Bab 8 | Bersama Fahri

1.2K 71 3
                                    

'Setidaknya jika aku bersamamu, dimanapun berada rasa nyaman itu pasti akan hadir.'

* * *

Semua penumpang langsung turun dari dalam pesawat begitu pesawat dalam beberapa menit yang lalu telah mendarat disebuah Bandara yang ada di Jakarta, termasuk dua orang yang kini tengah menggeret dua koper besar sambil mata yang tiada henti memandang kesana-kemari seperti mencari seseorang. Fahri memang tengah mencari orang suruhan yang akan menjemputnya dan Aira sedangkan Aira sendiri celingukan melihat-lihat suasana negara yang baru satu kali ini ia datangi.

Suasananya sedikit berbeda dengan negara kelahirannya, ia melihat begitu banyaknya orang-orang yang bertubuh sedikit lebih kecil daripada dinegaranya. Bahkan tinggi tubuhnya ada yang sama dengan seorang pria asli Indonesia, Aira memang memiliki tinggi badan yang cukup tinggi karena perawakannya hampir persis seperti mendiang Ibunya.

Fahri menggenggam tangan Aira dan mengajaknya menuju tempat tunggu dengan sebelah tangannya yang mendorong koper besar begitupula juga Aira, seorang pria yang sepertinya lebih muda dari suaminya itu memegang sebuah spanduk kecil nama suaminya dan merekapun menghampiri pria itu.

"Selamat datang Pak, Bu..." Fahri mengangguk singkat sedangkan Aira mengangguk sambil menampilkan senyumnya.

"Bagaimana? Semua sudah kamu persiapkan?" Tanya Fahri.

"Sudah Pak, mari mobil ada diarea parkir." Orang yang Aira belum ketahui namanya itu mengambil alih dua koper besar ditangan mereka dan berjalan terlebih dahulu setelah Fahri mempersilahkan.

Fahri dan Aira langsung masuk kedalam bangku penumpang dan mobil itupun berjalan meninggalkan Bandara menuju tempat tujuan, Aira melihat pemandangan dari arah kaca jendela sambil mengetukkan jari telunjuknya dikaca mobil. Ia memiliki kebiasaan unik yaitu ketika ia duduk didekat jendela dan tengah melihat pemandangan maka jarinya dengan refleks ia ketukkan dikaca. Fahri yang merasa lelah pun hanya membiarkan Aira bertindak semaunya asalkan tidak mengganggu, pria itu menyandarkan kepalanya sambil memejamkan mata.

Aira melirik sekilas suaminya yang sepertinya tertidur terlihat dari ia yang memejamkan mata dengan suara dengkuran halus yang memenuhi telinganya, sekilas Aira tersenyum kemudian kembali pada kegiatan awal ketika ia tiba di mobil yaitu mengetukkan jarinya dikaca jendela sambil menikmati pemandangan yang cukup indah untuk matanya.

Mobil berhenti didepan sebuah rumah minimalis dengan dua lantai dan halaman yang dipenuhi dengan tumbuhan hijau, udaranya begitu sejuk hingga Aira tanpa sadar menghirup udara itu banyak-banyak. Ia seakan mencoba mengingat bau udara ini, siapa tau jika ia nanti kembali ke Mesir ia dapat menunjukan pada Ayahnya udara segar yang ia cium ini tidak akan ia dapatkan di Mesir.

Suaminya masih tertidur dengan suara dengkuran yang semakin terdengar membuat Aira tersenyum, wanita itu menepuk pipi suaminya hingga tiga kali tepukan Fahri membuka matanya. Pria itu melihat dimana mereka berhenti dan ketika sadar ia mengajak Aira untuk turun.

"Terimakasih atas bantuannya, Ridho. Kamu bisa kembali ke kantor, oh iya saya hari ini tidak akan ke kantor. Mungkin besok atau lusa, kalau ada apa-apa kamu telfon saya." Pria yang bernama Ridho itu mengangguk.

"Baik Pak."

Aira tidak menghiraukan dua orang yang tengah bercakap itu, ia melihat-lihat kedalam isi rumah hingga ke area dapur. Sepertinya ia akan betah tinggal disini, rumah ini tidak begitu besar dan tidak pula begitu kecil. Seperti ditakdirkan untuk mereka tinggali, ah ia merasa nyaman-nyaman saja karena ada Fahri bersamanya. Asalkan suaminya itu selalu bersamanya ia merasa nyaman tinggal dimana saja.

"Aira..."

"Iya Mas?" Aira membalikkan tubuhnya dan menatap Fahri yang tengah menggulung lengan kemeja coklatnya, ya Allah kenapa semakin hari suaminya semakin tampan bila dilihat-lihat.

Aira langsung menggelengkan kepalanya begitu Fahri berada dihadapannya, pikirannya ini sepertinya sudah sepenuhnya hanya tertuju pada suaminya hingga ia tidak dapat memikirkan hal lainnya selain Fahri. Sedangkan Fahri mengernyit bingung dengan Aira yang tengah menggelengkan kepalanya, kenapa dia? Pikirnya.

"Kamu kenapa? Gak suka sama rumahnya?" Begitu mendapati pertanyaan itu Aira kontan menggeleng, ia bahkan sangat suka dengan rumah ini.

"Suka kok Mas." Sepertinya Fahri tidak ingin memperpanjang pembicaraan mereka hingga pria itu mengajak Aira pergi ke kamar mereka yang letaknya ada di lantai satu.

Sekedar informasi, rumah ini Fahri bangun tepat satu tahun yang lalu. Awalnya ia berniat menempati rumah ini bersama pujaan hatinya jika mereka menikah nanti namun takdir berkata lain karena yang jadi istrinya kini adalah Aira, wanita yang belum ia cintai.

"Biar Aira saja Mas." Ucap Aira ketika Fahri akan memindahkan pakaian yang ada di koper ke dalam lemari.

"Saya bantu biar cepat selesai." Bukannya menuruti perkataan Aira, Fahri malah berkata demikian sambil tangannya tiada henti bekerja membuat Aira hanya bisa menghela nafas.

Setelah mereka berdua memasukkan baju kedalam lemari, Fahri memutuskan untuk membersihkan dirinya sedangkan Aira kini tengah bingung ketika melihat tidak ada bahan makanan didalam kulkas. Rumah ini seperti baru dihuni sehingga tidak ada apapun yang dapat dia olah, hanya perabotannya saja yang lengkap.

"Cari apa?" Aira tersentak ketika mendengar suara Fahri yang tepat berada dibelakangnya.

"Mas, ngagetin aja." Keluh Aira.

"Cari apa?" Fahri mengulangi pertanyaannya.

"Bahan makanannya kok gak ada Mas? Gimana Aira mau masak kalau gak ada apa-apa didalam kulkas ini."

"Kamu shalat dulu saja, saya akan membeli bahan makanan di supermarket terdekat." Belum sempat Aira menjawab, Fahri malah langsung nyelonong pergi meninggalkan Aira untuk mengambil kunci mobilnya.

"Ya sudahlah." Ucap Aira kemudian berlalu ke kamar.

Bertepatan Aira melipat mukenanya, Fahri datang dengan barang belanjaan yang memenuhi kedua tangannya. Aira hanya membelalak karena Fahri malah membawa dua kantung plastik besar itu ke kamar mereka.

"Mas? Kok dibawa kesini sih?"

"Lah memang harusnya dibawa kemana?" Tanya Fahri polos.

"Ya di dapur lah Mas, taruh aja diatas meja." Aira berjalan mendahului Fahri tanpa berniat membantu suaminya itu untuk membawa barang belanjaannya, biarkan saja. Salah siapa membuatnya kesal begini.

"Saya tadi sudah ke dapur dan tidak mendapati kamu disana, ya sudah saya cari kamu dikamar." Ucap Fahri enteng sambil mengikuti Aira dari belakang.

Aira lebih baik menutup mulutnya karena menurutnya percuma, ia berjalan dalam diam hingga mereka sampai di dapur. Hingga apa yang dilakukan Fahri selanjutnya sukses membuat mulutnya menganga lebar, tak habis pikir dimana otak cerdas suaminya saat ini hingga menaruh barang belanjaannya didalam kulkas tanpa menatanya terlebih dahulu, bahkan pria itu memaksakan dua kantung plastik yang berukuran besar itu harus muat didalam kulkas.

"Mas!! Ditata dulu barang belanjaannya." Pekik Aira membuat Fahri menghentikan aksi konyolnya.

"Oh, gitu ya?" Fahri kembali mendekati Aira dan menaruh barang belanjaannya diatas meja.

"Kamu kenapa?" Tanya Fahri yang melihat wajah Aira yang memerah karena kesal.

"Mas dapet ide darimana kalau taruh barang belanjaan langsung gitu tanpa ditata dulu?" Fahri menggaruk belakang kepalanya.

"Saya belum pernah, emmm ini saja baru pertama kali saya belanja." Akhirnya Aira mengangguk paham, pantas saja. Pikirnya.

"Mas tunggu dikamar aja deh, nanti kalau udah mateng aku panggil." Fahri mengangguk dan meninggalkan Aira menuju kamar.

Ketika membuka kantung plastik dan melihat isinya begitu terkejutnya Aira karena banyak telur yang pecah karena ulah suaminya yang memaksa barang tadi masuk kedalam kulkas, untuk itulah ia berteriak dengan suara kencang yang baru pertama ia lakukan dalam seumur hidupnya.

"Ya Allah, Mass!!!" Sedangkan Fahri hanya mengangkat bahunya mendengar teriakan Aira dan kembali melanjutkan bermain gamenya.














Tulusnya Cinta AiraWhere stories live. Discover now