sebagai alat pertahanan diri.

Apa yang harus kubawa? Pisau dapur? Karena aksiku kemarin, sudah pasti Luka-neesan menyimpan pisau di tempat yang tidak bisa terjangkau olehku. Tanganku refleks memeriksa setiap laci dan menemukan gunting di dalam laci nakas paling bawah. Aku tidak ingat pernah menyimpan gunting di situ. Bentuknya unik, ringan, dan tajam di bagian ujung, Boleh juga.

Aku mengambil boneka beruang dan keluar kamar dengan perlahan. Kemudian tanpa suara, aku menyelinap ke ruangan Meiko-san untuk mengambil kunci pintu. Sampai aku memutar lubang kunci pintu depan, masih tidak ada yang menyadari pergerakanku. Aku menahan napas. Keluar dari tempat ini jadi terasa sangat mudah sampai aku mendadak ragu.

Kenapa aku harus kabur padahal di sini sudah ada orang yang mau merawat dan memerhatikanku?

Aku buru-buru membuka pintu sebelum keraguan itu mengubah pikiranku dan kembali memerangkapku di tempat ini. Pintu tertutup tanpa suara setelah aku berdiri di luar. Rasa bersalah menyelinap di hati. Apa yang terjadi besok pagi saat Meiko-san dan Luka-neesan tidak menemukanku di kamar?

Aku mengerang dalam hati. Perasaan bersalah dan keragu-raguan tidak diperlukan sekarang. Aku hanya harus berjalan sejauh mungkin, dan semuanya akan berlalu. Ini hanya mimpi, seharusnya aku tidak perlu memikirkan reaksi orang lain atas tindakanku.

Aku memeluk boneka beruang dan memberanikan diri melangkah menjauh.

The Taste of Nightmare [On-Hold]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora