Chapter 01 | The Book of Old

Start from the beginning
                                    

“Kelas kita selalu saja dicap jelek karena kamu selalu berbuat ulah! Jaga sikapmu!” tegas temannya.

Fabian kali ini tak menjawab omongan yang dilontarkan temannya itu. Dia sudah muak. Setiap permasalahan pasti berakar dari dirinya. Yang bisa dia lakukan saat ini adalah berpura-pura tegar.

Temannya itu beranjak pergi dari hadapannya. Baguslah, setidaknya kini Fabian bisa mendinginkan kepalanya.

Devan yang duduk di meja samping Fabian hanya bisa melirik temannya itu. Temannya itu sangat terpukul dengan semua ucapan dari teman-teman sekelas. Padahal Devan tahu bahwa tak semua masalah berasal dari Fabian. Devan tak bisa berbuat apa-apa. Dia takut jika dia bertindak lebih aneh lagi menghadapi Fabian justru akan membuat pertemanannya hancur.

Devan beranjak dari tempat duduknya dan kini duduk di depan meja Fabian dengan menghadap ke temannya itu. Fabian masih tetap dengan posisinya, menenggelamkan wajah.

Devan berdeham kecil. “Fab, kamu baik-baik saja?” tanyanya pelan.

“Hmmm.” Hanya jawaban singkat yang Fabian lontarkan.

“Fab, tapi kamu harus memperbaiki ini semua!” tegas Devan.

Fabian mendongakkan kepalanya menatap yang baru saja bersuara. “Kenapa? Apa aku merusak sesuatu?” Fabian bertanya balik.

“Baiklah, kamu tidak merusak apapun. Tetaplah seperti ini, jangan berubah sedikit pun! Kamu hanya perlu memaafkan dirimu sendiri dan orang lain. Semua akan baik-baik saja.”

“Hentikan omong kosongmu, Devan!” tukas Fabian.

Devan berpikir sejenak. “Kamu tidak betah di kelas ini? Maka itu mulai dari sekarang kamu harus mempersiapkan untuk kelas Xtraordinary. Kamu akan suka ada di kelas itu.”

Fabian berdecih tak percaya. “Baiklah, terserah padamu.” Fabian kembali menenggelamkan wajahnya.

Devan kembali duduk di kursinya. Dia berharap Fabian kini bersungguh-sungguh dalam belajarnya. Setidaknya hanya itu jalan keluar satu-satunya saat ini yang terpikir oleh Devan. Rasa kasihan terus menyelimuti Devan ketika dia melihat Fabian selalu saja diejek bahkan disalahkan. Tapi semua itu memang kesalahannya, entah bagaimana harus menjelaskannya.

Devan kembali membuka buku sketchnya. Dia kembali melanjutkan aktivitas menggambarnya yang sempat terhenti karena harus berbicara dengan Fabian. Buku sketch itu berisikan gambar-gambar yang dilukis dengan pensil dan pulpen. Devan tipe orang yang menyukai lukisan hitam putih dengan nuansa romantisme.

Seorang wanita paruh baya melangkah masuk ke dalam kelas. Devan langsung menggebuk teman di sampingnya dengan buku sketchnya. Jika tidak, Fabian akan kena masalah lagi. Sebelum Bu Farida melihatnya, Fabian langsung bangun dan mengatur posisi duduknya. Dia tak mau kena masalah untuk kedua kalinya.

Kegiatan belajar pun dimulai.

***

“Kamu bisa membaca buku ini. Ini juga dan ini!” celoteh Devan sambil memberikan buku-buku ke orang di sampingnya. Tangannya menunjuk rentetan buku yang terjajar rapi dan mencari judul yang sesuai.

Setelah dirasa cukup, Devan melangkah menuju meja. Perpustakaan tampak lengang karena sekarang sudah jam pulang. Di sekeliling hanya tampak beberapa orang yang tersisa, dapat dihitung dengan jari.

“Kamu gila mau baca buku sebanyak itu?” Fabian melotot tak percaya.

“Bagiku spesies kutu kasur, itu hal mengerikan. Entah untuk spesies kutu buku sepertimu.”

Devan tak menggubris pertanyaannya, dia justru mengulurkan sebuah buku kepada Fabian. Fabian menatap Devan menantang. “Kenapa? Aku tidak akan membaca buku itu!” Fabian menegaskan.

MythomaniaWhere stories live. Discover now