bagian 9 | ngedate

Start bij het begin
                                    

"Keandra nggak dihukum, Bu?" tanya Kirana sebelum Bu Lina membalikkan badan.

Sebelah alis Bu Lina terangkat. "Ada usulan hukuman?"

"Lari puter lapangan 10 kali, Bu," sahut Kirana tanpa pertimbangan.

Aldo menyahut, "50 kali, Bu."

"Oke, 25 putaran, ya?"

***

KEANDRA menginjakkan kaki di kantin jurusan OTKP (Otorisasi dan Tata Kelola Perkantoran). Konon, jurusan ini bertebaran perempuan cantik nan anggun. Keandra menyetujui hal tersebut karena fakta yang di hadapannya mengatakan demikian. Ia lantas lebih dulu memesan seporsi batagor dan es teh, lantas membawanya pada bangku paling pojok.

"Ndra, sendirian aja?" tanya Tania, siswi kelas 12 OTKP 2.

Keandra mengangguk miris. "Gue diusir dari kelas."

Tawa Tania meledak seketika. "Lo, kan, ketua kelas, Ndra! Masa iya ketua kelas diusir dari kelasnya sendiri?"

"Artinya lo setuju kalo bilang anak kelas gue itu penghianat semua, kan?" Ujaran itu dibalas endikan bahu oleh Tania, membuat raut Keandra kian menjadi kecut. "Padahal gue lagi butuh pembelaan."

Keandra menikmati pemandangan perempuan cantik di hadapannya itu. Ia mengenal Tania karena sekelompok saat MPLS dahulu. Namun, mengingat popularitasnya yang kian melejit, Keandra tak heran jika Tania akan terus mengenalnya.

"Btw, gue merasa sangat terhormat sekaligus terharu deh bisa ngobrol langsung sama primadonanya OTKP," lanjut Keandra.

Tania tak dapat menyembunyikan semburat merah begitu mendengar pernyataan dari Keandra. Ia buru-buru mengalihkan pandangan ke arah lain. Meski begitu ia tak dapat menapik fakta mengenai dirinya.

"Btw, lo jarang banget bales chat gue. Udah kayak nge-chat seleb deh gue," cibir Tania.

Keandra hanya tertawa pelan. Tangannya kembali mengaduk potongan batagor sebelum menyuapnya ke dalam mulut. Ia mengunyahnya perlahan sembari mendengarkan cerita dari Tania. Sampai potongan batagor itu habis, dan ia meneguk es teh pesanannya, barulah Keandra beranjak berdiri.

"Gue balik ke kelas dulu ya, Tan." Baru saja Keandra hendak melangkahkan kaki, tapi sebelah pergelangan tangannya dicekal oleh gadis cantik di hadapannya itu.

"Gue denger-denger cewek di sekolah ini lo tolak semua, gue harap, gue bukan salah satunya, Ndra."

Tania memejamkan kelopaknya, menahan debaran jantung yang berpacu tak terkendali. Ia tak peduli riuh kantin yang mendengar pernyataannya itu. Ia sudah sangat lama menunggu Keandra, tapi tak ada pergerakan. Justru desas-desus kencang di telinganya adalah perihal gadis Akuntansi menyebalkan bernama Kirana.

"Sorry, gue nggak bisa, Tan." Keandra melepaskan cekalan Tania secara perlahan. "Udah ada orang yang gue tunggu, dan itu bukan lo."

"Keandra?! Belum selesai juga nge-date nya dari tadi?" Lengkingan suara Bu Lina terdengar hingga semua penghuni kantin. Ia berkacak pinggang. "Lari 25 putaran sekarang juga!"

Keandra hendak protes. "Ini saya baru mau balik, Bu."

"Oke, 30 putaran!"

"10 putaran aja ya, Bu. Bisa jadi kerangka doang Bu kalo larinya kebanyakan," protes Keandra, lagi.

"Oke, 35 putaran."

Tak ada pembelaan yang hendak dilayangkan Keandra begitu mendengar ucapan final tersebut. Ia memulainya dengan membelah keramaian di kantin. Mengabaikan desas-desus kebrengsekannya karena menolak pesona si cantik Tania.

Keandra sudah memasuki putaran ke sepuluh. Teriakan Aldo dan Reno memenuhi indra pendengarannya. Dua temannya itu bahkan sampai membuatkan yel-yel khusus untuk mewarnai setiap putarannya. Ia lantas beralih duduk di tepian lapangan untuk beberapa saat.

"Keandra, ayo dilanjutkan!" Suara Bu Lina memekik dan diakhiri peluit panjang.

Istirahat salat Ashar hari itu dihabiskan Keandra untuk menyelesaikan putaran lari. Ia lantas merebahkan diri di tengah lapangan basket, lengkap dengan anggota tubuhnya yang direntangkan. Kelopak matanya menutup. Membiarkan napas menyusup dari mulut dan hidungnya. Kucuran keringat bahkan ikut membasahi tiap helai rambutnya.

Sebuah benda jatuh di permukaan wajah Keandra. Ia mengenali bahan kain tersebut yang cenderung tebal. Setelah itu hanya terdengar langkah kaki yang menjauh. Keandra menarik benda tersebut dari permukaan wajahnya sembari duduk. Rupanya sebuah handuk kecil dengan dua botol air mineral di sebelah kepalanya tadi. Ia beralih menatap punggung yang menjauh itu.

"Thanks, Darling!"

Keandra lekas berdiri dan mengambil dua botol air mineral yang ada. Ia menggantungkan handuk itu di bahu sebelah kanannya. Ia lantas berlarian kecil mengejar langkah Kirana hingga menyejajarinya.

"Ngapain sih ngikutin gue? Mau masuk ke kamar mandi cewek juga?" tanya Kirana begitu keduanya berada di ambang pintu kamar mandi.

Hanya gelengan sebagai jawaban Keandra. "Gue tunggu di sini deh."

Koridor di area kamar mandi tampak sepi. Apalagi ini sudah memasuki jam akhir kegiatan belajar. Keandra mendudukkan diri di kursi panjang yang tak jauh dari kamar mandi. Ia lantas membuka salah satu botol air mineral, meneguknya perlahan.

Kirana yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas mendudukkan diri di samping Keandra. Ia mengambil alih handuk yang menggantung di bahu lelaki itu. Kirana membiarkan Keandra fokus pada tegukan minumannya, sedangkan ia memutuskan untuk menyeka keringat yang mengucur di sudut dahi lelaki itu, sembari sesekali meniupnya.

"Gimana nge-date nya?"

"Siapa?" Keandra balik bertanya karena tak paham dengan pertanyaan sebelumnya.

"Tania." Kirana menjeda sesaat, berganti meniup dahi Keandra beberapa kali sebelum melanjutkan sekaannya. "Udah jadian?"

"Kenapa nanya?"

"Nggak boleh nanya?" tanya Kirana, lagi.

Cup.

Keandra melayangkan kecupan itu di sepersekian detik, bahkan tanpa pertimbangan matang. Manik matanya jatuh pada tatapan Kirana yang terkunci di hadapannya. Keandra tak menawarkan persetujuan sebelum melumat bibir mungil di hadapannya.

"Ini sekolah, Keandra." Susah payah Kirana mengucapkannya dan terbebas dari serangan dadakan itu.

"Jadi, kalo di luar sekolah boleh?"

Refleks, Kirana melempar handuk yang dibawanya tepat ke wajah Keandra. Ia memilih untuk tak menjawab pertanyaan bodoh itu. Bahkan, Kirana segera bangkit dan melangkah tergesa untuk melarikan diri dari Keandra. Lagipula bel pulang sudah terdengar sejak tadi. Ia ingin segera pulang dan mengumpulkan kekuatan untuk memusnahkan Keandra dari dunia ini.

"Gue nggak mungkin nerima dia karena dia bukan lo."

Ucapan Keandra itu berhasil membuat Kirana berhenti sesaat, membiarkan hatinya menghangat. Hanya sesaat.

"Lo berhak punya hubungan sama siapa pun itu, Ndra. Jangan jadiin gue sebagai pertimbangan atas perasaan lo ke mereka," sambung Kirana sebelum melanjutkan langkah.

***

AKUNTAN(geng)SI [COMPLETED]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu