BAB 2

131 8 0
                                    

"How can I say this without breaking? How can I say this without taking over? How can I put it down into words,
When it's almost too much for my soul alone? I don't want them to know the secrets. I don't want them to know the way I loved you. I don't think they'd understand it, no. I don't think they would accept me, no.
I loved, and I loved and I lost you
I loved, and I loved and I lost you
I loved, and I loved and I lost you
And it hurts like hell, Yeah it hurts like hell."

__________________________

Dear diary'
Hari ini, aku menuliskan kembali hari-hari ku. Yang seharusnya aku ceritakan ke kedua orang tuaku, bukan menuliskannya ke sebuah buku.
Tapi tak apa, ini sudah biasa bukan. Hari ini aku melihatnya, tersenyum dan tertawa. Tapi, kau tau bukan. Bukan aku alasan dia tertawa dan tersenyum dengan bahagianya.

Mungkin, memang bukan aku alasan untuk dia tersenyum dan tertawa. Aku hanyalah sebuah pos yang ia singgahi sebentar, lalu ditinggal pergi.

Tapi, entah mengapa aku tidak kapok. Aku hanya ingin dia tau, cintaku lebih besar darinya. Tetapi, mengapa dia tidak sadar. Aku lelah, aku ingin menangis, aku ingin berteriak agar dia tau kalau hanya aku, perempuan yang mencintainya dengan sangat sabar, dan dengan cinta yang besar.

Aku mohon Tuhan. Hapuskanlah perasaan ini. Hapus namanya dari hatiku, halus ingatan tentangnya dari otakku, hapus kenangannya dari hidupku. Aku mohon Tuhan...

Kututup buku diary ini, dan kusimpan di laci meja belajarku. Selalu dia yang aku tulis di dalam buku diary-ku. Entah sampai kapan aku menuliskan namanya, nama yang aku tau. Aku tak akan pernah memilikinya. Bersyukurlah aku dapat berteman dengannya. Entah sampai kapan hatiku harus hancur. Mungkin sampai Tuhan bosan dengan hidupku. Tapi, sampai tuhan belom bosan dengan hidupku dan mencabutnya, aku akan berjuang dengan hatiku.

Walau aku harus membuang airmata dan merendahkan harga diriku.

Cklekk
Aku menoleh ke arah pintu kamarku yang sudah terbuka sedikit, setelah menyiapkan buku-buku sekolah.

"Non, dipanggil nyonya" Kata Bik Asih, pembantuku. Aku memang membiarkan Bik Asih untuk langsung masuk ke kamarku tanpa mengetuk ataupun memanggil namaku dari luar. Tapi, hanya Bik Asih dan sahabat-sahabatku saja. Tidak dengan Alex, Bella, mama ataupun papa.

"Iya, bik. Nanti aku turun." Aku menjawabnya. Bik Asih hanya mengangguk lalu keluar dari kamarku.

Aku menuruni anak tangga satu persatu. Baru saja aku ingin memasuki ruang makan, sudah terdengar canda tawa dari mama, papa, dan Bella. Padahal, mereka hanya bertiga tapi rumah sudah seperti hajatan saja.

Aku langsung menarik kursi makan, dan duduk. Papa, mama, dan Bella hanya menatapku sebentar, lalu melanjutkan obrolan mereka yang tertunda tadi. Rasa malas untuk makan mulai menjalar ke tubuhku, tiba-tiba handphone yang aku pegang dari tadi bergetar. Notif pesan dari cara muncul.

From : Cara Ma Bitches
To : Xenia
'Ke mall yok. Bosen nih. Already tell kristina'

From : Xenia
To : Cara Ma Bitches
'Yok.. Bosen juga nih dirumah. Dah kayak anak yg gak dianggep. Jemput ya'

From : Cara Ma Bitches
To : Xenia
'Sip... Otw. Oke'

Balasan dari Cara, aku hanya membacanya saja. Tak berniat untuk membalas. Aku bangun dari dudukku. Mama, papa, dan Bella menatapku seperti ingin bertanya. Namun, aku hanya membuang muka saja.

Bik Asih menghampiriku. "Loh, non. Ndak makan?" Aku hanya menjawab dengan gelengan. Aku pun langsung naik ke kamar untuk mengganti baju.

15 menit kemudian, Cara ngechat aku. Dia bilang udah di depan rumah. Aku pun langsung turun. Mungkin jika kalian akan pergi, akan berpamitan ke kedua orang tua kalian. Tapi, aku berpamitan ke Bik Asih. Orang tuaku pun hanya acuh. Aku pun keluar dari rumah, dan membuka gerbang. Lalu, masuk ke mobil Cara.

"Mau ke mall mana nih?" Tanya Kristina yang duduk di kursi belakang. Aku pun mengarahkan wajahku ke Cara.
"Gak tau" Aku menaikkan alisku seperti bertanya kenapa?
"Badmood" Aku dan Kristina hanya menganggukkan kepala. Tanpa ada niat untuk bertanya lagi.

"ke club yok" Ajak Cara. Aku pun yang disampingnya terkejut dan langsung menoyor kepalanya.
"Tau kok kalo lagi badmood, tapi enggak dengan ngajak aku ke club. Aku tau kalo kamu frustasi, gara-gara sih brengsek itu kan?" Tanyaku ke Cara. Cara pun hanya mendelik sinis ke aku tapi mengangguk juga. Ngeselin ni anak.
"Tapi, pliss ya. Sekali aja. Aku bener-bener lagi butuh kalian, tapi juga butuh itu minuman biadab" Jawab Cara dengan melas.

Bukannya aku sok suci, tapi selama hidupku ini. Aku belum pernah menginjakkan kaki ku ini ke club. Tapi, kalau Cara dan Kristina mereka mah jangan ditanya. Ada masalah sedikit langsung ke club. Aku yang melihat Cara memelas pun tidak tega. Mau gak mau aku pun msngangguk malas, dan membuat dia berteriak kesenangan. Bedebah emang ni anak.

Musik DJ pun mengalun dengan sangat bising di telingaku. Aku pun menarik tangan Cara, Cara yang melihat raut wajahku pun mengerti. Dia mengangguk, aku pun memutar langkahku ke meja bar.

Aku duduk di meja bar dan mengalihkan pandanganku ke lantai dansa dimana Cara dan Kristina yang berdansa dengan hebohnya dengan minuman biadab yang sudah ada di tangan mereka berdua.

Aku pun mengalihkan pandanganku ke bartender, yang menungguku memesan minuman.
"Orange juice, pliss" Ucapku sambil berteriak karena suaraku kalah dengan dentuman musik sialan itu.

Bartender itu menaikkan alisnya seperti aneh dengan pesananku, namu tetap mengangguk. Aku pun hanya acuh. Bartender tadi pun membawakan pesananku. Aku pun hanya mengangguk dan dia pun pergi dari hadapanku dan melayani pelanggan yang lain.

Aku pun meminum orange juice-ku ini dengan tenang, walaupun musik biadab itu menganggu telingaku.

"Kau tidak terlihat senang berada di club ini" Suara itu seperti bertanya. Tapi, ke siapa. Aku pun mengalihkan pandangaku dari gelas orange juice-ku ke sebelah ku. Laki-laki itu menatapku, dengan menaikkan alisnya.
"Kau bertanya padaku?" Tanya ku ke laki-laki yang ada di hadapanku sekarang. Laki-laki itu hanya mengangguk.
"Memang, aku tidak senang berada di club ini. Aku hanya menemani sahabatku." Laki-laki itu pun menganggukkan kepalanya.

"Stefen Atmajaya" Dia memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangannya.
"Xenia Deli" Aku menjawabnya sambil mengulurkan tangan.

"XIIAAAA" Teriakan Kristina, yang aku yakin dia sudah sangat mabuk. Aku pun mengalihkan pandanganku dari Stefan ke Kristina. Begitu pula Stefan yang mengalihkan pandangannya dariku ke Cara dan Kristina.
"XIIIAAAA" Teriakan Cara pun menyusul, aku pun mengalihkan pandanganku ke cara tanpa melepas peganganku dari Kristina.
"Kalian berdua janji, tidak akan mabuk bukan" Teriakku ke Cara dan Kristina.
"Aku gak mabok, tapi Kristin yang mabok" Sungut Cara ke aku.
"Udah ah yok balik. Capek nih aku megangin kristin" teriakku ke cara.

Cara mengambil alih kristin, dan jalan duluan. Aku pun menatap stefan, lalu tersenyum. Aku pun berlalu dari hadapan Stefan menuju ke pintu keluar.

"Gadis yang menyenangkan" Ucap Stefan sambil meminum vodkanya.

"Kau penasaran dengan mereka?" Stefan mengalihkan pandangannya dari minumannya ke bartender. Stefan terdiam. Tidak mengangguk ataupun menggeleng.
"Semua orang penasaran dengan mereka, Man" Bartender itu meneruskan ucapannya dan itu membuat Stefan menjadi penasaran.
"Memangnya mereka siapa?" Tanya Stefan sambil sesekali meminum minumannya.
"3 gadis remaja, dengan segala sesuatu yang dapat dengan mudah mereka dapatkan" Bartender menjawab dengan senyum miringnya dan berlalu meninggalkan Stefan dengan bingung.
"MAKSUDMUUUU?" Teriak Stefan bertanya, karena si bartender yang sudah berlalu dengan jauh.

"Curious about that?" Bartender bertanya seakan menggoda.
"Answer it?" Tanya Stefan dengan menekankan nada bicaranya.
"Cariden High School. Dan kau akan tahu segalanya." Kemudian bartender tersebut meninggalkan Stefan.



tbc

Feels - Merry Stevany (Event Novelet You&I Publisher)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz