Bab Dua

33 7 0
                                    

“Sudah aku bilang bukan? Kau hanya tidak percaya diri,” Cassandra terlihat sangat senang dengan hasilnya. Yola mengerang tertahan saking gembira nya gadis itu.

Ah, ternyata tuhan masih berbaik hati padanya. Yola hampir gila memikirkan hal apa yang akan terjadi jika saja ia tidak satu sekolah dengan sahabat kecilnya.

Bukankah itu terlalu berlebihan? Bagaimana bisa ia selalu bergantung pada Cassandra. Setelah masa putih abu-abu ini berakhir, masih ada universitas yang menunggu mereka. Yola bahkan berpikir bahwa ia akan memasuki universitas yang sama dengan Cassandra.

Kedengarannya itu bukanlah hal yang mustahil, kedua gadis ini memiliki kapasitas otak diatas rata-rata.

“Ayo, aku akan mentraktirmu makan,” ajak Yola.

“Tidak untuk hari ini, Yola.” sahut Cassandra pelan.

“Kau menolak ajakanku?” 

“Bukan menolak, hanya saja aku menunda. Apakah ajakan itu akan berlaku nanti saat aku ingin?” tanya Cassandra penuh harap, mata besar nya terlihat seperti anak-anak yang minta dibelikan permen kapas, lucu sekali.

“Apakah kau mempunyai rencana lain? Baiklah, hanya untukmu aku menyetujuinya.”

Cassandra tersenyum lebar, “Kau memang yang terbaik,” seru Cassandra senang. “Keluargaku berencana makan malam bersama diluar, kau tau? Hal ini sangat jarang terjadi, jadi aku tidak ingin melewatkannya,” sambung gadis keturunan Indonesia-Jerman itu.

Yola mengangguk paham, orang tua mereka memang selalu disibukkan oleh pekerjaan. “Berita bagus, sampaikan salamku pada ibu dan ayahmu, aku sudah lama tidak menyapa mereka,” Yola tersenyum tipis

“Tentu saja, sepertinya mereka juga merindukanmu.”

“Pergilah, atau nanti kau akan terlambat.”

“Kau mengusirku?” ucap Cassandra agak skeptis. 

“Jika kau menganggapnya begitu,” Yola terkekeh pelan melihat Cassandra memberengut kesal.

“Dasar menyebalkan,” cibir Cassandra.




To be continued

When You Were GoneWhere stories live. Discover now